Polisi Bakar Barang Bukti Pemerkosaan
PADANG, METRO-Polda Sumbar turun tangan melakukan penyelidikan adanya dugaan pembakaran barang bukti untuk kasus pemerkosaan terhadap siswi MTsN oleh personel Polsek Guguak, Limapuluh Kota. Jika terbukti, polisi yang terlibat bisa dijebloskan ke penjara karena melanggar Pasal 221 KUHP tentang Penghilangan Barang Bukti.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Kabid Humas) Polda Sumbar AKBP Syamsi menyebutkan, adanya dugaan penghilangan barang bukti sudah sampai di telinga Kapolda Sumbar. Jika memang terjadi, tidak ada ampun bagi pelakunya. �Sedang ditelusuri. Kalau itu benar, sanksi berat menunggu. Tidak hanya pelaku, tapi seluruh personel di Polsek itu. Ancamannya hukuman pidana, bukan hukuman disiplin semata,� terang Syamsi, Sabtu (19/4).
Penanganan kasus ini memang penuh kerancuan. Selain prosesnya lamban, jajaran Polres Limapuluh Kota juga tidak melaporkannya ke Polda Sumbar. Padahal, kasus ini merupakan kasus besar yang butuh koordinasi dalam penanganannya. Jangankan dugaan jumlah pelaku, sejauh apa prosesnya pun belum dilaporkan secara detail. �Kami (Polda-red), belum mendapatkan laporan lengkapnya,� papar Kabid Humas.
Mabes Polri Lakukan Pemantauan
Hangatnya perbincangan kasus bejat ini juga mendapatkan atensi dari Mabes Polri. Meski penanganannya dipercayakan ke Polda Sumbar, namun Mabes Polri tetap melakukan pemantauan. �Penangannya masih di jajaran Polda Sumbar. Konfirmasinya ke sana. Tapi, jajaran tetap melakukan pemantauan penanganannya,� terang Kepala Biro Penerangan Masyarakat Brigjen Pol Boy Rafli Amar.
Tersiarnya kabar adanya penghilangan barang bukti dan pembakaran lokasi pemerkosaan, awalnya dilontarkan Nora Fitri, anggota Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Sumbar. Dalam siaran persnya, Nora menyebutkan, sepekan setelah kejadian, aparat Polsek Guguak membersihkan TKP dan membakar beberapa barang. Tidak itu saja, polisi juga menawarkan kepada keluarga korban untuk berdamai. Polisi beralasan, pelaku mau bertanggung jawab.
Kondisi ini memantik kemarahan berbagai kalangan. Anggota Komisi III DPR-RI dari Fraksi PAN Taslim juga ikut mengecam tindakan Polsek Guguak yang membersihkan TKP dan membakar semua barang bukti untuk kasus penyekapan selama empat hari dan pemerkosaan yang dilakukan oleh para pemuda terhadap pelajar MTs yang berusia 16 tahun itu.
Dia menilai, tindakan aparat polsek tersebut dinilai memihak pelaku-pelaku kejahatan seksual karena hingga saat ini pengusutan kasusnya agak terhambat dan terkesan dilambat-lambatkan. Selain itu, penghilangan barang bukti tidak ada dalam protap ataupun SOP kepolisian. �Aparat polsek ini sudah jelas melakukan pelanggaran serius terhadap tugas utamanya sebagai penegak hukum dan sudah sepantasnya mendapatkan sanksi tegas,� paparnya saat dihubungi, Sabtu (19/4) siang.
Taslim menegaskan, agar Kapolres selaku pucuk pimpinan di daerah melakukan tindakan cepat. Dia meminta, oknum polsek yang melakukan penghilangan barang bukti itu dihukum sesuai UU yang berlaku karena itu sudah termasuk dalam perbuatan pidana.
Dia menambahkan bahwa tindakan aparat tersebut menghilangkan hak korban atas keadilan hukum. Karena gang rape merupakan suatu kejahatan serius, apalagi korbannya masih di bawah umur yang pasti memerlukan perawatan rumah sakit jiwa (RSJ) karena trauma. �Tidak sepatutnya aparat polisi membuat kebijakan sepihak dengan menjustifikasi tindakan pelaku dengan dasar pelaku mau bertanggungjawab,� paparnya.
Koordinator Indonesian Police Watch Sumbar, Nanda Utama menyebut hal tersebut seharusnya tidak terjadi. Polisi yang notabene menjaga barang bukti tidak harus menghilangkannya karena ada faktor lain yang membuat proses hukum itu akan terhambat. �Ini tidak bisa dibenarkan dan Kapolres harus mengklarifikasikan. Ada dugaan main mata antara polisi dengan para pelaku dalam hal ini,� ucapnya.
Ditambahkannya, polisi harus melakukan pengembangan terhadap kasus ini dan lakukan pemeriksaan intensif terhadap pelaku yang tertangkap. Kemudian, juga harus ada desakan kepada polisi harus mengusut tuntas kasus ini karena tingkat traumatis dari korban. �Polisi yang terlibat dalam kasus penghilangan barang bukti tersebut bisa masuk dalam tindak pidana karena terbukti melakukan kelalaian,� tegasnya.
PADANG, METRO-Polda Sumbar turun tangan melakukan penyelidikan adanya dugaan pembakaran barang bukti untuk kasus pemerkosaan terhadap siswi MTsN oleh personel Polsek Guguak, Limapuluh Kota. Jika terbukti, polisi yang terlibat bisa dijebloskan ke penjara karena melanggar Pasal 221 KUHP tentang Penghilangan Barang Bukti.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Kabid Humas) Polda Sumbar AKBP Syamsi menyebutkan, adanya dugaan penghilangan barang bukti sudah sampai di telinga Kapolda Sumbar. Jika memang terjadi, tidak ada ampun bagi pelakunya. �Sedang ditelusuri. Kalau itu benar, sanksi berat menunggu. Tidak hanya pelaku, tapi seluruh personel di Polsek itu. Ancamannya hukuman pidana, bukan hukuman disiplin semata,� terang Syamsi, Sabtu (19/4).
Penanganan kasus ini memang penuh kerancuan. Selain prosesnya lamban, jajaran Polres Limapuluh Kota juga tidak melaporkannya ke Polda Sumbar. Padahal, kasus ini merupakan kasus besar yang butuh koordinasi dalam penanganannya. Jangankan dugaan jumlah pelaku, sejauh apa prosesnya pun belum dilaporkan secara detail. �Kami (Polda-red), belum mendapatkan laporan lengkapnya,� papar Kabid Humas.
Mabes Polri Lakukan Pemantauan
Hangatnya perbincangan kasus bejat ini juga mendapatkan atensi dari Mabes Polri. Meski penanganannya dipercayakan ke Polda Sumbar, namun Mabes Polri tetap melakukan pemantauan. �Penangannya masih di jajaran Polda Sumbar. Konfirmasinya ke sana. Tapi, jajaran tetap melakukan pemantauan penanganannya,� terang Kepala Biro Penerangan Masyarakat Brigjen Pol Boy Rafli Amar.
Tersiarnya kabar adanya penghilangan barang bukti dan pembakaran lokasi pemerkosaan, awalnya dilontarkan Nora Fitri, anggota Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Sumbar. Dalam siaran persnya, Nora menyebutkan, sepekan setelah kejadian, aparat Polsek Guguak membersihkan TKP dan membakar beberapa barang. Tidak itu saja, polisi juga menawarkan kepada keluarga korban untuk berdamai. Polisi beralasan, pelaku mau bertanggung jawab.
Kondisi ini memantik kemarahan berbagai kalangan. Anggota Komisi III DPR-RI dari Fraksi PAN Taslim juga ikut mengecam tindakan Polsek Guguak yang membersihkan TKP dan membakar semua barang bukti untuk kasus penyekapan selama empat hari dan pemerkosaan yang dilakukan oleh para pemuda terhadap pelajar MTs yang berusia 16 tahun itu.
Dia menilai, tindakan aparat polsek tersebut dinilai memihak pelaku-pelaku kejahatan seksual karena hingga saat ini pengusutan kasusnya agak terhambat dan terkesan dilambat-lambatkan. Selain itu, penghilangan barang bukti tidak ada dalam protap ataupun SOP kepolisian. �Aparat polsek ini sudah jelas melakukan pelanggaran serius terhadap tugas utamanya sebagai penegak hukum dan sudah sepantasnya mendapatkan sanksi tegas,� paparnya saat dihubungi, Sabtu (19/4) siang.
Taslim menegaskan, agar Kapolres selaku pucuk pimpinan di daerah melakukan tindakan cepat. Dia meminta, oknum polsek yang melakukan penghilangan barang bukti itu dihukum sesuai UU yang berlaku karena itu sudah termasuk dalam perbuatan pidana.
Dia menambahkan bahwa tindakan aparat tersebut menghilangkan hak korban atas keadilan hukum. Karena gang rape merupakan suatu kejahatan serius, apalagi korbannya masih di bawah umur yang pasti memerlukan perawatan rumah sakit jiwa (RSJ) karena trauma. �Tidak sepatutnya aparat polisi membuat kebijakan sepihak dengan menjustifikasi tindakan pelaku dengan dasar pelaku mau bertanggungjawab,� paparnya.
Koordinator Indonesian Police Watch Sumbar, Nanda Utama menyebut hal tersebut seharusnya tidak terjadi. Polisi yang notabene menjaga barang bukti tidak harus menghilangkannya karena ada faktor lain yang membuat proses hukum itu akan terhambat. �Ini tidak bisa dibenarkan dan Kapolres harus mengklarifikasikan. Ada dugaan main mata antara polisi dengan para pelaku dalam hal ini,� ucapnya.
Ditambahkannya, polisi harus melakukan pengembangan terhadap kasus ini dan lakukan pemeriksaan intensif terhadap pelaku yang tertangkap. Kemudian, juga harus ada desakan kepada polisi harus mengusut tuntas kasus ini karena tingkat traumatis dari korban. �Polisi yang terlibat dalam kasus penghilangan barang bukti tersebut bisa masuk dalam tindak pidana karena terbukti melakukan kelalaian,� tegasnya.
Terpisah, Sosiolog Unand, Azwar mengatakan, terjadinya kasus seperti ini membuktikan adanya penurunan moral dan sikap saling menghargai itu dalam masyarakat serta para pemuda yang sudah terkontaminasi dengan kebudayaan luar, salah satu contohnya adalah efek dari dunia maya. �Orangtua juga harus selalu memantau aktivitas anak didalam kamar kalau dia memiliki kamar sendiri, dan mengawasi dengan siapa dia bergaul,� jelasnya.
Dia menyarankan, setidaknya ada pengajaran edukasi seks dini kepada anak dengan cara-cara yang baik untuk bisa beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya. Selain itu, ada pengawasan penuh dari orangtua terhadap pergaulan anak. �Rata-rata, remaja sekarang terlalu sibuk dengan dunia maya dan itu sangat memberikan efek negatif terhadap mereka,� ujar Azwar.
Kasus ini bermula Selasa (18/3) lalu. Ketika itu korban, Jingga �nama samaran, berencana pergi mengikuti pelajaran rambahan untuk persiapan UN. Tiba-tiba saja saat di perjalanan, Jingga didekati seorang pria yang datang dengan sepeda motor. Korban ditawari untuk diantar. Akan tetapi, korban menolak ajakan itu. Meski sudah ditolak oleh Jingga, namun pelaku tetap bersikeras hingga akhirnya memaksa Jingga naik ke atas sepeda motor. Disinilah petaka itu datang. Jingga dibawa pelaku ke rumah kos-kosan. Setelah sampai di rumah kos itu, Jingga berusaha menghubungi ibunya melalui telepon genggam. Akan tetapi baru saja berhasil menghubungi ibunya, telepon Jingga langsung direbut.
Setelah dilakukan pencaran selama empat hari, keberadaan korban terindikasi. Korban ditemukan sebuah rumah kos di kawasan tempat tinggalnya. Ketika rumah digerebek, aparat berhasil menemukan korban yang kondisinya sudah memiriskan. Korban langsung dibawa ke Mapolsek untuk dipertemukan dengan orangtua. Namun, kondisi Jingga ketika itu sungguh memprihatinkan. Remaja putri ini depresi berat. Ia nampak kebingungan, dan ketakutan setiap melihat orang, terutama pria.
Melihat keadaan Jingga sudah dalam depresi berat, aparat kepolisian dan keluarga, akhirnya memutuskan membawa korban ke RSJ HB Saanin di Padang. Setelah sembilan hari menjalani perawatan, Kamis (17/4), Jingga diperbolehkan pulang.
Namun, penyidik kepolisian belum bisa melakukan pemeriksaan intensif, karena masih menunggu hasil medis dari dokter.
Rencananya, Sabtu (19/4) ini, korban kembali diperiksa untuk mengetahui kondisi kejiwaannya. (ben/ag)
-
sumber: http://posmetropadang.com/index.php?...&Itemid=27
-
-
Aneh, Polisi Bakar Barang Bukti Perkosaan ABG oleh 10 Pemuda
Padang, Sayangi.com - Mimpi apa Bunga (15), sebut saja begitu, setelah 4 hari disekap dan diperkosa oleh 10 pemuda, siswi madrasah Tsanawiyah itu hanya bisa meratapi nasib buruk yang menimpanya.
Padahal, sehari saat anak gadisnya tak pulang, keluarga Bunga sudah melaporkan ke Polsek Guguak, Kabupaten Limapuluh Koto. Tapi polisi enggan menindak-lanjuti laporan dengan alasan anaknya hilang belum 24 jam.
Pasalnya, sepekan setelah keberadaan Bunga ditemukan, polisi bukannya mengamankan tempat kejadian perkara (TKP). Namun justru aparat penegak hukum itu merusak bukti-bukti di TKP dengan cara membakarnya.
Polisi berkilah, pelaku mau bertanggung-jawab. Oleh karenanya polisi menawarkan kepada keluarga korban untuk berdamai.
Tak pelak lagi, tindakan oknum polisi itu dikecam oleh banyak kalangan. Anggota Komisi III DPR-RI Eva Kusuma Sundari pun menuding, tindakan Polsek Guguak yang membersihkan tempat kejadian perkara (TKP) dan membakar semua barang bukti adalah tindakan melawan hukum.
"Tindakan itu harus diusut tuntas. Mabes Polri, harus turun tangan menyelesaikan kasus ini," kecam Eva Kusuma Sundari kepada Sayangi.com via BB-nya, Senin (21/4) dini hari.
Eva Sundari menandaskan, penyekapan dan pemerkosaan terhadap NPD (15) adalah kejahatan serius. "Seharusnya, polisi memihak korban, bukan lantas melakukan tindakan di luar hukum yang nyata-nyata menguntungkan pelaku. Ini harus diusut tuntas, karena pasti ada 'permainan' kasus," beber Eva.
Akibat perbuatan keji itu, Bunga yang juga pelajar kelas 3 Madrasah Tsanawiyah itu mengalami gangguan kejiawaan hingga masuk rumah sakit jiwa.
Terus, adakah kenyataan itu mengetuk hati nurani oknum Polsek Gaguak? (MD)
-
sumber: http://www.sayangi.com/hukum1/read/2...oleh-10-pemuda
-
masih banggakah Ranah Minang mengaku2 Adat Bersandi Agama, Agama Bersandi Al Quran ????

mana tu Walikota Payakumbuh yg dari Partai itu, mana itu Bupati 50 Kota, mana kamu Gubernur Sumbar ????
ayo kawan2 mohon diblow-up, ini 1 polsek ngebakar barbuk n tkp

utk adinda siswi, smoga dinda ttp tegar n dimuliakan Allah selalu



