Alih Sewa Rusun Marunda Libatkan Oknum Dinas Perumahan
Rumah Hidroponik di depan rumah susun Marunda, Cilincing, Jakarta Utara, yang telah rampung dan siap digunakan, Selasa (18/2/2014)
JAKARTA, KOMPAS.com - Praktik alih sewa rumah susun sewa yang terjadi di Rumah Susun Sederhana Sewa Marunda diakui secara terang-terangan oleh SL (62), salah satu calo yang masih aktif menawarkan rusun tersebut. Ia mengatakan, alih sewa rusun itu melibatkan oknum dari Dinas Perumahan dan Bangunan DKI Jakarta untuk memuluskan jalan bagi calon penghuni yang ingin menyewa atau membeli unit rusun.
"Mau beli atau menyewa, kalau mau beli saya bisa urus ke dinas di Jatibaru, nanti ketemu Pak IR. Tenang, sama dia tidak usah takut," ujar SL di Rusun Marunda Jakarta Utara, Kamis (27/2/2014) siang.
Ia mengatakan, para calon penghuni bisa memilih untuk menyewa dengan cara mengontrak atau membeli unit rusun tersebut untuk mendapatkan hak milik unit rusun. "Kalau sewa ada dua kategori, yang keramik itu Rp 1,5 juta per bulan, sedangkan kalau yang tidak keramik Rp 750.000," ujarnya.
Menurut SL, agar dapat memiliki unit rusun, calon penghuni cukup membayar Rp 20 juta untuk unit rusun yang sudah berkeramik. Adapun untuk unit belum berkeramik, calon penghuni harus membayar sebesar Rp 15 juta.
"Tinggal persyaratan KTP, KK, dan materai Rp 6.000 nanti urus ke Pak IR itu," kata SL.
SL mengaku selama ini ia sering menyewakan rusun kepada mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP). Menurut SL, mahasiswa tingkat taruna biasanya menyewa satu unit rusun untuk dihuni hingga 10 orang. Adapun mahasiswa tingkat perwira biasanya membawa keluarganya.
SL tidak memungkiri bahwa praktik alih sewa yang ia lakukan tersebut melanggar peraturan yang ada. "Sudah menjadi rahasia umum itu, mah," ucapnya.
Sementara itu, HK (40), salah satu mahasiswa STIP dengan pangkat perwira, belum lama menempati sebuah unit rusun di sana bersama istri dan dua anaknya. Ia mendapatkan rusun itu dari saudaranya yang sudah terlebih dahulu menyewa unit rusun tersebut.
"Saya juga bingung, baru tinggal 3 hari tiba-tiba sudah ada penyegelan di mana-mana," ujarnya.
HK mengaku meneruskan masa sewa rusun saudaranya dengan biaya sebesar Rp 300.000 per bulan. Meskipun sudah diberi segel berwarna putih, yang berarti dalam pengawasan, unit rusun tersebut tetap ia tempati bersama keluarganya.
Wali Kota Jakarta Utara Heru Budi Hartono menegaskan bakal menindak oknum yang bermain dalam sewa jual beli unit Rusunawa Marunda. "Saya sudah berkoordinasi dengan Polres dan trantib untuk mengeluarkan warga yang tidak berhak tinggal di situ. Saya imbau agar tidak main-main di Rusun Marunda," ujarnya.
Tak hanya itu, ia pun mendukung pihak berwajib untuk menindak siapa pun yang berkongkalikong dalam alih sewa di Rusunawa Marunda.
Pulang kampung
MH, seorang warga yang tinggal di klaster tersebut, mengatakan, semenjak adanya penyegelan, tidak ada mahasiswa STIP yang berani menyewa unit di Klaster A. Menurutnya, mahasiswa tersebut banyak yang pergi ke rumah saudaranya, bahkan ada yang pulang ke kampung halamannya.
MH mengaku kehadiran para mahasiswa-mahasiswa itu sering menimbulkan kegaduhan yang mengganggu penghuni rusun. "Waktu masih disini mereka berisik tiap malam nyanyi tidak jelas pakai gitar," ujarnya.
Ia merasa bersyukur dengan adanya penyegelan tersebut, sehingga tidak ada lagi praktik alih sewa rusun lagi. Kendati begitu, ia mengakui di blok lain masih terjadi praktik alih sewa, bahkan jual beli pun ada. "Masih banyak mahasiswa STIP yang tinggal di Blok Hiu, Pari, Bandeng, dan lainnya," ujarnya.
Pantauan Kompas.com di Klaster A Blok 1 lantai 4, terlihat 5 unit rusun yang sudah disegel dan tidak ada penghuninya. Pada 2 unit rusun, tertulis dalam pengawasan dan sudah digembok. Tiga 3 unit lainnya, ada tanda dengan kertas putih bertuliskan dalam pengawasan sejak 25 Januari 2014.
Sumber:
http://megapolitan.kompas.com/read/2...inas.Perumahan
Tangkap dan ditindak keras semua oknum yg terlibat dan juga para calo serta warga yg menjual ato menyewakannya.....
Rumah Hidroponik di depan rumah susun Marunda, Cilincing, Jakarta Utara, yang telah rampung dan siap digunakan, Selasa (18/2/2014)
JAKARTA, KOMPAS.com - Praktik alih sewa rumah susun sewa yang terjadi di Rumah Susun Sederhana Sewa Marunda diakui secara terang-terangan oleh SL (62), salah satu calo yang masih aktif menawarkan rusun tersebut. Ia mengatakan, alih sewa rusun itu melibatkan oknum dari Dinas Perumahan dan Bangunan DKI Jakarta untuk memuluskan jalan bagi calon penghuni yang ingin menyewa atau membeli unit rusun.
"Mau beli atau menyewa, kalau mau beli saya bisa urus ke dinas di Jatibaru, nanti ketemu Pak IR. Tenang, sama dia tidak usah takut," ujar SL di Rusun Marunda Jakarta Utara, Kamis (27/2/2014) siang.
Ia mengatakan, para calon penghuni bisa memilih untuk menyewa dengan cara mengontrak atau membeli unit rusun tersebut untuk mendapatkan hak milik unit rusun. "Kalau sewa ada dua kategori, yang keramik itu Rp 1,5 juta per bulan, sedangkan kalau yang tidak keramik Rp 750.000," ujarnya.
Menurut SL, agar dapat memiliki unit rusun, calon penghuni cukup membayar Rp 20 juta untuk unit rusun yang sudah berkeramik. Adapun untuk unit belum berkeramik, calon penghuni harus membayar sebesar Rp 15 juta.
"Tinggal persyaratan KTP, KK, dan materai Rp 6.000 nanti urus ke Pak IR itu," kata SL.
SL mengaku selama ini ia sering menyewakan rusun kepada mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP). Menurut SL, mahasiswa tingkat taruna biasanya menyewa satu unit rusun untuk dihuni hingga 10 orang. Adapun mahasiswa tingkat perwira biasanya membawa keluarganya.
SL tidak memungkiri bahwa praktik alih sewa yang ia lakukan tersebut melanggar peraturan yang ada. "Sudah menjadi rahasia umum itu, mah," ucapnya.
Sementara itu, HK (40), salah satu mahasiswa STIP dengan pangkat perwira, belum lama menempati sebuah unit rusun di sana bersama istri dan dua anaknya. Ia mendapatkan rusun itu dari saudaranya yang sudah terlebih dahulu menyewa unit rusun tersebut.
"Saya juga bingung, baru tinggal 3 hari tiba-tiba sudah ada penyegelan di mana-mana," ujarnya.
HK mengaku meneruskan masa sewa rusun saudaranya dengan biaya sebesar Rp 300.000 per bulan. Meskipun sudah diberi segel berwarna putih, yang berarti dalam pengawasan, unit rusun tersebut tetap ia tempati bersama keluarganya.
Wali Kota Jakarta Utara Heru Budi Hartono menegaskan bakal menindak oknum yang bermain dalam sewa jual beli unit Rusunawa Marunda. "Saya sudah berkoordinasi dengan Polres dan trantib untuk mengeluarkan warga yang tidak berhak tinggal di situ. Saya imbau agar tidak main-main di Rusun Marunda," ujarnya.
Tak hanya itu, ia pun mendukung pihak berwajib untuk menindak siapa pun yang berkongkalikong dalam alih sewa di Rusunawa Marunda.
Pulang kampung
MH, seorang warga yang tinggal di klaster tersebut, mengatakan, semenjak adanya penyegelan, tidak ada mahasiswa STIP yang berani menyewa unit di Klaster A. Menurutnya, mahasiswa tersebut banyak yang pergi ke rumah saudaranya, bahkan ada yang pulang ke kampung halamannya.
MH mengaku kehadiran para mahasiswa-mahasiswa itu sering menimbulkan kegaduhan yang mengganggu penghuni rusun. "Waktu masih disini mereka berisik tiap malam nyanyi tidak jelas pakai gitar," ujarnya.
Ia merasa bersyukur dengan adanya penyegelan tersebut, sehingga tidak ada lagi praktik alih sewa rusun lagi. Kendati begitu, ia mengakui di blok lain masih terjadi praktik alih sewa, bahkan jual beli pun ada. "Masih banyak mahasiswa STIP yang tinggal di Blok Hiu, Pari, Bandeng, dan lainnya," ujarnya.
Pantauan Kompas.com di Klaster A Blok 1 lantai 4, terlihat 5 unit rusun yang sudah disegel dan tidak ada penghuninya. Pada 2 unit rusun, tertulis dalam pengawasan dan sudah digembok. Tiga 3 unit lainnya, ada tanda dengan kertas putih bertuliskan dalam pengawasan sejak 25 Januari 2014.
Sumber:
http://megapolitan.kompas.com/read/2...inas.Perumahan
Tangkap dan ditindak keras semua oknum yg terlibat dan juga para calo serta warga yg menjual ato menyewakannya.....