(
MUAK (www.tempo.co)
TEMPO.CO, Manila - Meski dilandasi penuh rasa curiga, Presiden Filipina Benigno Aquino menyerukan pemberian status otonomi untuk wilayah selatan yang dihuni mayoritas muslim atau wilayah Bangsamoro.
Seruan ini dilontarkan Aquino untuk mengakhiri pemberontakan oleh Front Pembebasan Islam Moro (MILF) yang sudah berlangsung 45 tahun. Ia menyuarakan pembentukan otonomi di kawasan selatan Filipina itu pada Rabu, 25 Februari 2015, saat peringatan 29 tahun aksi "People Power" untuk mengakhiri rezim diktator Filipina, Ferdinand Marcos.
Pemberontakan selama hampir setengah abad itu mengakibatkan 120 ribu orang tewas, dua juta orang mengungsi, dan masyarakat hidup melarat meski kawasan ini kaya sumber daya alam.
Menurut Aquino, pemberian status otonomi menjadi satu-satunya cara membangun perdamaian di kawasan itu. Semua orang, ujar dia, bertanggung jawab untuk mengusahakan perdamaian.
Seruan Aquino tak mendapat dukungan dari Senat dan parlemen. Apalagi setelah pertempuran antara pasukan pemerintah dan milisi MILF di Mindanao pada 25 Januari 2015 yang menewaskan 44 polisi dan 18 pemberontak.
Dua lembaga legislatif ini juga membatalkan pembahasan rancangan undang-undang untuk otonomi wilayah tersebut atau Undang-Undang Dasar Bangsamoro setelah pecahnya pertempuran tersebut.
Bahkan sejumlah legislator, tokoh agama Katolik, dan kelompok masyarakat sipil mendesak Aquino mundur dari jabatannya karena dianggap tak mampu menyelesaikan konflik.
Seorang analis dari Institut Reformasi Politik dan Pemilihan, Earl Parreno, menuturkan usulan Aquino itu sangat berisiko. "Aquino sedang bermain judi," ujar Earl. "Saya tidak melihat ada situasi yang sama-sama menyenangkan bagi kedua pihak."
Kalau sudah tak ada kecocokan di antara kita, sebaiknya memilih jalan sendiri2
Link: http://adf.ly/14ALD5
MUAK (www.tempo.co)
TEMPO.CO, Manila - Meski dilandasi penuh rasa curiga, Presiden Filipina Benigno Aquino menyerukan pemberian status otonomi untuk wilayah selatan yang dihuni mayoritas muslim atau wilayah Bangsamoro.
Seruan ini dilontarkan Aquino untuk mengakhiri pemberontakan oleh Front Pembebasan Islam Moro (MILF) yang sudah berlangsung 45 tahun. Ia menyuarakan pembentukan otonomi di kawasan selatan Filipina itu pada Rabu, 25 Februari 2015, saat peringatan 29 tahun aksi "People Power" untuk mengakhiri rezim diktator Filipina, Ferdinand Marcos.
Pemberontakan selama hampir setengah abad itu mengakibatkan 120 ribu orang tewas, dua juta orang mengungsi, dan masyarakat hidup melarat meski kawasan ini kaya sumber daya alam.
Menurut Aquino, pemberian status otonomi menjadi satu-satunya cara membangun perdamaian di kawasan itu. Semua orang, ujar dia, bertanggung jawab untuk mengusahakan perdamaian.
Seruan Aquino tak mendapat dukungan dari Senat dan parlemen. Apalagi setelah pertempuran antara pasukan pemerintah dan milisi MILF di Mindanao pada 25 Januari 2015 yang menewaskan 44 polisi dan 18 pemberontak.
Dua lembaga legislatif ini juga membatalkan pembahasan rancangan undang-undang untuk otonomi wilayah tersebut atau Undang-Undang Dasar Bangsamoro setelah pecahnya pertempuran tersebut.
Bahkan sejumlah legislator, tokoh agama Katolik, dan kelompok masyarakat sipil mendesak Aquino mundur dari jabatannya karena dianggap tak mampu menyelesaikan konflik.
Seorang analis dari Institut Reformasi Politik dan Pemilihan, Earl Parreno, menuturkan usulan Aquino itu sangat berisiko. "Aquino sedang bermain judi," ujar Earl. "Saya tidak melihat ada situasi yang sama-sama menyenangkan bagi kedua pihak."
Kalau sudah tak ada kecocokan di antara kita, sebaiknya memilih jalan sendiri2
Link: http://adf.ly/14ALD5