Ketua Panja RUU Pilkada Abdul Hakam Naja mengatakan, dalam aturan di RUU Pilkada, sedarah satu tingkat dilarang ikut pilkada di daerah yang sama. Misalnya, seorang anak, adik, kakak, ayah atau ibu tak boleh ikut pilkada gantikan incumbent di pilkada.
Kecuali, seseorang yang sedarah satu tingkat boleh maju di Pilkada dengan jabatan yang berbeda. Contohnya, ayahnya menjabat bupati, anaknya boleh ikut pilkada untuk posisi wakil bupati.
"Boleh untuk jabatan yang tidak sama di wilayah yang sama. Yang tidak boleh itu jabatan sama wilayah yang sama," kata Hakam di Gedung DPR, Kamis (11/9) malam.
Akan tetapi, lanjut Hakam, bagi saudara yang sedarah tidak satu tingkat boleh saja maju. Saudara yang tidak satu tingkat misalnya, cucu, ipar, keponakan atau mertua.
"Misalnya saya seorang bupati, cucu saya boleh saja maju sebagai calon bupati," imbuhnya.
Dalam pembahasannya tak semua fraksi kompak. Fraksi PDIP dan Golkar tak setuju dengan mekanisme ini.
Rencananya, pada tanggal 23 September RUU Pilkada memasuki tahap final pembahasan bersama Menteri Dalam Negeri. Kemudian akan disahkan pada 25 September di paripurna.
padahal kan bagus buat mencegah kronisme kekuasaan di daerah.
misal : bapaknya jadi gubernur 2 periode, lalu mewariskan cabup ke istrinya. setelah istrinya dapat lalu saudaranya. setelah itu anaknya nanti ke iparnya, lalu ke cucunya

harusnya malah yang sedarah dan tidak setingkat dilarang semua. banyak sekali bupati kita yang jadi bupati hanya karena "prestasinya" adalah karena jadi keluarga si bupati sebelumnya

Dikutip dari: http://adf.ly/rz8rJ


