SITUS BERITA TERBARU

Jaga Rupiah, BI Intervensi

Friday, November 29, 2013
Jaga Rupiah, BI Intervensi

JAKARTA, KOMPAS.com - Nilai tukar rupiah terhadap dollar AS melemah semakin dalam, Kamis (28/11). Rupiah nyaris menyentuh Rp 12.000 per dollar AS. Oleh karena itu, Bank Indonesia melanjutkan intervensi pasar untuk menjaga volatilitas nilai tukar rupiah dan menjaga ketersediaan valuta asing.

Berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor), kemarin, nilai tukar rupiah Rp 11.930 per dollar AS. Sejak April 2009, posisi ini merupakan yang terendah.

Akan tetapi, nilai dollar AS di bank dan pedagang lebih tinggi daripada kurs tengah Bank Indonesia (BI) tersebut. Nilai tukar rupiah terhadap dollar AS di Bank Mandiri Rp 11.893 (beli) dan Rp 12.087 (jual) per dollar AS. Di Bank BCA, Rp 11.980 (beli) dan Rp 12.060 (jual) per dollar AS. Di Bank Commonwealth Indonesia Rp 11.997 (beli) dan Rp 12.125 (jual) per dollar AS.

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) juga ditutup melemah, tertekan penurunan rupiah. IHSG ditutup turun 17,56 poin (0,41 persen) ke posisi 4.233,93.

Gubernur BI Agus DW Martowardojo, saat dikonfirmasi soal melemahnya rupiah, menyatakan, fundamen ekonomi Indonesia tecermin dalam nilai tukar. Secara umum, kondisi intern dan ekstern memengaruhi hal itu.

Saat ditanya pelemahan rupiah kali ini yang paling dalam sejak April 2009, Agus menjawab pendek, �Tidak apa-apa. Tidak masalah.�

Meski demikian, Agus meminta semua pihak memahami kondisi saat ini. Dalam empat tahun terakhir, pasar terlalu likuid, bunga terlalu murah. Dengan kemungkinan pengurangan stimulus moneter oleh bank sentral AS, The Fed, ditambah membaiknya kondisi ekonomi negara maju, Indonesia harus menyiapkan diri. Melemahnya rupiah berarti dollar AS semakin mahal. Untuk mendapatkan dollar AS, diperlukan rupiah dalam jumlah yang semakin besar.

Permintaan dollar AS tersebut, antara lain, untuk pembayaran utang luar negeri. Utang luar negeri Indonesia per September 2013 sebesar 259,867 miliar dollar AS. Rencana pembayaran pokok dan bunga utang pada Oktober-Desember 2013 senilai 21,025 miliar dollar AS.

Hal itu, misalnya, jika kebutuhan dollar AS untuk membayar utang tersebut dipenuhi 1 Oktober 2013, diperlukan Rp 243,742 triliun. Saat itu, nilai tukar Rp 11.593 per dollar AS. Namun, jika dipenuhi saat ini, diperlukan Rp 250,828 triliun.

Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Difi Ahmad Johansyah menegaskan soal langkah intervensi BI tersebut. �BI berharap pelemahan rupiah ini hanya terjadi sementara,� kata Difi. Sama seperti sikap BI selama ini, Difi menolak menyebutkan besaran target intervensi pasar tersebut.

Faktor struktural

Mahalnya dollar AS ini sesuai dengan hukum permintaan dan penawaran. Dollar AS menjadi mahal karena permintaan tinggi dan terbatasnya penawaran. Oleh karena itu, intervensi BI dilakukan untuk menjaga pasokan dollar AS di pasar. Intervensi ini menggunakan persediaan dollar AS dalam cadangan devisa, yang sebesar 96,996 miliar dollar AS per akhir Oktober 2013.

Namun, ekspektasi pasar akibat buruknya data transaksi berjalan Indonesia juga ikut melemahkan nilai tukar. Defisit transaksi berjalan, yang merupakan masalah struktural ekonomi domestik, terutama disebabkan tingginya impor minyak. Impor yang tinggi membuat kebutuhan dollar AS untuk membayar impor juga besar.

Defisit transaksi berjalan Indonesia per triwulan III-2013 sebesar 8,4 miliar dollar AS. Neraca minyak pada transaksi berjalan defisit 5,856 miliar dollar AS. Hal ini akibat impor minyak sebesar 10,668 miliar dollar AS.

Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya, Malang, Ahmad Erani Yustika menilai pemerintah mengabaikan industrialisasi. Sebagai buahnya, ekonomi domestik menuai komplikasi persoalan defisit transaksi berjalan, minimal sampai dua tahun ke depan.

Berdasarkan data BI, porsi ekspor komoditas berbasis nonsumber daya alam turun 12 persen, dari 48 persen pada 2005 menjadi 36 persen pada 2013. Sebaliknya, porsi ekspor komoditas berbasis sumber daya alam meroket 19 persen, dari 20 persen pada 2005 menjadi 39 persen pada 2013. �Ini harga yang harus dibayar akibat ketidakjelasan strategi industrialisasi di Indonesia,� kata Erani.

Depresiasi rupiah yang terjadi, terutama selama setahun terakhir, menyebabkan kondisi kian berat. Bahan impor yang semakin mahal menyebabkan industri kesulitan. Ujung-ujungnya ekspor menurun. �Terus terang, dengan sangat sedih, saya katakan, pemerintah tidak melakukan upaya industrialisasi. Sampai dengan tahun depan, tidak akan ada upaya yang lebih konkret untuk melakukan itu. Betul pemerintah mengeluarkan konsep dan kebijakan, tetapi tidak ada jejaknya di lapangan,� kata Erani.

Namun, Direktur Jenderal Basis Industri Manufaktur Kementerian Perindustrian Benny Wahyudi mengatakan, pemerintah terus berusaha mendorong kinerja industri pengolahan, termasuk dari sisi ekspor. Menurut Benny, ekspor sumber daya alam, seperti bijih besi dan bauksit, dalam bentuk bahan mentah sudah harus dihindari.

Lain halnya apabila produk berbasis sumber daya alam tersebut sudah diolah lebih lanjut menjadi bahan baku antara atau bahkan produk jadi. �Kata kuncinya adalah nilai tambah harus di dalam negeri. Jangan ekspor sumber daya alam mentah,� kata Benny.

Faktor psikologis

Ekonom Lembaga Penjamin Simpanan, Doddy Ariefianto, berpendapat, dampak psikologis justru memperburuk kondisi nilai tukar. Kondisi psikologis itu bisa berupa sikap pemegang dollar AS dalam jumlah besar, seperti eksportir, untuk menahan dollar AS di tangannya.

Langkah menaikkan BI Rate menjadi 7,5 persen, kata Doddy, semestinya meningkatkan daya tarik Indonesia. Hal itu terutama terhadap dana asing. �Namun, dana yang ditunggu tidak datang. Pertumbuhan ekonomi melambat. Yang terjadi, investor saham terpukul,� kata Doddy. Ia menyarankan BI mengomunikasikan lebih baik kebijakannya. Dengan demikian, ekspektasi pasar tidak berlebihan.

Kekhawatiran akan kondisi ekonomi juga muncul di kalangan partai politik. Ketua Partai Nasdem Enggartiasto Lukita khawatir pada tahun mendatang kondisi ekonomi akan jauh lebih berat, seperti telah disampaikan Gubernur BI dalam Kompas100 CEO Forum hari Rabu lalu.

Ketua Umum PPP Suryadharma Ali memandang krisis ekonomi global akan memengaruhi stabilitas ekonomi. �Itu sebabnya pemerintah harus membangun komitmen, baik partai politik, calon presiden, maupun calon anggota legislatif,� katanya.

http://bisniskeuangan.kompas.com/rea...campaign=Kknwp

save our rupiah

BI Rate naik tidak serta merta menguatkan nilai tukar rupiah terhadap dollar...

Ada sesuatu yang salah dengan moneter kita...
SHARE THIS POST:
FB Share Twitter Share

Blog Archive