
TEMPO.CO, Sanaa - Kelompok anti-Houthi melakukan unjuk rasa dan memperingati revolusi ke-4 jatuhnya Presiden Ali Abdullah Saleh di Kota Taiz, Rabu, 11 Februari 2015. Aksi itu sekaligus dimaksudkan sebagai bentuk perlawanan terhadap kelompok Houthi yang telah mengambil alih kekuasaan pemerintahan Yaman.
Kegiatan jalanan itu berlangsung sehari setelah bentrokan di mana sedikitnya sembilan orang tewas dan 15 korban lainnya cedera di Kota Radda, Provinsi al-Bayda. Menurut sumber Al Jazeera, bentrok itu bermula ketika pasukan bersenjata Houthi bergerak mengambil alih kota dan mendapatkan perlawanan dari warga setempat.
"Eskalasi perlawanan terhadap kaum Houthi terjadi pada Selasa, 10 Februari 2015, menyusul langkah konsolidasi kelompok Syiah untuk mengambil alih kekuasaan," ujar sumber Al Jazeera.
Makin panasnya suasana Yaman membuat beberapa negara menutup kantor kedutaannya di Sanaa. Salah satunya, Inggris. "Situasi keamanan di Yaman terus memburuk dalam beberapa hari ini," kata Menteri Urusan Timur Tengah, Tobias Ellwood, dalam sebuah pernyataan. Sebelumnya, Selasa, 10 Februari 2015, Amerika Serikat juga mengosongkan kedutaannya demi keamanan.
Untuk memadamkan api perang di Yaman, Perserikatan Bangsa-Bangsa mencoba menjadi juru damai dalam perundingan perdamaian antara kaum Houthi dan sejumlah pihak. Upaya itu dilakukan sejak kelompok Syiah tersebut membubarkan parlemen setelah sebelumnya menguasai Istana Negara disusul pengunduran diri Presiden Yaman.
PANAS (www.tempo.co)
KBRI di Sanaa Masih Buka, WNI Diimbau Tak Terlibat Politik Praktis di Yaman

Jakarta - Pemerintah memastikan Kedutaan Besar RI di Sanaa, Yaman, masih buka meski kondisi politik dalam negeri mengkhawatirkan. Pemerintah belum berencana mengikuti jejak Inggris, Uni Emirat Arab, Italia dan Perancis yang sudah lebih dulu menutup kedutaannya.
"Perwakilan Indonesia masih akan dibuka," kata Ketua Satgas untuk mengevakuasi WNI di Yaman, Gatot Abdullah Mansyur, dalam jumpa pers di Kemlu, Jl Pejambon, Jakarta Pusat, Rabu (18/2/2015).
Pemerintah saat ini sedang mengurus evakuasi para WNI di Yaman. Sebanyak 4.000 WNI akan dipulangkan ke Tanah Air.
"Kita juga menghimbau kepada WNI di Yaman agar tidak terlibat politik praktis negara setempat. Tak melakukan rapat atau demo-demo," ucap Gatot.
Pemerintah sudah siap memulangkan WNI yang mendaftarkan diri. "Sekarang sudah mulai, berapa pun yang siap (untuk pulang ke Indonesia), kita siap. Dalam 3 minggu ini KBRI memberikan informasi minute by minute bagaimana dinamika di Yaman," jelas Gatot.
Gatot juga menegaskan, Indonesia tidak akan mencampuri politik di Yaman. Yaman adalah negara sahabat dan salah satu negara Arab yang awal mengakui kemerdekaan Indonesia.
"Yaman sahabat dekat. Kita berharap semoga Yaman kembali pulih dan rakyatnya aman," harapnya.
Milisi Syiah, Houthi yang kabarnya mendapat dukungan dari Iran, telah membubarkan pemerintah dan parlemen Yaman pada 6 Februari lalu. Ini dilakukan setelah mereka menduduki istana kepresidenan dan gedung-gedung penting pemerintah.
Yaman tak pernah berhasil mencapai stabilitas sejak presiden Ali Abdullah Saleh mundur pada awal tahun 2012, setelah pergolakan berdarah yang berlangsung setahun. Keadaan kian buruk pada September 2014 lalu, ketika milisi Houthi merebut kendali atas ibukota Sanaa dan mulai bergerak masuk ke wilayah-wilayah Sunni.
http://news.detik.com/read/2015/02/1...aktis-di-yaman
Jangan ikut2an politik praktis
Dikutip dari: http://adf.ly/13ouec


