Pemerintah memastikan megaproyek Jembatan Selat Sunda (JSS) akan tetap dijalankan, setelah sebelumnya sempat tertahan akibat pembahasan sumber pembiayaan studi kelayakan (fisibility study) yang tak kunjung mendapat jalan keluar.
"Jembatan Selat Sunda disepakati tetap berjalan," tutur Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa ketika ditemui usai memimpin rapat koordinasi terkait proyek JSS di kantornya, Jakarta, Rabu (26/2/2014).
Hatta menjelaskan, berdasarkan usulan Kementerian Pekerjaan Umum (PU) akan dibentuk badan pelaksana untuk merumuskan kombinasi kebijakan terkait pembiayaan proyek tersebut.
"Badan Pelaksana nanti yang akan merumuskan kombinasi (pembiayaannya). Kita tetap tidak akan menggunakan APBN," ujarnya.
Untuk itu, tambahnya, pihak BUMN dan inisiator akan membahas lebih detail proses awal pembangunan JSS. "Dipersilakan mereka untuk membahas itu. Karena inisiatornya terbuka, mau dia ambil semuanya, tinggal sedikit, silakan. Enggak ada masalah, sehingga tidak ada kesulitan," jelasnya.
Hal senada disampaikan Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto. Dia menjelaskan, pemerintah sepakat untuk menunjuk badan pelaksana yang nantinya berkoordinasi dengan pihak inisiator dan BUMN guna membahas jalannya megaproyek tersebut.
"Kita semua sepakat membentuk badan pelaksana untuk JSS dan akan mengikutsertakan peran BUMN dalam proyek ini. Selanjutnya badan pelaksana, inisiator, dan BUMN akan membahas lebih lanjut," tuturnya.
http://m.okezone.com/read/2014/02/26...tetap-dibangun
Kementerian PU paparkan dua kendala teknis pembangunan JSS
Merdeka.com -Â Pemerintah menyatakan, pembangunan megaproyek Jembatan Selat Sunda (JSS) tidak akan mungkin terlaksana tahun depan. Sebab, studi kelaikan proyek ini belum rampung. Ditargetkan, studi kelaikan selesai tahun depan.
Kepala Badan Pembinaan Konstruksi Kementerian Pekerjaan Umum Hediyanto W Husaini menyatakan, setidaknya terdapat dua masalah teknis dalam pembangunan JSS. Yakni ketersediaan pasokan beton dan keterbatasan alat.
"Kita harus memperhitungkan kita akan ada suplai beton yang begitu besar 7,7 juta meter kubik, artinya kita harus siapkan," ujar Hediyanto di sela Indonesia-Japan Conference on Contruction di Jakarta, Kamis (21/11).
Hediyanto mengatakan, kebutuhan beton untuk membangun JSS terbilang besar. Sejauh ini belum ada produsen dalam negeri yang mampu menyediakan beton dalam jumlah tersebut.
Tidak hanya keterbatasan beton, belajar dari pengalaman pembangunan Jembatan Suramadu, dia memastikan, proyek JSS juga akan mengalami kendala yang sama yaitu keterbatasan alat. Tidak ada alat pengecor untuk pembangunan konstruksi lepas pantai atau biasa disebut traveler
"Itu (traveler) di Asia kita cari-cari, adanya di Thailand, kita beli, ada juga di Taiwan, kita beli. Itu khusus untuk Suramadu. Artinya, jangankan di Indonesia, di Asia pun susah mencari peralatan itu," kata Hediyanto.
Hediyanto mengakui, pembangunan JSS memiliki kadar kesulitan jauh lebih tinggi dibandingkan Suramadu. Jika keterbatasan alat tidak terselesaikan, maka dapat menghambat megaproyek yang disebut-sebut senilai Rp 100 triliun itu.
"Pasti lebih sulit, dua kali lebih sulit. Jadi peralatan itu jadi momok juga. Jangan-jangan di dunia pun alatnya belum ada, jadi kita nunggu dulu alatnya dibuat, sifatnya spesifik alatnya. Sedangkan panjang bentang JSS mungkin sekitar 2.000 meter-3.000 meter, pastinya saya enggak tau, yang pasti lebih tinggi dari Suramadu," kata Hediyanto.
http://m.merdeka.com/uang/kementeria...gunan-jss.html
Pemerintah ngotot JSS wajib diteruskan Tomy Winata
Merdeka.com - Pagi ini, di Jakarta, Rabu (26/2), digelar rapat lintas kementerian membahas beberapa proyek infrastruktur strategis. Salah satu kesimpulan rapat adalah kesepakatan meneruskan proyek Jembatan Selat Sunda (JSS). Pelaksananya tetap diserahkan pada konsorsium PT Graha Banten Lampung Sejahtera (GBLS) yang diinisiasi konglomerat Tomy Winata.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa menyatakan, Kementerian Pekerjaan Umum bakal membentuk Badan Pelaksana. Karena proyek ini ditetapkan tak memakai APBN, maka perusahaan yang dimiliki Tomy selaku inisiator akan dibantu BUMN.
"JSS disepakati tetap berjalan. Nanti kita akan gunakan BUMN kita beserta inisiator. Dipersilakan mereka untuk membahas itu," ujarnya.
Dari segi pendanaan, Kementerian Keuangan sepakat hanya mengawasi proses studi kelaikan sampai groundbreaking. Kendati megaproyek ini tak menggunakan APBN, tapi statusnya sebagai infrastruktur strategis mewajibkan pemerintah memantau perkembangannya.
"Artinya itu tetap tidak menggunakan APBN, tapi governance-nya kita benahi," kata Hatta.
Teknis untuk menyempurnakan kerja sama GBLS dan BUMN ini akan dibahas dalam rapat berikutnya. Ketua hariannya adalah Menteri PU Djoko Kirmanto.
Aspek teknis ini menyangkut skema pembiayaan, rancangan konstruksi, dan pembagian tugas antara inisiator swasta dan perusahaan pelat merah yang ditunjuk membantu JSS.
"Belum final, kita akan bahas sekali lagi. Yang final itu (JSS) tetap harus jalan," kata Hatta.
Sebelumnya, Kepala Badan Pembinaan Konstruksi Kementerian Pekerjaan Umum Hediyanto W Husaini menyatakan, setidaknya terdapat dua masalah teknis dalam pembangunan JSS. Yakni ketersediaan pasokan beton dan keterbatasan alat.
"Kita harus memperhitungkan kita akan ada suplai beton yang begitu besar 7,7 juta meter kubik, artinya kita harus siapkan," ujar Hediyanto di sela Indonesia-Japan Conference on Contruction di Jakarta, tahun lalu.
Hediyanto mengatakan, kebutuhan beton untuk membangun JSS terbilang besar. Sejauh ini belum ada produsen dalam negeri yang mampu menyediakan beton dalam jumlah tersebut.
Tidak hanya keterbatasan beton, belajar dari pengalaman pembangunan Jembatan Suramadu, dia memastikan, proyek JSS juga akan mengalami kendala yang sama yaitu keterbatasan alat. Tidak ada alat pengecor untuk pembangunan konstruksi lepas pantai atau biasa disebut traveler.link
Pemerintah takut Tomy Winata minta ganti rugi Rp 1,5 triliun
Merdeka.com -Â Akhirnya terungkap alasan di balik ngototnya pemerintah menyerahkan proyek Jembatan Selat Sinda pada konsorsium PT Graha Banten Lampung Sejahtera (GBLS) yang di dalamnya ada campir tangan bos Artha Graha Tomy Winata.
Deputi Sarana dan Prasarana Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Deddy S. Priatna mengungkapkan latar belakang pemerintah meneruskan megaproyek Jembatan Selat Sunda (JSS).
Dia menyebut, pemrakarsa swasta yakni konsorsium PT Graha Banten Lampung Sejahtera (GBLS) sudah mengeluarkan uang cukup banyak buat menggelar studi pra-kelaikan. Nominalmya sekitar Rp 1,5 triliun.
Jika pembangunan calon jembatan terpanjang se-Indonesia ini tidak diteruskan hanya karena perkara administratif, maka pemerintah wajib mengembalikan uang konsorsium bentukan konglomerat Tomy Winata itu.
"Kalau sampai pemerintah membatalkan itu akan ganggu investasi. Investor sudah investasi FS, tidak sedikit, Rp 1-1,5 triliun, kemudian tiba-tiba dibatalkan. Kalau dibatalkan juga itu harus dikembalikan uangnya," kata Deddy selepas rapat di Kemenko Perekonomian, Jakarta, Rabu (26/2).
Megaproyek JSS bermasalah akibat adanya ketidaksepakatan di antara pejabat pemerintah pada 2012. Saat itu, Agus Martowardojo yang masih menjabat sebagai Menteri Keuangan, secara tegas menolak bila pemerintah harus menjamin semua biaya yang dikeluarkan GBLS dalam melakukan studi kelaikan.
Walau ditolak Kemenkeu, faktanya sudah terbit Peraturan Presiden Nomor 86/2011 yang menunjuk langsung konsorsium Tommy Winata sebagai pemrakarsa proyek.
Kini pemerintah kembali berpegang pada perpres tersebut. Deddy mengingatkan, beleid itu mengikat, walau tahun ini ada pergantian presiden.
Pemerintahan mendatang tetap harus memfasilitasi GBLS membangun JSS. Kewajiban mengganti rugi pada investor kalau jembatan ini batal juga tetap berlaku. Soalnya studi kelaikan dan pembangunan awal sudah pasti tak bisa dijalankan di akhir pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
"(Groundbreaking) tidak bisa tahun sekarang. Pasti di pergantian pemerintahan baru. Kan ada perpresnya, sudah jalan, sudah ada investasi masa tidak dijalankan. Nanti kalau ada revisi perpres itu hak dari presiden baru. Tapi ini harus tetap berjalan," kata Deddy.
Bappenas membenarkan bahwa ada kekhawatiran, hak yang begitu besar pada GBLS akan disalahgunakan. Apalagi untuk studi kelaikan saja sudah butuh triliunan rupiah.
Oleh sebab itu, dalam waktu dekat akan dibentuk Badan Pelaksana JSS, diketuai Menteri PU Djoko Kirmanto. Nantinya perusahaan swasta dan BUMD Banten serta Lampung itu akan difasilitasi untuk bertemu BUMN yang punya dana.
Porsi BUMN dalam megaproyek ini nanti diarahkan minoritas. "Kemampuannya berapa itulah BUMN, calonnya akan dikumpulkan oleh Menteri Negara BUMN, dari perbankan dari mana-mana , nanti itu yang akan jadi share dari BUMN," ungkap Deddy.
http://m.merdeka.com/uang/pemerintah...-triliun.html#
megaproyek yg hebat .....
tapi ada apa koq MenKeu tidak setuju namun keluar PerPres ....
ada bau ga sedap disini ....
"Jembatan Selat Sunda disepakati tetap berjalan," tutur Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa ketika ditemui usai memimpin rapat koordinasi terkait proyek JSS di kantornya, Jakarta, Rabu (26/2/2014).
Hatta menjelaskan, berdasarkan usulan Kementerian Pekerjaan Umum (PU) akan dibentuk badan pelaksana untuk merumuskan kombinasi kebijakan terkait pembiayaan proyek tersebut.
"Badan Pelaksana nanti yang akan merumuskan kombinasi (pembiayaannya). Kita tetap tidak akan menggunakan APBN," ujarnya.
Untuk itu, tambahnya, pihak BUMN dan inisiator akan membahas lebih detail proses awal pembangunan JSS. "Dipersilakan mereka untuk membahas itu. Karena inisiatornya terbuka, mau dia ambil semuanya, tinggal sedikit, silakan. Enggak ada masalah, sehingga tidak ada kesulitan," jelasnya.
Hal senada disampaikan Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto. Dia menjelaskan, pemerintah sepakat untuk menunjuk badan pelaksana yang nantinya berkoordinasi dengan pihak inisiator dan BUMN guna membahas jalannya megaproyek tersebut.
"Kita semua sepakat membentuk badan pelaksana untuk JSS dan akan mengikutsertakan peran BUMN dalam proyek ini. Selanjutnya badan pelaksana, inisiator, dan BUMN akan membahas lebih lanjut," tuturnya.
http://m.okezone.com/read/2014/02/26...tetap-dibangun
Kementerian PU paparkan dua kendala teknis pembangunan JSS
Merdeka.com -Â Pemerintah menyatakan, pembangunan megaproyek Jembatan Selat Sunda (JSS) tidak akan mungkin terlaksana tahun depan. Sebab, studi kelaikan proyek ini belum rampung. Ditargetkan, studi kelaikan selesai tahun depan.
Kepala Badan Pembinaan Konstruksi Kementerian Pekerjaan Umum Hediyanto W Husaini menyatakan, setidaknya terdapat dua masalah teknis dalam pembangunan JSS. Yakni ketersediaan pasokan beton dan keterbatasan alat.
"Kita harus memperhitungkan kita akan ada suplai beton yang begitu besar 7,7 juta meter kubik, artinya kita harus siapkan," ujar Hediyanto di sela Indonesia-Japan Conference on Contruction di Jakarta, Kamis (21/11).
Hediyanto mengatakan, kebutuhan beton untuk membangun JSS terbilang besar. Sejauh ini belum ada produsen dalam negeri yang mampu menyediakan beton dalam jumlah tersebut.
Tidak hanya keterbatasan beton, belajar dari pengalaman pembangunan Jembatan Suramadu, dia memastikan, proyek JSS juga akan mengalami kendala yang sama yaitu keterbatasan alat. Tidak ada alat pengecor untuk pembangunan konstruksi lepas pantai atau biasa disebut traveler
"Itu (traveler) di Asia kita cari-cari, adanya di Thailand, kita beli, ada juga di Taiwan, kita beli. Itu khusus untuk Suramadu. Artinya, jangankan di Indonesia, di Asia pun susah mencari peralatan itu," kata Hediyanto.
Hediyanto mengakui, pembangunan JSS memiliki kadar kesulitan jauh lebih tinggi dibandingkan Suramadu. Jika keterbatasan alat tidak terselesaikan, maka dapat menghambat megaproyek yang disebut-sebut senilai Rp 100 triliun itu.
"Pasti lebih sulit, dua kali lebih sulit. Jadi peralatan itu jadi momok juga. Jangan-jangan di dunia pun alatnya belum ada, jadi kita nunggu dulu alatnya dibuat, sifatnya spesifik alatnya. Sedangkan panjang bentang JSS mungkin sekitar 2.000 meter-3.000 meter, pastinya saya enggak tau, yang pasti lebih tinggi dari Suramadu," kata Hediyanto.
http://m.merdeka.com/uang/kementeria...gunan-jss.html
Pemerintah ngotot JSS wajib diteruskan Tomy Winata
Merdeka.com - Pagi ini, di Jakarta, Rabu (26/2), digelar rapat lintas kementerian membahas beberapa proyek infrastruktur strategis. Salah satu kesimpulan rapat adalah kesepakatan meneruskan proyek Jembatan Selat Sunda (JSS). Pelaksananya tetap diserahkan pada konsorsium PT Graha Banten Lampung Sejahtera (GBLS) yang diinisiasi konglomerat Tomy Winata.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa menyatakan, Kementerian Pekerjaan Umum bakal membentuk Badan Pelaksana. Karena proyek ini ditetapkan tak memakai APBN, maka perusahaan yang dimiliki Tomy selaku inisiator akan dibantu BUMN.
"JSS disepakati tetap berjalan. Nanti kita akan gunakan BUMN kita beserta inisiator. Dipersilakan mereka untuk membahas itu," ujarnya.
Dari segi pendanaan, Kementerian Keuangan sepakat hanya mengawasi proses studi kelaikan sampai groundbreaking. Kendati megaproyek ini tak menggunakan APBN, tapi statusnya sebagai infrastruktur strategis mewajibkan pemerintah memantau perkembangannya.
"Artinya itu tetap tidak menggunakan APBN, tapi governance-nya kita benahi," kata Hatta.
Teknis untuk menyempurnakan kerja sama GBLS dan BUMN ini akan dibahas dalam rapat berikutnya. Ketua hariannya adalah Menteri PU Djoko Kirmanto.
Aspek teknis ini menyangkut skema pembiayaan, rancangan konstruksi, dan pembagian tugas antara inisiator swasta dan perusahaan pelat merah yang ditunjuk membantu JSS.
"Belum final, kita akan bahas sekali lagi. Yang final itu (JSS) tetap harus jalan," kata Hatta.
Sebelumnya, Kepala Badan Pembinaan Konstruksi Kementerian Pekerjaan Umum Hediyanto W Husaini menyatakan, setidaknya terdapat dua masalah teknis dalam pembangunan JSS. Yakni ketersediaan pasokan beton dan keterbatasan alat.
"Kita harus memperhitungkan kita akan ada suplai beton yang begitu besar 7,7 juta meter kubik, artinya kita harus siapkan," ujar Hediyanto di sela Indonesia-Japan Conference on Contruction di Jakarta, tahun lalu.
Hediyanto mengatakan, kebutuhan beton untuk membangun JSS terbilang besar. Sejauh ini belum ada produsen dalam negeri yang mampu menyediakan beton dalam jumlah tersebut.
Tidak hanya keterbatasan beton, belajar dari pengalaman pembangunan Jembatan Suramadu, dia memastikan, proyek JSS juga akan mengalami kendala yang sama yaitu keterbatasan alat. Tidak ada alat pengecor untuk pembangunan konstruksi lepas pantai atau biasa disebut traveler.link
Pemerintah takut Tomy Winata minta ganti rugi Rp 1,5 triliun
Merdeka.com -Â Akhirnya terungkap alasan di balik ngototnya pemerintah menyerahkan proyek Jembatan Selat Sinda pada konsorsium PT Graha Banten Lampung Sejahtera (GBLS) yang di dalamnya ada campir tangan bos Artha Graha Tomy Winata.
Deputi Sarana dan Prasarana Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Deddy S. Priatna mengungkapkan latar belakang pemerintah meneruskan megaproyek Jembatan Selat Sunda (JSS).
Dia menyebut, pemrakarsa swasta yakni konsorsium PT Graha Banten Lampung Sejahtera (GBLS) sudah mengeluarkan uang cukup banyak buat menggelar studi pra-kelaikan. Nominalmya sekitar Rp 1,5 triliun.
Jika pembangunan calon jembatan terpanjang se-Indonesia ini tidak diteruskan hanya karena perkara administratif, maka pemerintah wajib mengembalikan uang konsorsium bentukan konglomerat Tomy Winata itu.
"Kalau sampai pemerintah membatalkan itu akan ganggu investasi. Investor sudah investasi FS, tidak sedikit, Rp 1-1,5 triliun, kemudian tiba-tiba dibatalkan. Kalau dibatalkan juga itu harus dikembalikan uangnya," kata Deddy selepas rapat di Kemenko Perekonomian, Jakarta, Rabu (26/2).
Megaproyek JSS bermasalah akibat adanya ketidaksepakatan di antara pejabat pemerintah pada 2012. Saat itu, Agus Martowardojo yang masih menjabat sebagai Menteri Keuangan, secara tegas menolak bila pemerintah harus menjamin semua biaya yang dikeluarkan GBLS dalam melakukan studi kelaikan.
Walau ditolak Kemenkeu, faktanya sudah terbit Peraturan Presiden Nomor 86/2011 yang menunjuk langsung konsorsium Tommy Winata sebagai pemrakarsa proyek.
Kini pemerintah kembali berpegang pada perpres tersebut. Deddy mengingatkan, beleid itu mengikat, walau tahun ini ada pergantian presiden.
Pemerintahan mendatang tetap harus memfasilitasi GBLS membangun JSS. Kewajiban mengganti rugi pada investor kalau jembatan ini batal juga tetap berlaku. Soalnya studi kelaikan dan pembangunan awal sudah pasti tak bisa dijalankan di akhir pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
"(Groundbreaking) tidak bisa tahun sekarang. Pasti di pergantian pemerintahan baru. Kan ada perpresnya, sudah jalan, sudah ada investasi masa tidak dijalankan. Nanti kalau ada revisi perpres itu hak dari presiden baru. Tapi ini harus tetap berjalan," kata Deddy.
Bappenas membenarkan bahwa ada kekhawatiran, hak yang begitu besar pada GBLS akan disalahgunakan. Apalagi untuk studi kelaikan saja sudah butuh triliunan rupiah.
Oleh sebab itu, dalam waktu dekat akan dibentuk Badan Pelaksana JSS, diketuai Menteri PU Djoko Kirmanto. Nantinya perusahaan swasta dan BUMD Banten serta Lampung itu akan difasilitasi untuk bertemu BUMN yang punya dana.
Porsi BUMN dalam megaproyek ini nanti diarahkan minoritas. "Kemampuannya berapa itulah BUMN, calonnya akan dikumpulkan oleh Menteri Negara BUMN, dari perbankan dari mana-mana , nanti itu yang akan jadi share dari BUMN," ungkap Deddy.
http://m.merdeka.com/uang/pemerintah...-triliun.html#
megaproyek yg hebat .....
tapi ada apa koq MenKeu tidak setuju namun keluar PerPres ....
ada bau ga sedap disini ....