
Warga sempat kesal karena tidak ada anggota Dewan yang sudi menemui mereka. Para korban mencaci maki anggota Dewan yang dinilai tak serius memperjuangkan nasib rakyat. Setelah gaduh, amereka diterima Ketua Pansus, Emir Firdaus.
Sambil menunggu kedatangan perwakilan Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS), korban mempertanyakan alasan ganti rugi yang hingga saat ini belum cair. Padahal putusan Mahkamah Agung sudah jelas bahwa pembayaran ganti rugi akan ditanggung oleh negara. "Alasan apa yang masih memberatkan pemerintah untuk membantu kami," kata salah seorang korban, H. Khozin.
Korban yang berada di peta terdampak, kata dia, sempat lega karena Mahkamah Agung meminta kepada pemerintah untuk mengambilalih pembayaran dari PT Lapindo Brantas. "Tapi buktinya apa, hingga saat ini tidak ada kejelasan baik dari Lapindo maupun pemerintah," kata Khozin.
Karena belum ada kejelasan ganti rugi, Khozin mendesak BPLS menghentikan semua aktivitas di area lumpur, termasuk kegiatan penanggulan sampai uang ganti rugi dilunasi. "Intinya tuntutan kami ganti rugi harus segera dilunasi, jika tidak semua aktivitas di tanggul lumpur harus dihentikan," kata dia.
Selaku Ketua Pansus, Emir Firdaus, mengaku tidak bisa berbuat banyak atas sikap pemerintah dan Lapindo. Secara pribadi, kata dia, ingin pembayaran ganti rugi segera dilaksanakan.
Juru bicara BPLS, Dwinanto Prasetyo, yang muncul belakangan, mengatakan tidak memiliki kewenangan memutuskan sesuatu terkait dengan kebijakan Lapindo. "Kami hanya bisa menyampaikan aspirasi warga kepada atasan," kata Dwinanto.
SUMBER


