SITUS BERITA TERBARU

Phravada Coffee Corner: Sebagian Nelayan Masih Menggunakan Jaring Perusak

Saturday, January 31, 2015
http://www.phravada.com/News/Phravad...ngan-Laut.html


Jakarta, Phravada Coffee Corner,- Kapal dengan jaring "trawl" atau modifikasinya seperti cantrang, dogol, dan arad menjadi momok yang mengkhawatirkan bagi nelayan tradisional di sejumlah wilayah perikanan karena menguras potensi ikan. Akibatnya kerap terjadi aksi penyerangan terhadap kapal itu. Pada tiga minggu lalu satu kapal pukat harimau (kapal "trawl") milik pengusaha asal Kecamatan Sungai Kakap, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat, dibakar nelayan di Pelapis, Kabupaten Ketapang Sabtu (10/1), sekitar pukul 09.00 WIB.

Nelayan setempat kesal karena sebelumnya sudah ada kesepakatan untuk tidak menggunakan jaring "trawl" yang menyebabkan penurunan hasil tangkapan nelayan setempat. "Yang dibakar adalah kapal yang sudah pernah membuat pernyataan di atas materai, yang lain tidak dibakar," kata Kepala Desa Pelapis.

Konflik serupa juga terjadi di Bengkulu, karena sebagian besar nelayan meminta agar ada langkah tegas untuk menindak kapal dengan jaring "trawl". Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bengkulu kemudian mengumpulkan nelayan pengguna jaring "trawl" dan meminta mereka mengganti dengan alat tangkap yang ramah lingkungan.

Nelayan Pulau Baai, meminta pemerintah memberikan izin agar nelayan bisa memodifikasi jaring "trawl" karena untuk membeli alat yang baru membutuhkan biaya yang tidak kecil. Usulan itu langsung ditolak Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bengkulu. "Tidak ada modifikasi, selama pakai alat wings dan stick serta mesin penarik jarring, maka itu disebut trawl," katanya.

Ia mengatakan, akibat penggunaan "trawl", pendapatan nelayan tradisional di Kota Bengkulu menurun drastis. Sebab, selain merusak terumbu karang, alat tangkap itu juga menangkap seluruh ukuran ikan, sehingga menghambat kelangsungan regenerasi ikan. Saat ini hanya ada 1.000 orang nelayan yang menggunakan "trawl", tapi dampaknya merugikan 23 ribu orang nelayan lainnya di provinsi tersebut.

Kondisi berbeda terjadi di Pantura Jawa, karena sebagian besar nelayan masih menggunakan modifikasi jaring "trawl" seperti cantrang, dogol, lamparan dan arad. Hanya sebagian kecil saja menggunakan alat tangkap lain. Di wilayah Indramayu sampai Cirebon, pada tahun 1995-an, operasi pembakaran jaring arad kerap dilakukan, namun kemudian berangsur semakin berkurang.

Saat ini penggunaan jaring cantrang oleh nelayan di Jawa Tengah semakin marak, bahkan angkanya mencapai 80 persen karena dianggap paling efektif untuk menghasilkan tangkapan yang banyak. Cantrang adalah alat penangkap ikan berbentuk kantong terbuat dari jaring dengan 2 (dua) panel dan tidak dilengkapi alat pembuka mulut jaring. Bentuk konstruksi cantrang tidak memiliki medan jaring atas, sayap pendek dan tali selambar panjang.

Rata-rata ukuran mata jaring cantrang yang digunakan adalah 1,5 inchi, dimana hal ini tidak sesuai dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 02 Tahun 2011, bahwa ukuran mata jaring cantrang yang diperbolehkan berukuran lebih dari 2 inci. Kecilnya mesh size inilah dikhawatirkan akan mengganggu kelestarian ikan karena ikut menjaring ikan muda yang masih berpotensi untuk tumbuh dan bertelur.

Pelarangan cantrang oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan melalui Permen KP nomor 2/2015, kemudian disambut demo besar-besaran nelayan di Pantura jawa khususnya di Jawa Tengah. Sebenarnya, Pemerintah melalui Keputusan Presiden (Keppres) RI Nomor 39/1980 telah melarang jaring trawl karena bisa membahayakan ekosistem laut, dan kembali ditegaskan melalui Undang-Undang Nomor 45 tahun 2010 tentang Perikanan

Sejumlah nelayan kemudian memodifikasi "trawl" menjadi cantrang, dogol, dan lamparan karena hanya alat tangkap itulah yang paling efektif untuk menangkap ikan di perairan Laut Jawa. Ketua Paguyuban Nelayan Batang Bersatu (PNBB) Kabupaten Batang, Jawa Tengah, berharap pemerintah membatalkan larangan penggunaan pukat hela dan cantrang.

"Sebagian besar nelayan di Pantura Jawa menggunakan kapal cantrang. Dampaknya pasti nelayan akan menganggur termasuk mereka yang bergelut dengan perikanan tangkap seperti karyawan TPI dan pabrik pengolahan ikan. Di sini saja ribuan jumlahnya ," katanya.

Ketua Paguyuban Nelayan Kota Tegal (PNKT) mengatakan, pelarangan cantrang sama saja dengan mematikan mata pencaharian nelayan. "Kalau nelayan tidak melaut lagi, mereka mau dikemanakan? Mereka tidak punya keterampilan lain selain mencari ikan di laut. Modal tidak ada, apalagi skill. Belum lagi yang terkena imbasnya para bakul yang jelas tidak akan mendapatkan ikan dari nelayan," katanya.

Menurutnya, cantrang adalah alat kerakyatan karena paling efektif untuk nelayan dengan modal kecil, bahkan dengan sistem cantrang, muncul usaha filet. Dengan jaring itu maka ikan-kan dasar (bottom fish) ataupun demersal fish dapat dengan mudah ditangkap, termasuk juga jenis-jenis udang (shrimp trawl, double ring shrimp trawl), dan juga jenis-jenis kerang.

Komposisi tangkapan cantrang antara lain ikan patek, kuniran, pe, manyung, utik, ngangas, bawal, tigawaja, gulamah, kerong-kerong, patik, sumbal, layur, remang, kembung, cumi, kepiting, rajungan, cucut dan lain sebagainya. Hasil tangkapan inilah yang menghidupi tempat pelelangan ikan dan sejumlah pedagang di pasar ikan yang tersebar di Pulau Jawa.

Selain itu menurut nelayan, luas area sapuan cantrang terbatas dan tingkat pengadukan serta penggarukan dasar perairan relatif kecil. Jaring cantrang tidak mempunyai kemampuan untuk bergerak saat menyangkut benda-benda dasar berukuran besar, seperti batuan karang sehingga tidak mengganggu ekosistem dasar yang biasanya merupakan tempat pemijahan ikan.

Dibanding "trawl", cantrang mempunyai bentuk yang lebih sederhana dan pada waktu penankapannya hanya menggunakan perahu motor ukuran kecil. Ditinjau dari keaktifan alat yang hampir sama dengan "trawl", maka cantrang adalah alat tangkap yang lebih memungkinkan untuk menggantikan "trawl" sebagai sarana untuk memanfaatkan sumber daya perikanan. (Ant/P3.17/P3.20)


Link: http://adf.ly/x4ff3
SHARE THIS POST:
FB Share Twitter Share

Blog Archive