SITUS BERITA TERBARU

[Beranikah?] SBY Ditantang Keluarkan Dekrit Batalkan UU Pilkada

Monday, September 29, 2014
JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ditantang untuk mengeluarkan dekrit yang membatalkan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah. Undang-Undang tersebut memuat poin bahwa mekanisme pemilihan kepala daerah dilakukan melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).

"SBY berani enggak keluarkan dekrit presiden untuk kembali pada undang-undang sebelumnya dan membatalkan undang-undang pilkada. Keluarkan saja dekrit, kita pengen tahu, berani enggak," ucap mantan koordinator Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Chalid Muhammad dalam jumpa pers di Jakarta, Ming (29/9/2014).

Chalid menggelar jumpa pers atas nama Gerakan Dekrit Rakyat Indonesia bersama dengan Ray Rangkuti, Romo Benny Susatyo, Sri Palupi, Yati Andrianti, dan Arif Susanto.

Menurut Chalid, jika serius mendukung pilkada langsung, SBY harus menggunakan kekuasaannya sebagai presiden untuk mengeluarkan dekrit yang membatalkan UU Pilkada. Langkah ini dianggapnya perlu mengingat begitu besar penolakan masyarakat terhadap UU tersebut.

"Maka UU itu harus dikembalikan pada yang sebelumnya dan dianulir. Itu saja. Itu konstitusional. Itu bukti keseriusan," sambung Chalid.

Mantan pengajar di Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Sultan Adam Banjarmasin ini meragukan pernyataan SBY yang berjanji akan menggugat UU Pilkada ke Mahkamah Konstitusi atau Mahkamah Agung.

Menurut dia, rencana SBY untuk mengugat ini tidak masuk akal meskipun selaku warga negara SBY bisa melakukan hal tersebut.

Chalid menilai, SBY seharusnya tidak perlu menggugat UU Pilkada karena dia sesungguhnya memiliki kekuatan untuk memperjuangkan pilkada secara langsung saat UU tersebut belum disahkan.

Selaku presiden, menurut dia, SBY bisa mencabut usulan pemerintah yang mulanya meminta pilkada dilakukan melalui DPRD.

"Inisiatif datang dari pemerintah di mana dia, presiden, dibawa ke parlemen, seharusnya RUU (rancangan undang-undang) itu enggak lolos artinya pilkada langsung terus dilakukan," kata Chalid.

Di samping itu, menurut dia, SBY selaku Ketua Umum Partai Demokrat sedianya bisa memerintahkan anggota fraksi Demokrat di DPR agar memperjuangkan pilkada langsung.

Namun kenyataannya, anggota fraksi Demokrat walk out dalam rapat paripurna pembahasan RUU Pilkada dengan dalih bahwa opsi ketiganya, yakni pilkada langsung dengan 10 syarat, tak diakomodasi secara penuh dalam draf RUU itu.

"Sebagai ketum (ketua umum), dia (SBY) punya power untuk katakan fight all out (berjuang sekuat tenaga) untuk memperjuangkan pemilihan langsung, (tapi) dia tidak gunakan power itu, kemudian sekarang mau menggunakan power lemah sebagai rakyat untuk menggugat, ini logikanya di mana?" ucap Chalid.

Seperti diketahui, RUU Pilkada dengan model pemilihan melalui DPRD disahkan dalam forum rapat paripurna, Jumat dini hari tadi, melalui voting yang dimenangkan oleh Koalisi Merah Putih.

Sebelum voting dilakukan, Demokrat melakukan aksi walkout dengan dalih bahwa opsi ketiganya, yakni pilkada langsung dengan 10 syarat, tak diakomodasi secara penuh dalam draf RUU itu.

Menanggapi disahkannya RUU ini, Presiden SBY mengaku kecewa dengan proses politik di DPR yang tidak memfasilitasi syarat Fraksi Demokrat untuk RUU Pilkada yang baru disahkan. Ia pun menyebut akan menggugat UU Pilkada ke Mahkamah Konstitusi atau Mahkamah Agung. SBY juga mengaku tidak tahu mengenai rencana walk out kader Demokrat.

Gerakan Dekrit Rakyat Indonesia menilai sikap SBY ini hanya sandiwara. Menurut mereka, SBY adalah dalang di balik walk out-nya para anggota fraksi Demokrat. SBY, menurut mereka, sejak awal menginginkan pilkada melalui DPRD.

sumber

kenapa ane bilang wakil rakyat tidak berhak untuk mewakili rakyat memilih pemimpin daerah

anggota DPR itu bukan perwakilan rakyat tetapi lebih resprentasi dari partai.

memang mereka ini di pilih oleh rakyat namun secara praktikal mereka diharuskan membela kepentingan partai ketimbang kepentingan rakyat.

mereka diwajibkan untuk mengikuti kemauan partai ketimbang hati nurani mereka karena apabila mereka berseberangan dengan partai walaupun mengikuti hati nurani mereka maka yang terjadi adalah diberikan sanksi sampai pemecatan dari partai

contoh :

wakil rakyat dari fraksi golkar ada beberapa yang berbeda alur dengan fraksi golkar dalam sidang paripurna UU pilkada kemarin maka sanksi siap menanti.

wakil dari golkar yang menolak pilkada oleh dprd juga merupakan resprentasi dari rakyat ada yang juga tidak setuju pemilihan langsung oleh DPRD dilakukan. namun di berikan sanksi oleh partai

Ahok yang kader gerindra tidak sejalan dengan partai dalam masalah pilkada ini. apakah ahok tidak mewakili aspirasi banyak orang? namun ketika lantang menolak muncul lah hujat2an dari partai yang menaungi nya untuk memecat beliau.

contoh Pilkada DKI. seharus nya apabila pilkada di pilih oleh DPRD maka yang menjadi pemenang nya adalah Foke Nara karena koalisi mereka memiliki jumlah kursi yang paling banyak ketimbang Jokowi - Ahok.

namun setelah di lakukan pemilihan langsung dan ketahuan keinginan warga jakarta lebih besar untuk di pimpin oleh Jokowi - Ahok yang menang.

kalau kita melihat prosentase jumlah keterwakilan dari kursi pendukung maka seharus nya prosentase dari pemilih langsung banyakan foke - nara bahkan seharus nya seandai nya benar2 anggota DPRD adalah resprentasi oleh warga jakarta, maka foke - nara akan menang telak pada pilkada DKI karena yang milih wakil rakyat yang mendukung foke - nara jauh lebih besar.

di rakyat sendiri ada yang setuju dan tidak. namun kalo sudah berada dalam partai yang ada harus mengikuti keinginan partai satu A semua harus A satu B semua harus B. padahal yang memilih mereka ini pasti ada kubu A dan kubu B juga.

lebih cocok disebut wakil rakyat ataukah wakil partai?

paling benar adalah one man one vote karena kalo udah DPRD yang milih makan gak ada lagi one man one vote yang ada lah adalah kepentingan partai yang vote karena kalo tidak sejalan dengan partai maka sanksi akan menanti?

masih berani ngaku wakil rakyat?

di Kaskus saja ada yang pro dan ada yang kontra sementara kalo pro dan kontra didalam fraksi yang sama maka sanksi hukuman sudah menunggu. padahal di kalangan pemilih mereka juga pasti ada yang pro dan kontra namun karena partai mengharus kan ikut ke A atau B maka mau gak mau mereka ikutin kemauan partai.

Wakil Rakyat?

Wakil Partai kali yang paling bener


Link: http://adf.ly/sRFGR
SHARE THIS POST:
FB Share Twitter Share

Blog Archive