Meski terus menunjukan tren pertumbuhan ekonomi yang positif, Indonesia masih menghadapi persoalan yang cukup serius. Kalangan usaha mengakui pergerakan ekonomi Nusantara hingga saat ini masih terkendala dengan harga logistik yang terbilang cukup tinggi.
Pengamat Transportasi dan Logistik, Yamin Jingca menilai, mahalnya harga logistik di tanah air setidaknya disebabkan tiga faktor utama. Persoalan pertama adalah sistem di Indonesia yang dinilai kurang bagus. Selama ini jumlah pasokan barang yang ada umumnya tidak merata.
"Setiap kapal yang mengangkut barang mauatan ke suatu daerah, kembalinya kapal itu pasti muatannya kosong, kalaupun ada pasti tidak penuh. Kalau sifatnya dua arah itu kan akan lebih efisien dan menghemat cost," ungkap Yamin di Jakarta, Selasa (26/3/2013)
Faktor kedua adalah kondisi kapal. Yamin menilai bahwa kapal-kapal yang digunakan untuk mengangkut barang logistik selama ini telah banyak yang berumur tua.
Kondisi tersebut membuat aktifitas pemeliharaan dan perawatannya memerlukan biaya besar yang berimbas pada arus pendistribusian logistik.
Sementar faktor terakhir berasal dari pelabuhan. Selama ini, ujar Yakim, tingginya harga logistik di pelabuhan disebabkan adanya pendangkalan akse laut menuju dermaga dan akses darat dari pelabuhan yang kurang dikembangkan.
"Akibatnya banyak kontainer yang menumpuk. Seharusnya, kalau mau bangun pelabuhan itu, bangun jalannya dulu jangan malah bangun pelabuhannya dulu,"imbuhnya.
Menurut Yamin, akibat adanya berbagai permasalahan tersebut, terjadinya kesenjangan harga yang sangat tinggi di berbagai daerah terutama di Indoensia bagian timur. (Yas/Shd) (Shd)
sumber
Kadin: biaya logistik di Indonesia paling mahal
Jakarta (ANTARA News) - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menyatakan bahwa biaya logistik di Indonesia yang mencapai 24 persen dari total Produk Domestik Bruto (PDB), atau senilai Rp1.820 triliun per tahun merupakan biaya logistik paling tinggi di dunia.
"Biaya logistik di Indonesia mencapai 24 persen dari total PDB, angka tersebut setara dengan Rp1.820 triliun yang terbagi dalam biaya penyimpanan sebesar Rp546 triliun, biaya transportasi Rp1.092 triliun, dan biaya administrasi sebesar Rp182 triliun," kata anggota Lembaga Pengkajian Penelitian dan Pengembangan Ekonomi (LP3EI) Kadin, Ina Primiana, di Jakarta, Selasa.
Ina mengatakan bahwa biaya logistik di Indonesia terbilang sangat tinggi jika dibandingkan dengan Malaysia yang hanya sebesar 15 persen, Amerika dan Jepang sebesar 10 persen.
"Selain biaya yang sangat tinggi, mutu pelayanan logistik di Indonesia juga buruk, seperti waktu jeda di Indonesia untuk barang-barang impor tersebut mencapai 5,5 hari, dan biaya angkut yang mahal," tambah Ina.
Kondisi tersebut, lanjut Ina, juga ditambah dengan prasarana logistik yang masih konvesional seperti jalan, pelabuhan, dan hubungan antar moda, kemudian, belum terbangunnya konektivitas antara satu lokasi dengan dengan lainnya, serta pengiriman kontainer ke daerah jauh lebih mahal apabila dibandingkan dengan mengirim kontainer ke luar negeri.
"Indonesia merupakan negara kepulauan, namun sebagian besar prasarana berada di darat dan bukan mendukung keterkaitan antar pulau atau logistik pantai," tambah Ina, yang juga mengatakan bahwa biaya untuk melakuakan bongkar muat di pelabuhan juga sangat tinggi.
Ina mengatakan, selain biaya bongkar muat di pelabuhan yang tinggi, akses jalan dari dan menuju Pelabuhan Tanjung Priok selalu macet dan tidak pernah terselesaikan, sehingga sangat sulit bagi perusahaan angkutan barang untuk mengoptimalkan perputaran kendaraannya.
"Biaya yang timbul di terminal-terminal lingkungan Pelabuhan Tanjung Priok, biaya resmi saat ini sangat mahal dan meningkat yang berkisar antara 200 sampai 500 persen, dan juga biaya tidak resmi yang harus dikeluarkan pada setiap proses muat barang," lanjut Ina.
Selain hal tersebut, Ina menambahkan bahwa teknologi informasi dan komunikasi juga menjadi permasalahan dalam proses pemantauan arus barang, selain itu juga regulasi logistik yang tidak terpadu, banyaknya dokumen yang harus dipersiapkan, armada yang tidak layak, serta kompetensi Sumber Daya Manusia yang rendah.
Untuk meningkatkan daya saing, tambah Ina, sudah seharusnya dilakukan pembenahan dari sisi infrastruktur dan konektivitas seperti, infrastruktur fisik, koordinasi antar institusi dan juga dari masyarakat ke masyarakat.
"Selain itu, diperlukan evaluasi ulang terkait hal-hal yang menjadi beban biaya logistik seperti biaya antrian di pelabuhan, biaya sewa gudang, rumitnya masalah perijinan, kepengurusan di pabean," tambah Ina.
Karena negara kita merupakan kepulauan, lanjut Ina, pengembangan logistik di daerah pantai dan pelabuhan juga harus ditingkatkan karena sesuai dengan karakteristik Indonesia.
sumber
Kadin: Biaya Logistik RI Mahal Karena Adanya Monopoli Pelindo
Kamar Dagang Industri (Kadin) Indonesia menyatakan industri logistik di Indonesia tidak kompetitif jika PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) I-IV masih menguasai penyelenggaraan pelabuhan di Tanah Air.
Saat ini Pelindo I, Pelindo II, Pelindo III dan Pelindo IV menguasai pengoperasian 24 pelabuhan paling strategis di Indonesia. Sementara satu pelabuhan dikelola oleh Otoritas Batam.
Pengurus Komite Tetap Pelaku dan Penyedia Jasa Logistik Kadin Indonesia, Gemilang Tarigan menilai saat ini kualitas pelayanan logistik di Pelabuhan Tanjung Priok dan pelabuhan lainnya di Indonesia masih mengkhawatirkan.
Selama lima tahun sejak Undang-undang (UU) 17 Tahun 2008 disahkan, penyelenggaraan pelabuhan di Indonesia tidak mengalami perubahan, di mana PT Pelindo tetap memonopoli sehingga tidak sesuai dengan UU Pelayaran itu sendiri.
"Selama masih dimonopoli kualitas layanan logistik di pelabuhan tidak akan efisien. Akibatnya biaya logistik tidak efisien dan mahal, pemilik barang tidak memiliki pilihan," ungkap Gemilang di Jakarta, Kamis (25/7/2013).
Menurut dia, indikator ketidakefisien itu dapat dilihat dari tingginya tingkat antrean kapal di berbagai pelabuhan di Indonesia. Lamanya waktu tunggu kapal yang tinggi, lamanya waktu bongkar muat (dwelling time) hingga ketidak pastian biaya logistik dan waktu barang di pelabuhan.
"Contohnya, kondisi Pelabuhan Tanjung Priok cukup mencerminkan dampak monopoli penyelenggaraan pelabuhan serta kombinasi ketidakmampuan Pelindo II dalam mengelola dan mengantisipasi pertumbuhan arus barang," jelas Gemilang.
Sementara itu Wakil Ketua Umum Kadin DKI Bidang Transportasi, Logistik dan Kepelabuhanan menambahkan Pelindo II seharusnya sudah memprediksi adanya peningkatan arus logistik menjelang puasa, lebaran, natal dan tahun baru. "Ini kan sudah rutin, kenapa tidak diantisipasi,"keta dia.
Untuk itu Sjafirizal menghimbau pemerintah harus menata kembali penyelenggaraan pelabuhan Indonesia dengan mengacu UU Nomor 17 Tahun 2008, yang menghapus monopoli dan memberikan peran serta pemerintah daerah dan swasta sebagai bagian penyelenggaraan pelabuhan di Indonesia. (Yas/Ndw)
sumber
komen ts :
Ini masalah serius yang mempengaruhi harga bahan pangan, biaya ekspor impor, dan lain-lain.
Prabowo, Jokowi atau siapapun yang terpilih menjadi Presiden berikutnya, semoga peduli dan ada solusi atas masalah ini.
->Secara pribadi saya prefer pada Prabowo Subianto yang berjanji membangun infrastruktur besar-besaran sebagai penunjang percepatan distribusi logistik nusantara