Please disable ad-blocker to view this page



SITUS BERITA TERBARU

Preman, PKL dan Pemulung Kuasai Kawasan Kota Tua

Thursday, December 4, 2014
Jakarta, HanTer – Kawasan Kota Tua Jakarta terancam hilang. Sejumlah bangunan/gedung tua yang ada di kawasan itu terancam ambruk. Di sisi lain, kawasan ini 'dikuasai' preman, menjadi sarang pemulung, pedagang kaki lima (PKL), pengamen, juga kerap sebagai tempat mabuk-mabukan.

Kondisi kawasan ini pun kotor dan bau pesing. Program revitalisasi yang dicanangkan pemerintah jalan di tempat, tidak membawa perubahan.

Kondisi buruk bangunan di Kawasan Kota Tua itu disebabkan karena pemerintah pusat dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tidak memiliki masterplan pemetaan yang jelas. Selain itu, juga karena pemerintah tidak serius untuk melestarikan dan merubah kawasan itu menjadi pusat sejarah, sehingga bisa sejajar dengan Kota-kota Tua dunia yang mampu menyedot dan menjadi kebanggaan wisatawan.

"Pemerintah tidak serius melestarikan dan mengembangkan kawasan Kota Tua. Tempat itu dipenuhi pengamen, PKL dan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS). Jangan-jangan kawasan ini akan berubah menjadi mal atau pusat perbelanjaan. Kita harapkan, pembenahan Kota Tua harus dilakukan secara bersama-sama dengan pemilik bangunan," kata pengamat masalah perkotaan sejarawan Indonesia, Asep Kambali kepada Harian Terbit di Jakarta, Minggu (30/11/2014).

Ditambahkannya, para pemilik gedung di Kota Tua pada dasarnya tidak memiliki dana yang cukup, agar gedung-gedung bersejarah tersebut bisa dipertahankan, diperbaiki dan dirawat.

"Mereka juga kesulitan untuk membayar Pajak Bumi Bangunan (PBB), karena jumlahnya sangat besar. Pemerintah harus membantu mereka agar gedung-gedung bersejarah tersebut tetap ada dan menjadi kebanggaan bagi bangsa ini, bukan malah jadi mall atau pusat-pusat bisnis," paparnya.

Soal keberadaan pengamen, PKL dan PMKS juga diakui Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok dan Kepala Dinas Pariwisata DKI Jakarta Arie Budhiman.

"Maraknya PKL, gelandangan dan PMKS lainnya, menjadi kendala tersendiri bagi Pemprov DKI dalam merevitalisasi kawasan Kota Tua," kata Ari.

Ahok mengatakan, penataan PKL cukup sulit dilakukan. Menurutnya, hambatan yang ditemui adalah masih banyaknya oknum yang menjual tempat pada PKL secara ilegal. Hal ini membuat beberapa titik yang menjadi bagian dari revitalisasi terganggu.

"Adanya oknum seperti ini tentunya merepotkan. Program ini jadi tidak bisa segera berjalan baik," ujar Ahok saat di Balaikota DKI, Jakarta Pusat.

Kendati demikian, dia menganggap perkembangan proses revitalisasi Kawasan Kota Tua semakin baik. "Kalau dari laporannya sejauh ini bagus, kami akan merevitalisasi 27 gedung di tahap pertama. Ya memang harus diakui yang merepotkan memang masih ada PKL atau oknum yang dagangin lapak," kata Ahok.

Sementara itu, sejumlah pemilik bangunan di kawasan Kota Tua berharap pemerintah mengikutsertakan para ahli sejarah karena pemerintah tidak bisa melangkah sendiri ketika menjalankan program revitalisasi Kota Tua. Mereka menilai, dua kali Pemprov DKI melakukan peremajaan/renovasi bangunan dan infrastruktur di kawasan Museum Sejarah, tidak menyertakan pemilik bangunan.

"Seperti yang dilakukan beberapa tahun lalu, revitalisasi selesai, beberapa bulan seluruh jalan telah rusak lagi, lampu sorot banyak yang mati bahkan ada yang kesetrum," kata Ella Ubaidi, salah satu pemilik bangunan.

Menurutnya, pembangunan pedestrian menyebabkan batas tanah dan bangunan warga menjadi tidak jelas lagi. Lampu sorot di halaman museum rusak dan hilang, karena dipasang di tempat yang gampang terinjak. Di samping itu, pemindahan kabel telepon dan listrik sangat menyulitkan, karena tanpa koordinasi. "Revitalisasi itu dibiayai uang rakyat," ujarnya.

Penghijauan mengabaikan aspek estetika. Pemprov bukan menanam pohon pinang, tapi kelapa. Penanaman pohon dilakukan sembarangan, sehingga menghilangkan aspek keindahan jendela museum Fatahillah.

"Banyak bangunan tua yang jadi sarang pemulung karena birokrasi yang sulit. sehingga enggan investor menanamkan modalnya ke kawasan Kota Tua. Buktinya sudah 30 tahun tidak banyak perubahan revitalisasi Kota Tua," ucapnya.

Di kawasan Kota Tua ada Unit Pelaksana Teknis, ada Dinas Museum, namun jika terjadi gangguan kamtibmas atau kesemrawutan tidak bisa berbuat apa-apa. Padahal kawasan Kota Tua yang luasnya sekitar 840 hektar itu sekitar 30% lahannya terdapat kantor Kecamatan, museum milik Pemprov DKI dan kantor Pos milik Pemerintah Pusat. Sedangkan 70% lahannya milik wasata.

"Artinya pihak swasta dan komunitas yang ada di kawasan Kota Tua jangan ditinggalkan begitu saja dalam melakukan revitalisasi kawasan itu," ujarnya.

(Sammy/Danial)

sumber

waduh, kok bisa dikuasai mereka sih

Dikutip dari: http://adf.ly/uxCcP
SHARE THIS POST:
FB Share Twitter Share

Blog Archive