Please disable ad-blocker to view this page



SITUS BERITA TERBARU

Dampak Sosial Pilkada Langsung

Thursday, September 11, 2014

Dinamika politik memang begitu kencang. Politik juga merupakan suatu seni untuk melakukan segala kemungkinan. Maka tak heran, bila hari ini kawan besok menjadi lawan ataupun sebaliknya. Bila hari ini mendukung A, besok bisa jadi menolak. Namun politik juga harus beretika, etikanya adalah tetap berpihak kepada kebenaran. Jadi manuver dalam berpolitik memang sah-sah, karena politik juga sebuah seni. Seni untuk mempengaruhi dan menguasai dan mempertahankan kekuasan.

Ketua Ketua Majelis Pertimbangan Partai DPP PAN, Amien Rais, menilai pemilihan kepala daerah melalui DPRD dapat menghindarkan adanya politik uang saat proses Pilkada. Bahkan, Amien mengaku menyesal atas pernyataannya dulu, yang percaya bahwa Pilkada secara langsung dipilih rakyat dapat memberantas tindakan kecurangan, seperti halnya politik uang untuk membeli suara rakyat.

"Jadi saya termasuk yang yakin sekali bahwa pemilihan langsung, politik uang bisa diatasi karena tidak mungkin puluhan atau ratusan juta lebih masyarakat dimainkan dengan uang. Tapi ternyata saya keliru," kata Amien di rumah Akbar Tandjung, jakarta Selatan, Rabu (10/9/2014) malam.

Sebagai sebuah eksperimen politik, diakui Pilkada lagsung sudah cukup. Di masa sebelumnya, paling tidak 5 tahun terakhir ini rakyat Indonesia disibukkan dengan Pemilu. Sepertinya tiada hari tanpa Pemilu, baik itu Pilkada, Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden. Pemilu demi pemilu ini telah membuat rakyat terengah-engah.

Apalagi Pilkada, pelaksanaan pemilihan kepala daerah secara langsung, banyak menimbulkan keburukan dibandingkan kebaikan. RUU Pilkada memang harus segera disahkan menjadi UU. Pilkada langsung itu sangat memakan biaya. Tak hanya biaya berupa uang, tapi ongkos sosialnya tinggi sekali. Pada pemilihan langsung ini muncul kerawanan, ada kiai pecah, pemuda berseteru, tokoh masyarakat juga terbagi dua.

Ternyata Pilkada Langsung tidak sesuai dengan ruh dan filosofi rakyat Indonesia. Dalam pelaksanaannya sifatnya sudah sangat liberal. Pilkada langsung ini tidak sesuai dengan jiwa dan semangat Pancasila, yakni sila ke-4 yang menyatakan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat dan kebijaksaan permusyawaratan perwakilan.


Selain itu ternyata Pilkada Langsung telah menumbuh suburkan praktik korupsi dan suap menyuap. Karena ongkos politik yang begitu mahal, membuka ruang bagi hadirnya calo-calo politik. Seorang yang merasa dekat dengan partai tertentu, maka menawarkan kepada orang yang akan menduduki jabatan tertentu dengan imbalan. Bahkan untuk mempertemukan calon dengan pejabat atau dengan elit partai, sudah ada 'harga'nya.

Pilkada langsung juga membuat masyarakat berbisnis yang semu, karena untuk kampanye butuh alat peraga yang harganya fantastis. Akibatnya rakyat berbisnis bukan bisnis yang sebenarnya tapi untuk kepentingan kampanye belaka. Misalnya bisnis cetakan menjadi marak. Bisnis kaos dan juga bendera sangat marak. Tapi hal ini justru dikategorikan sebagai pemborosan.
Selain itu pemandangan di jalan-jalan kita melihat, penuh dengan gambar dan foto-foto calon. Sehingga sangat merusak pemandangan. Petugas Pamong Praja pun mendapat tugas tambahan. Selain itu karena kapling yang terbatas, tak jarang berebut tempat strategis untuk memasang spanduk berujung pada perkelahian antar pendukung.
Belum lagi, Pilkada langsung ini memunculkan pengamat bayaran. Adanya ahli atau yang mengaku pakar, tapi ternyata dibayar untuk mempopulerkan seorang calon. Termasuk disini adalah munculnya lembaga-lembaga survei. Justru kehadiran lembaga survei banyak dipermasalahkan obyektifitasnya. Akibatnya demokrasi ditentukan oleh polling survei.
Jadi masalah penolakan RUU Pilkada ini memang bukan hanya masalah demokrasi dan konstitusi tapi memang karena adanya, order-order yang hilang. Kalau sudah begini permasalahan memang jadi tambah ruwet, Karena akhirnya uang lagi yang berbicara.

Sumber Terkait:
http://sindikasi.inilah..com/read/de...lkada-langsung
http://demokrasiindonesia.wordpress....kada-langsung/
http://infobanua.co.id/dampak-pilkad...psiko-politik/
http://nasional.kompas.com/read/2011...kada.Langsung.



Dikutip dari: http://adf.ly/rxRsT
SHARE THIS POST:
FB Share Twitter Share

Blog Archive