SITUS BERITA TERBARU

Dokter IDI Sulut Demo, Menangis..Ibu Pasien Ungkap Kebenaran Anaknya Meninggal

Wednesday, November 20, 2013
Manado � Demonstrasi dokter yang tergabung dalam Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Sulawesi Utara (sulut), yang menolak kriminalisasi dokter pada Senin 18 November 2013, rupanya �menyayat-nyayat hati� Ny Yulin Mahengkeng, tak lain ibu korban meninggal Alm Julia Fransiska Makatey dugaan malpraktek di RSUP Kandow, Manado.

Diketahui Kasus yang saat ini sudah bermuara ke Mahkamah Agung (MA), dengan divonisnya, dr Ayu Sasiary Prawani hukuman 10 bulan penjara pada tingkat Kasasi itu, rupanya membuat dokter-dokter di Sulut, menggelar aksi turun kejalan sambil menunggu Peninjauan Kembali (PK) dari MA.

Pelak saja, keluarga korban dugaan malpraktek tersebut, menyayangkan aksi dari ratusan dokter tergabung dalam IDI Sulut itu, untuk membela dr Ayu Sasiary Prawani yang ditangkap di Balikpapan pada pekan lalu tersebut.

�Ini jelas tiga oknum yang salah. Saya yakin ada yang mempolitisir persoalan ini,� ungkap ibu korban dengan mata berkaca-kaca, sembari bercerita mengenai awal dimana anaknya harus kehilangan nyawa akibat lamban ditangani.

Dengan kesedihan mendalam, dirinya kemudian melanjutkan bahwa kejadian itu berawal pada tanggal 9 April 2010. Anaknya ketika itu masuk Puskesmas di Bahu. Kemudian keesokannya 10 April sekitar pukul 04.00 Wita, anaknya mengalami pecah air ketuban dengan pembukaan 8 hingga 9 Centi Meter (cm).

Karena Fransiska sebelumnya mempunyai riwayat melahirkan anak pertama dengan cara divakum maka dokter Puskemas merujuk ke RSUP Prof Kandou dan tiba pada pukul 07.00 Wita untuk dioperasi. �Maka kami bawa ke RS Malalayang,� ucapnya.

Pukul 08.00 pasien masuk di ruangan Irdo dan di rawat oleh dokter Gomer. Di situ setelah diperiksa ternyata mengalami penurunan menjadi 5 hingga 6 cm. Setelah itu, sekitar 09.00 Wita, pasien di arahkan ke ruang bersalin.

Di ruang persalinan, pembukaan justru menurun menjadi 2 hingga 3 cm. �Padahal seharusnya bukan turun malah naik. Kesimpulan kami dari keluarga mereka terksesan mengulur waktu untuk menunggu persalinan normal padahal anak saya harus dioperasi karena air ketuban sudah pecah,� terangnya.

Pembiaran terhadap pasien pun terjadi hingga pukul 22.00 Wita. Dan pada jam segitu, melihat kondisi anaknya sudah tidak berdaya maka para dokter yang merawat yakni dokter Ayu dan dua orang rekannya baru mengambil tindakan sendiri melakukan operasi sehingga surat persetujuan operasi di tanda tangani sendiri oleh para dokter itu.

�Jam delapan malam anak saya di arahkan ke ruang oprasi. Kami keluarga beberapa kali bolak balik disuruh oleh dokter membeli obat di apotek, bahkan terjadi tawar menawar karna saat itu kami keluarga belum cukup biaya membeli obat, bahkan sudah menjamin kalung emas untuk meyakinkn para dokter dan perawat di situ uang masih dalam perjalanan, tapi tidak dihiraukan,� katanya.

�Mereka pun bilang kalau nda ada uang operasi akan di tunda. Kami tetap memohon dan akhirnya diterima dan bersamaan adik kami yang bawa uang tiba,� ungkapnya lagi.

Setelah uang ada, sekitar pukul 22.15 Wita, bayi keluar dan dibawa oleh dokter. Setelah ditanya tentang ibu bayi malang itu, dijawab oleh dokter bahwa keadaanya sehat.

Tidak lama para dokter kemudian mengatakan pada keluarga dari Fransiska bahwa anaknya sudah meninggal dunia.
Dikatakannya, dokter itu tidak salah jika saat dibawa sudah dalam keadaan berat atau kritis.

�Cito terjadi di rumah sakit atas perbuatan sendiri dari dokter yang ada di rumah sakit yang membiarkan anak kami Siska dari jam 7 pagi sampai jam 10 malam. Bayangkan saja penderitaan anak kami yang menderita selama selama 15 jam nanti sudah berat tidak berdaya baru diambil tindakan kedokteran, sampai anak kami meninggal dunia,� tuturnya sambil menangis mengingat kejadian tersebut.

Persoalan ini pun sudah terbukti dipersidangan dan terungkap dalam sidang bahwa dokter Mallo yang mengeluarkan visum otopsi sudah jelas Siska meninggal karena masuk Emboli Udara karena terlambat ganti Infus. Yang mengherankan para dokter tidak mengetahui kalau siapa yang ganti infus selama observasi. �Itu semua karena kelaian para dokter yaitu faktor pembiaran begitu lama. Sehingga sampai-sampai pergantian infus satu dokter pun tidak tau. Jadi kami keluarga tekankan disini bahwa bukan meninggal karna Emboli Air Ketuban tetapi Siska meninggal karena Emboli Udara. Ini fakta yang terungkap dalam persidangan,� ungkapnya.

Yulin pun sempat kesal saat sidang di Pengadilan Negeri Manado yang memutuskan tiga terdakwa bebas. Dia pun sempat menangis dan jatuh pingsan. Namun, dirinya pun tak patah arang. Yulin kemudian meminta kepada Jaksa untuk melakukan kasasi di MA, hingga kemudian dr Ayu divonis 10 bulan penjara dan saat ini mendekam di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Malendeng.
Jumpa Pers Dokter sebelum aksi demonstrasi menolak kriminalisasi dokter

Jumpa Pers Dokter sebelum aksi demonstrasi menolak kriminalisasi dokter

Sebelumnya turun kejalan para dokter IDI, pada Sabtu (16/11), IDI dan Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI) Sulawesi Utara memberikan aksi solidaritasnya pada dr. Ayu bertempat di Hotel Lion Manado, digelar Konfrensi Pers.

Selaku pengarah, Wakil Ketua IDI Sulut, Dr. dr. Taufiq Pasiak, M.Kes, M.Pd menyampaikan seputar maksud digelarnya Konfrensi Pers tersebut. Menurutnya IDI dan POGI Sulut dalam kesempatan itu akan memberikan klarifikasi terkait masalah dr. Ayu yang sedang berjalan saat ini, beserta upaya solidaritas yang dilakukan pihaknya.

Kasus dr. Ayu ini merupakan pukulan bagi para dokter yang tidak lain adalah manusia biasa, dokter perlu belajar dari pengalaman. Dokter punya tugas mulia, membantu masyarakat, hanya saja disatu sisi jika kerja dokter membawa efek �merugikan� masyarakat maka dokterpun dipandang �buruk� kerjanya. Disinilah kesempatannya pengurus IDI Sulut dan POGI memberikan klarifikasinya pada publik terkait masalah yang melibatkan rekan kami dr. Ayu ini � Taufiq Pasiak, dosen Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) Manado.

Saat menyampaikan klarifikasi dan pandangan, Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Provinsi Sulawesi Utara, dr. Jimmy Waleleng,sedikit banyak mengulas terkait kerja-kerja medis, resiko yang ditemukan, hingga regulasi yang sering �tidak� berpihak pada para dokter. Menurutnya kasus dr. Ayu merupakan insiden yang perlu diluruskan ke publik, karena dr. Ayu telah melakukan tindakan penyelamatan, namun disalahartikan.(vebry dan tim)

Sumber
SHARE THIS POST:
FB Share Twitter Share

Blog Archive