Merdeka.com - UU Nomor 4 tahun 2009 tentang mineral dan batu bara memaksa CEO Freeport-McMoRan Copper & Gold Inc Richard C. Adkerson terbang dari markas besarnya di New York ke Indonesia. Alasannya satu, perusahaan tambang terbesar di dunia itu keberatan dengan aturan main yang ada dalam UU tersebut. Mulai dari larangan ekspor bahan mentah hingga kewajiban membangun pabrik pengolahan dan pemurnian atau yang lebih dikenal dengan smelter.
Tidak hanya itu, peraturan menteri keuangan tentang bea keluar ekspor konsentrat sebesar 60 persen juga membuat bos Freeport pusing. Dia mengeluhkan biaya ekspor bahan konsentrat yang dinilai terlalu tinggi.
Dua hari terakhir Richard rajin menyambangi menteri-menteri terkait penerapan aturan-aturan ini. Mulai dari Menteri Perindustrian MS Hidayat, Menteri Keuangan Chatib Basri, Menko Perekonomian Hatta Rajasa dan terakhir Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik. Tujuannya melobi pemerintah untuk mendapatkan keringanan bea keluar ekspor konsentrat.
Ketika aturan pajak ekspor berlaku, Freeport kena tanggungan bea keluar 25 persen, lantaran produk konsentrat tembaga mereka baru diolah hingga kadar 30 persen. Besarannya bisa meningkat hingga 60 persen, jika perusahaan beroperasi di Timika, Papua ini tak juga mengolah konsentrat mereka hingga 100 persen sampai dua tahun mendatang.
Setelah menemui Chatib Basri, wajah Richard nampak murung dan tak bersemangat. Pun demikian sesuai menemui Menteri ESDM Jero Wacik. Lobi Freeport gagal. Permintaan keringanan bea keluar tidak dikabulkan pemerintah.
Menteri Keuangan Chatib Basri menegaskan bea keluar merupakan disinsentif supaya perusahaan tambang membangun instalasi pengolahan alias smelter. Jika smelter sudah dibangun, minimal ditandai dengan groundbreaking, otomatis pajak ekspor tak dikenakan lagi.
Jika memang perusahaan Amerika Serikat itu ingin terbebas dari bea keluar, minimal smelter harus dibangun. "Kebijakan ini dibuat supaya orang bangun smelter, kalau smelter enggak ada, BK-nya tetap ada. Tentu ketika kita bicara komitmen soal smelter jika sudah mulai pembangunan," ujarnya di kantornya, Jakarta, Kamis (30/1).
Chatib mengatakan, pihaknya tetap dalam posisi menjalankan bea keluar ekspor mineral. Kebijakan ini menyasar produk-produk yang selama ini kadar pengolahannya rendah, terutama batu bara, tembaga, nikel, dan bauksit.
"Kalau seperti emas, yang rata-rata sudah tahap pemurnian, enggak kita kenakan BK. Karena tujuan aturan ini bukan untuk mencari duit. Jadi tujuannya bukan kepada perusahaan, tapi lebih kepada produknya".
Dirjen Minerba Kementerian ESDM R Sukhyar menegaskan, pemerintah tidak akan memberikan keringanan terkait bea keluar (BK) mineral mentah kepada perusahaan tambang yang tak serius membangun pabrik pengolahan dan pemurnian atau smelter.
Ini berlaku untuk semua perusahaan tambang, tidak terkecuali Freeport yang tengah melobi pemerintah meminta keringanan.
"BK (bea keluar) harus tetap dilaksanakan," ujar Sukhyar.
Sukhyar membenarkan Freeport mendatangi Kementerian ESDM untuk menyatakan keberatan terkait penerapan larangan ekspor mineral. Keberatan itu termasuk dengan penerapan bea keluar.
"Tapi kan sudah disampaikan ke pak Chatib Basri, itu urusan pak Chatib Basri," ungkap dia.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa juga menginsyaratkan menolak permintaan Freeport-McMoRan Copper & Gold Inc soal pelonggaran bea keluar ekspor mineral progresif. Beleid yang memaksa pengusaha tambang membangun smelter ini menurutnya tetap dijalankan sesuai rencana sampai 2017.
"Sejauh ini belum ada perubahan apa-apa. Intinya adalah bagaimana smelter dibangun secepat mungkin karena itu perintah undang-undang," tegas Hatta.
http://www.merdeka.com/uang/jauh-jau...gal-total.html
Tidak hanya itu, peraturan menteri keuangan tentang bea keluar ekspor konsentrat sebesar 60 persen juga membuat bos Freeport pusing. Dia mengeluhkan biaya ekspor bahan konsentrat yang dinilai terlalu tinggi.
Dua hari terakhir Richard rajin menyambangi menteri-menteri terkait penerapan aturan-aturan ini. Mulai dari Menteri Perindustrian MS Hidayat, Menteri Keuangan Chatib Basri, Menko Perekonomian Hatta Rajasa dan terakhir Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik. Tujuannya melobi pemerintah untuk mendapatkan keringanan bea keluar ekspor konsentrat.
Ketika aturan pajak ekspor berlaku, Freeport kena tanggungan bea keluar 25 persen, lantaran produk konsentrat tembaga mereka baru diolah hingga kadar 30 persen. Besarannya bisa meningkat hingga 60 persen, jika perusahaan beroperasi di Timika, Papua ini tak juga mengolah konsentrat mereka hingga 100 persen sampai dua tahun mendatang.
Setelah menemui Chatib Basri, wajah Richard nampak murung dan tak bersemangat. Pun demikian sesuai menemui Menteri ESDM Jero Wacik. Lobi Freeport gagal. Permintaan keringanan bea keluar tidak dikabulkan pemerintah.
Menteri Keuangan Chatib Basri menegaskan bea keluar merupakan disinsentif supaya perusahaan tambang membangun instalasi pengolahan alias smelter. Jika smelter sudah dibangun, minimal ditandai dengan groundbreaking, otomatis pajak ekspor tak dikenakan lagi.
Jika memang perusahaan Amerika Serikat itu ingin terbebas dari bea keluar, minimal smelter harus dibangun. "Kebijakan ini dibuat supaya orang bangun smelter, kalau smelter enggak ada, BK-nya tetap ada. Tentu ketika kita bicara komitmen soal smelter jika sudah mulai pembangunan," ujarnya di kantornya, Jakarta, Kamis (30/1).
Chatib mengatakan, pihaknya tetap dalam posisi menjalankan bea keluar ekspor mineral. Kebijakan ini menyasar produk-produk yang selama ini kadar pengolahannya rendah, terutama batu bara, tembaga, nikel, dan bauksit.
"Kalau seperti emas, yang rata-rata sudah tahap pemurnian, enggak kita kenakan BK. Karena tujuan aturan ini bukan untuk mencari duit. Jadi tujuannya bukan kepada perusahaan, tapi lebih kepada produknya".
Dirjen Minerba Kementerian ESDM R Sukhyar menegaskan, pemerintah tidak akan memberikan keringanan terkait bea keluar (BK) mineral mentah kepada perusahaan tambang yang tak serius membangun pabrik pengolahan dan pemurnian atau smelter.
Ini berlaku untuk semua perusahaan tambang, tidak terkecuali Freeport yang tengah melobi pemerintah meminta keringanan.
"BK (bea keluar) harus tetap dilaksanakan," ujar Sukhyar.
Sukhyar membenarkan Freeport mendatangi Kementerian ESDM untuk menyatakan keberatan terkait penerapan larangan ekspor mineral. Keberatan itu termasuk dengan penerapan bea keluar.
"Tapi kan sudah disampaikan ke pak Chatib Basri, itu urusan pak Chatib Basri," ungkap dia.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa juga menginsyaratkan menolak permintaan Freeport-McMoRan Copper & Gold Inc soal pelonggaran bea keluar ekspor mineral progresif. Beleid yang memaksa pengusaha tambang membangun smelter ini menurutnya tetap dijalankan sesuai rencana sampai 2017.
"Sejauh ini belum ada perubahan apa-apa. Intinya adalah bagaimana smelter dibangun secepat mungkin karena itu perintah undang-undang," tegas Hatta.
http://www.merdeka.com/uang/jauh-jau...gal-total.html