Please disable ad-blocker to view this page



SITUS BERITA TERBARU

(Perang Proxy): Gereja Katolik kecam penolakan Jokowi atas 64 grasi narkoba

Friday, January 2, 2015
Gereja Katolik Indonesia mengecam sikap Presiden Joko Widodo (Jokowi) menolak grasi yang diajukan 64 terpidana mati kasus narkotika dan obat terlarang (narkoba).

Pastor Siswantoko Pr dari Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) mengatakan setidaknya ada lima alasan Gereja Katolik menolak hukuman mati.

"Alasan pertama, siapa pun tidak punya hak mencabut nyawa orang lain karena hidup adalah anugerah dari Tuhan dan hanya Tuhan-lah yang berhak mencabutnya," kata Pastor Siswantoko yang akrab disapa Romo Koko dalam jumpa pers di kantor KWI, Cikini, Jakarta Pusat, Senin.

Selain itu, Romo Koko menyampaikan keraguan Gereja Katolik akan sistem hukum di Indonesia yang menyatakan ke-64 terpidana mati tersebut benar-benar "gembong" narkoba.

"Kami menyangsikan apakah ke-64 orang itu sungguh-sungguh bandar narkoba karena sistem hukum di negara kita masih memprihatinkan. Contohnya saja, masih banyak kasus salah tangkap, hukum kita cenderung kuat di bawah tapi lemah d atas, apakah benar ke-64 terpidana itu bebas intervensi politik? Jangan-jangan di antara ke-64 terpidana mati itu ada yang cuma pengguna, apakah pemerintah bisa memastikan peradilan yang dilakukan sungguh-sungguh transparan?" Katanya.

Lebih lanjut Romo Koko menyampaikan, jika hukuman mati digunakan pemerintahan Jokowi sebagai "shock therapy", maka Gereja Katolik menuntut penelitian yang membuktikan hukuman mati benar-benar mampu menurunkan tingkat kejahatan.

"Sampai hari ini sudah ada delapan orang yang dieksekusi tapi toh belum ada efek jera juga. Di Malaysia yang secara tegas menerapkan hukuman mati bagi kasus narkoba pun, kasus narkoba marak luar biasa di sana. Jangan dampai ini salah sasaran, inginnya menghentikan narkoba tapi malah bunuh anak negeri," katanya.

Gereja Katolik menolak hukuman mati karena dinilai tidak sejalan dengan program Nawa Cita Jokowi yang salah satu pasalnya menolak negara lemah dengan melakukan reformasi siat dan penegakkan hukum yang bebas korupsi, bermartabat dan terpercaya.

"Hukuman mati bukanlah cara penegakan hukum yang bermartabat, hukuman mati malah untuk menghilangkan kehidupan. Apakah cara menyelamatkan jutaan orang harus mengorbankan ke-64 orang itu? Ini bukan upaya hukum yang bermartabat," katanya.

Romo juga menjelaskan, hukuman mati sebenarnya hanyalah menggambarkan kegagalan negara dalam melakukan pembinaan para narapidana.

"Berdasarkan hal-hal tersebut maka Gereja Katolik Indonesia mendesak pemerintah Jokowi agar menghapuskan hukuman mati karena tidak memiliki dampak apa-apa untuk terwujudnya penegakan hukum yang bermartabat dan keadilan sebagaimana yang diharapkan," katanya.

Sekitar 140-an negara di Eropa, kata Romo Koko, telah menghapuskan hukuman mati.

"Kita usulkan agar hukuman mati diganti hukuman penjara seumur hidup tanpa ada pengurangan (remisi) atau pengampunan (grasi). Dengan demikian kita memiliki dua keuntungan: negara tak perlu mencabut nyawa dan negara memberi kesempatan manusia untuk berubah, dengan ini orang akan jera. Jangan sampai hanya karena ingin menyenangkan publik, Jokowi melakukan hukuman mati," katanya.

KWI sendiri telah memperjuangkan penghapusan hukuman mati sejak empat tahun lalu melalui "Koalisi Hati" atau gerakan koalisi Anti Hukuman Mati.

Pendekatan terhadap para terpidana hukuman mati dilakukan oleh KWI melalui kegiatan pelayanan, termasuk di LP Nusa Kambangan.


sumber  

====================================================================

gereja mau jadi agen asing dlm perang proxy ya?

apa itu perang proxy?

Saat ini, jenis perang yang harus diwaspadai bukanlah perang secara fisik, tapi justru perang dalam bentuk teknologi atau proxy war. Karena bentuk perang tersebut bisa memberikan dampak yang lebih besar dari perang secara fisik.
Pesan itu disampaikan oleh Kepala Staf TNI Angkatan Darat Jenderal TNI Gatot Nurmantyo saat berbincang dengan segenap civitas academica Universitas Negeri Yogyakarta (UNY). Dalam kesempatan itu, Gatot menjelaskan secara rinci mengenai perang proxy dan peran pemuda dalam mengatasinya.
"Perang proxy merupakan konfrontasi antara dua kekuatan besar dengan menggunakan pemain pengganti. Hal ini untuk mengurangi konfrontasi secara langsung dengan alasan untuk mengurangi risiko konflik yang berakibat pada kehancuran fatal," ungkap Gatot, seperti disitat dari situs UNY, Jumat (19/9/2014).
Jebolan AKABRI tahun 1982 itu menyatakan, perang proxy tidak mudah mengenali siapa kawan siapa lawan. Sebab dalam perang proxy, musuh mengendalikan non state actor dari jauh. Oleh karena itu, lanjutnya, mahasiswa perlu jeli mengenali terjadinya perang proxy di sebuah negara.
"Indikasi adanya proxy war di Indonesia di antaranya gerakan separatis, demonstrasi massa, sistem regulasi yang merugikan, peredaran narkoba , dan bentrok antarkelompok," urainya.
Menurut Gatot, ada sejumlah aksi yang dapat dilakukan oleh mahasiswa untuk menangkal perang proxy. Mulai dari mengidentifikasi dan mengenali masalah, ahli dalam bidang disiplin ilmu masing-masing, melakukan gerakan pemuda berbasis wirausaha, hingga mengadakan komunitas belajar serta merintis program pembangunan karakter.
"Untuk itu pemuda, dalam hal ini mahasiswa, harus membekali diri dengan ilmu, keahlian, dan keterampilan sesuai bidangnya. Wawasan luas, berpengalaman untuk membentuk karakter dan berwawasan kebangsaan sehingga mampu melawan dan menghancurkan proxy war di Indonesia," imbuh Gatot.
Rektor UNY Rochmat Wahab menambahkan, menjaga keamanan dan kedaulatan Indonesia bukan hanya tugas TNI. Kampus juga memiliki kontribusi besar untuk menjaga keutuhan Nusantara.
"Agar tetap ada dan bertambah maju, Indonesia bertumpu pada dua instutusi, yaitu TNI dan kampus. TNI akan menjaga NKRI dari serangan musuh sedangkan kampus akan mencegah penjajahan dari orang pintar. Dialog seperti ini penting agar mempunyai common vision ke depan untuk mengawal Indonesia," tutup Rochmat.
http://news.okezone.com/read/2014/09...pada-proxy-war



Dikutip dari: http://adf.ly/vmZVy
SHARE THIS POST:
FB Share Twitter Share

Blog Archive