Please disable ad-blocker to view this page



SITUS BERITA TERBARU

Tolak Perppu Pilkada, Golkar Makin Gila Kekuasaan

Friday, December 5, 2014
Tolak Perppu Pilkada, Golkar Makin Gila Kekuasaan

Musyawarah Nasional (Munas) Partai Golkar telah berakhir dengan terpilihnya kembali Aburizal Bakrie (ARB) sebagai ketua umum secara aklamasi.
Melalui Munas, Golkar juga menolak Perppu Pilkada.

"Keputusan politik Golkar itu memperlhatkan kharakter asli Golkar untuk berkuasa. Dengan menolak Perppu Pilkada, Golkar sejatinya tetap haus kekuasaan," tegas pengamat hukum tata negara UKSW Salatiga, Umbu Rauta kepada SP di Semarang, Kamis (4/12).

Menurut Umbu, setiap parpol, termasuk Golkar, bebas merumuskan dan mendeklarasikan sikap politik terkait situasi kehidupan berbangsa dan bernegara.

Namun, meski ada kebebasan menyatakan sikap politik, parpol sebagai salah satu infra struktur politik patut memperhatikan, melihat, merasakan jeritan rakyat sebagai konstituennya dan sang pemilik kedaulatan.

"Golkar dan parpol dalam KMP tentu tidak ingin bunuh diri dengan mempertontonkan sikap politik yang berbeda dengan kehendak rakyat, yang pada gilirannya akan menghadapi dan mengalami penghakiman saat pemilu berikutnya," ujarnya.

Menurut Umbu, meski "perjanjian atau kontrak atau akta perdamaian" antara KMP dan KIH di parlemen, tidak dikenal sebagai salah satu jenis peraturan dalam sistem perundang-undangan, namun para pihak yang telah bersepakat wajib menjunjung tinggi kesepakatan tersebut.

"Komitmen untuk mewujudnyatakan substansi dalam kontrak politik itu memberi gambaran adanya perilaku etis dan konsisten," tegasnya lagi.

Dikatakan, perilaku parpol yang selalu melanggar atau tidak berkomitmen terhadap kesepakatan atau kontrak politik, bukanlah berita baru.

Belum hilang dari ingatan ketika kita disuguhi ketidakpatuhan parpol terhadap kontrak parpol pendukung Presiden SBY-Budiono tahun 2009 2014.

Belakangan publik juga disuguhi kesepakatan politik antara Presiden SBY dengan pimpinan parpol di KMP sebelum menerbitkan Perppu Pilkada. Juga "akta perdamaian" antara KMP dan KIH yang dalam perwujudannya mengalami tolak tarik.


Inkonsistensi

Menurut Umbu, adanya inkonsistensi sikap parpol terhadap kesepakatan atau kontrak politik yang pernah dibuat menggambarkan dua hal.

Pertama, potensi menguatnya sikap atau mental yang tidak menghargai etika dan moralitas politik.

Kedua, parpol dominan menjalankan fungsi merebut kekuasaan politik.

Ketika Perppu Pilkada ditolak, pilkada dilakukan oleh DPRD. Sudah barang tentu, beberapa parpol tersebut telah melakukan kalkulasi kekuatan politik di tingkat daerah demi merebut jabatan gubernur, bupati, dan wali kota. Jika KMP solid sampai di tingkat daerah, diperkirakan akan mudah memenangkan pilkada.

Hal yang sama telah dipraktikan ketika mengganti kaidah pengisian jabatan Pimpinan DPR dalam UU MD3, tanpa merubah kaidah pengisian jabatan Pimpinan DPRD.

Umbu menegaskan, ke depan, perlu membumikan revolusi mental di lingkungan politisi, utamanya mentransformasi sikap atau mental yang belum menjunjung tinggi etika dan moralitas politik. Seperti kata SBY bahwa benar politik itu dinamis, namun patut menjunjung tinggi etika dan moral politik.

Sumber

Dikutip dari: http://adf.ly/uyr9s
SHARE THIS POST:
FB Share Twitter Share

Blog Archive