Gubernur DKI Jakarta Jokowi dinilai menganut pragmatisme politik karena sikapnya yang menolak mundur dari jabatan orang nomor satu Jakarta, meski sudah maju sebagai calon presiden (capres) dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).
Pengamat politik dari Universitas Paramadina, Herdi Sahrasad, mengatakan, meski dalam UU tidak mengatur kepala daerah yang hendak maju capres harus mundur dari jabatannya, secara etis sebaiknya Jokowi mundur untuk menunjukkan kesungguhannya maju dalam pemilu Presiden 2014.
"Agar dia konsen penuh di pilpres. Kalau tidak mundur, enak di dia (Jokowi) dong. Kalau menang syukur, enggak menang ya balik lagi (jadi Gubernur DKI). Ada aspek pragmatis politik. Menjabat tapi tetap ikut pilpres," papar Herdi di hotel Atlet Century, Minggu (13/4/2014).
Pengamat politik dari Universitas Paramadina, Herdi Sahrasad, mengatakan, meski dalam UU tidak mengatur kepala daerah yang hendak maju capres harus mundur dari jabatannya, secara etis sebaiknya Jokowi mundur untuk menunjukkan kesungguhannya maju dalam pemilu Presiden 2014.
"Agar dia konsen penuh di pilpres. Kalau tidak mundur, enak di dia (Jokowi) dong. Kalau menang syukur, enggak menang ya balik lagi (jadi Gubernur DKI). Ada aspek pragmatis politik. Menjabat tapi tetap ikut pilpres," papar Herdi di hotel Atlet Century, Minggu (13/4/2014).
"Secara moral etis lebih baik dia mundur untuk menunjukkan dia serius. Memang tak ada keharusan. Tapi secara etis, jika Jokowi mundur maka itu menunjukkan kesungguhan dia," tambahnya.
Adapun sebelumnya, Jokowi menegaskan tidak ingin dicampuri masalah pengunduran dirinya oleh pihak lain usai dideklarasikan sebagai bakal calon presiden dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).
"Itu urusan gua. Enggak usah ikut-ikutan lah," ujar Jokowi di Balai Kota.
sumber
http://www.tribunnews.com/pemilu-201...atisme-politik


