
"Karena bisa saja ke depan, dengan kekuatan politik yang berubah-rubah, Aceh juga terkena imbasnya," kata Alfian, Koordinator Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA), dalam diskusi para aktivis di kantor MaTA Banda Aceh, Selasa, 16 September 2014.
Taufik Abda, aktivis Aceh lainnya, Aceh berkepentingan untuk tetap mempertahankan pilkada langsung. Menurut dia, pelaksanaan pilkada langsung di Aceh adalah bagian dari semangat perdamaian yang dicapai pada Agustus 2005. Dalam pelaksanaan pilkada, Aceh disebutkan lebih maju dari daerah lain, karena memiliki tiga mekanisme perekrutan calon kepala daerah; yaitu melalui partai lokal, partai nasional, maupun koalisi serta perseorangan.
Pakar hukum dari Universitas Syah Kuala yang juga Kepala Ombudsman Perwakilan Aceh, Dr Taqwaddin, menilai secara kewenangan, DPRD bukanlah ditugaskan untuk memilih kepala daerah. Rakyat hanya mendelegasikan tiga hal kepada wakilnya di DPRD, yaitu fungsi legislasi, budgeting, dan pengawasan. "Tidak secara keseluruhan delegasi keterwakilannya," ujarnya.
Terkait dengan strategi yang perlu disiapkan, dia menyarankan beberapa hal sesuai dengan perspektif hukum. Undang-undang hanya produk politik yang bisa dihilangkan dengan gerakan politik, gerakan sosial, dan pendekatan hukum. "Misalnya melakukan judicial review dan juga massa masif yang turun ke jalan menuntut keinginannya," katanya.
SUMBER
Dikutip dari: http://adf.ly/s6irU


