Hal itu sudah terjadi sangat lama, dan belum ada yang menghentikan. Begitulah di antara respons para mahasiswa penerima beasiswa Dikti, menyusul tulisan yang diekspose oleh Zulfikar Akbar sebelumnya di Kompasiana.
Di antara yang turut merespons tulisan itu adalah Koordinator Overseas Indonesian Students Association Alliance (OISAA), atau PII Dunia, Pan Mohamad Faiz.
"Kandidat Ph.D di Queensland University ini, menimpali dengan me-mention akun Twitter saya, @zoelfick, bahwa ia membenarkan bahwa praktik-praktik keculasan itu sudah lama terjadi," kata Zulfikar.
Tanggapan dari Koordinator PPI Dunia tersebut datang, setelah Burhanuddin Muhtadi, Direktur Eksekutif Indonesian Political Indicator, meneruskan obrolan via Twitter seputar tulisan berjudul Skandal Dikti: Ironi Kuliah di Luar Negeri.
Ia melakukan langkah itu, karena Burhanuddin sendiri berterus terang bukan penerima beasiswa Dikti.
"Ringkasnya, sembilan dari 10 yang menghubungi saya via Twitter, membenarkan praktik culas yang kerap dengan aman dilakukan pihak DIKTI."
Menurut dia, komentar-komentar itu pada intinya lagi-lagi mengiyakan dan juga menunjukkan berbagai keculasan yang selama ini dilakukan Dikti.
Terdapat juga pemberi tanggapan lain yang lebih beragam, mengungkapkan kekesalan memperlihatkan kecurigaannya apa yang menjadi alasan Dikti terkesan menunda jatah beasiswa tersebut. Berikut beberapa tanggapan itu.
"Saya tidak merekomendasikan lagi beasiswa dikti untuk teman2 saya yang akan kuliah di LN. Daripada menjadi pikiran, padahal beban untuk lulus saja sudah berat, kenapa si pengelola tidak paham hal seperti ini? Apa mereka tidak pernah juga kuliah di luar negeri, tidak ada empatinya sama sekali," demikian tulis @shevahiroabout.
"Ini benar sekali, teman saya yg lagi S3 di Prancis mengeluh beasiswa dari Dikti tidak turun-turun beberapa bulan. Kasihan kesulitan uang. Dikti cuman memberi janji-janji palsu," kata @djay_kdiabout.
"Beasiswa selalu telat. Sampai stres mikirin kebutuhan sehari-hari di negeri orang. Bagi dosen yang mau daftar beasiswa LN Dikti entar saja tunggu sampai ada perbaikan sistem, daripada terlantar di negeri orang. Dikti oh Dikti bikin banyak dosen yang lagi kuliha di LN menderita berkepanjangan," ucap @yumi26.
Dari berbagai komentar itu, Zul menyimpulkan bahwa keran untuk para mahasiswa berbicara cenderung tertutup.
"Sedikitnya, respons dari PPI Dunia via akun Twitter saya, menunjukkan "good will" bahwa mereka tidak akan diamkan tindakan semena-mena dari pihak Dikti. Paling tidak, begitulah yang sama simak dari apa yang dituliskan dalam cuit Koordinator PPI Dunia ke saya."
Zul mengaku tidak memiliki motivasi apa-apa, kecuali berharap kasus seperti ini tidak terjadi lagi. Selain juga berharap agar mereka yang sedang belajar di luar negeri--juga di dalam negeri--tidak lagi dijadikan "victim".
Menanggapi kasus di atas, Dikti berjanji secepatnya merampungkan masalah tersebut. [Baca: Dikti Janjikan Dana Pendidikan Cair Selambatnya September]
Direktur Pendidik dan Tenaga Kependidikan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dikti) Kemendikbud Supriyadi telah lama menyadari adanya kendala dalam program beasiswa di luar negeri.
Menurut dia, ada beberapa faktor yang menyebabkan pencairan dana untuk penerima beasiswa terlambat selama beberapa bulan.
Sumber
Keluhan di atas merupakan curahan hati salah seorang penerima beasiswa Ditjen Dikti Kemendikbud. Memasuki tahun kedua tinggal di negeri orang dengan menggantungkan hidup dari dana beasiswa membuatnya ketar-ketir. Apalagi untuk term-2/2014, keterlambatan sudah dua bulan lebih.
"Banyak penerima beasiswa yang sampai hari ini, pembimbingnya belum menerima email dari Dikti, padahal sudah mengirimkan email dari pembimbing sesuai jadwal," kata salah satu penerima beasiswa yang berkuliah di universitas di kawasan Asia ini dalam perbincangan dengan merdeka.com, Selasa (9/9).
Berbagai keluhan dan pertanyaan pun dilontarkan di forum penerima beasiswa karena belum bisa melunasi tuition fee. Dari yang tidak bisa menikmati fasilitas kampus, hingga terancam dibatalkan enrollment (pendaftaran) yang bisa berujung pada pencabutan visa studi.
Berikut beberapa keluhan yang muncul di forum penerima beasiswa yang hingga kini tidak mendapat tanggapan: (identitas sengaja disamarkan).
Yth Pengelola BPP-LN
Saya karyasiswa angkatan 2013, studi di Australia. Hari ini (Jumat 18/7/2014) saya dan teman2 DIKTIERS mendapat email "ancaman" cancelation of enrollment karena kami belum bayar TF (tuition fee) yg jatuh tempo pada hari ini.
Kami diberikan batas waktu sampai tgl 15 Agustus utk menyelesaikan pembayaran. Jika tidak maka enrollment kami akan dicancel dan berdampak pada dicancelnya juga visa kami.
Mohon saran atau tanggapan dari Ibu Fine, Ibu Citra, dan para Pengelola BPPLN Dikti lainnya.
Terima kasih
Ada juga keluhan penerima beasiswa Dikti yang tak bisa memakai fasilitas kampus gara-gara belum bayaran:
Kepada yang terhormat pengelola beasiswa dikti,
Bersama ini saya sampaikan bahwa beberapa hari yang lalu kami mendapat tagihan untuk segera register. Jika tidak, segala akses (dalam hal ini seluruh pelayanan kampus menggunakan link pegasus) dihentikan. Kebetulan karena keadaan tersebut agak menyulitkan saya dalam menggunakan fasilitas kampus seperti memprogram mata kuliah, memproses personal statement, dll.
Karena segala pelayanan kampus menggunakan pegasus untuk proses administrasi dan akademiknya. Selain itu, sebagai pemberitahuan, kami di UK, program PhD angkatan 2013 harus menempuh 60 kredit perkuliahan. Jadi entahlah saya bingung tidak bisa memprogram mata kuliah.
Sepertinya akses yang dihentikan tersebut dikarenakan Tuition fee yang belum dibayarkan. Bagaimana pendapat bapak & ibu pengelola? apa yang harus dilakukan menghadapi permasalahn tersebut? :'(
Mungkin demikian yang dapat saya sampaikan, mohon maaf jika terdapat kata2 yang tidak berkenan. Terimakasih atas perhatiannya.
"Sayangnya hingga hari ini keluhan-keluhan di atas, tak ada tanggapan pula," ujar sumber merdeka.com.
Rasanya banyak sekali beasiswa yang dikelola pemerintah itu bermasalah
soalnya ane juga pernah ngalamin keterlambatan juga

Dikutip dari: http://adf.ly/rvVr8


