JAKARTA - Lembaga survei Insitut Riset Indonesia (Insis) merilis data kinerja buruk anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Minggu 29 September 2013.
Peneliti Institut Riset Indonesia, Mochtar W Oetomo, mengatakan berdasarkan survei yang dilakukan lembaganya sebanyak 42,9 persen publik tidak puas dengan kinerja DPR dalam membuat undang-undang. Dengan rincian 5,6 persen publik sangat tidak puas, sebanyak 37,3 publik persen puas. Hanya 0,6 persen publik yang sangat puas.
Mochtar menilai angka buruk dilihat dari capaian target legislatif DPR yang tergolong rendah. Ia menyebutkan dari daftar 70 rancangan undang-undang yang terdaftar dalam prolegnas pada tahun ini, hanya 13 rancangan yang selesai jadi undang-undang.
"Selain itu banyak undang-undang yang digugat ke Mahkamah Konstitusi, ini membuat publik menilai kinerja DPR dalam legislasi kurang baik," jelasnya.
Kinerja pembahasan APBN anggota dewan juga jadi sorotan masyarakat yang menilai kurang bagus. Terkait hal ini, Mochtar mengatakan, sebanyak 16,8 persen publik tidak tahu, sangat puas 1,9 persen, puas 34,8 persen, tidak puas 39,8 persen, dan sangat tidak puas 6,8 persen. "Hal ini berkaitan dengan politisasi anggaran," ujar dia.
Dalam hal tingkat kemampuannya menampung aspirasi, ujar Mochtar, sebanyak 1,2 persen publik sangat puas, 14,3 persen puas, 61,5 persen tidak puas, dan sangat tidak puas 12,4 persen. Ini berarti secara umum DPR dinilai tidak aspiratif.
Dari sisi pengawasan undang-undang dan APBN, Mochtar mengatakan 50,9 persen tidak puas, sementara hanya 23,6 persen responden yang puas dengan kinerja itu. "Ini dapat dilihat dari sedikitnya anggora DPR menggunakan hak angket, hak menyatakan pendapat maupun interpelasi," kata dia.
Terlebih, banyak hak pengawasan itu penuh dengan nuansa politik dan akhirnya menguap di tengah jalan.
Survei tersebut dilakukan sejak 17 Agustus hingga 20 September 2013 di 34 provinsi. Survei menggunakan metode random sampling dengan jumlah responden 1070. Margin of error kurang lebih 3 persen dengan tingkat kepercayaan 95 persen. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara tatap muka dengan pertanyaan terbuka.
Profil responden yakni laki-laki 51 persen dan perempuan 49 persen dari umur 25 sampai 40 tahun. Responden kebanyakan lulusan SLTA, disusul sarjana, dan SMP. Pekerjaan paling banyak ibu rumah tangga. Dari sisi pendapatan, kata Mochtar, masih didominasi dengan responden berpendapatan rendah.(sumber)
Gimana mau percaya, kalau udah kepilih pada nggak pernah namap batang hidungnya,,, kalau mau pemilu baru nampak,, dasar anggota hewan,,,
Peneliti Institut Riset Indonesia, Mochtar W Oetomo, mengatakan berdasarkan survei yang dilakukan lembaganya sebanyak 42,9 persen publik tidak puas dengan kinerja DPR dalam membuat undang-undang. Dengan rincian 5,6 persen publik sangat tidak puas, sebanyak 37,3 publik persen puas. Hanya 0,6 persen publik yang sangat puas.
Mochtar menilai angka buruk dilihat dari capaian target legislatif DPR yang tergolong rendah. Ia menyebutkan dari daftar 70 rancangan undang-undang yang terdaftar dalam prolegnas pada tahun ini, hanya 13 rancangan yang selesai jadi undang-undang.
"Selain itu banyak undang-undang yang digugat ke Mahkamah Konstitusi, ini membuat publik menilai kinerja DPR dalam legislasi kurang baik," jelasnya.
Kinerja pembahasan APBN anggota dewan juga jadi sorotan masyarakat yang menilai kurang bagus. Terkait hal ini, Mochtar mengatakan, sebanyak 16,8 persen publik tidak tahu, sangat puas 1,9 persen, puas 34,8 persen, tidak puas 39,8 persen, dan sangat tidak puas 6,8 persen. "Hal ini berkaitan dengan politisasi anggaran," ujar dia.
Dalam hal tingkat kemampuannya menampung aspirasi, ujar Mochtar, sebanyak 1,2 persen publik sangat puas, 14,3 persen puas, 61,5 persen tidak puas, dan sangat tidak puas 12,4 persen. Ini berarti secara umum DPR dinilai tidak aspiratif.
Dari sisi pengawasan undang-undang dan APBN, Mochtar mengatakan 50,9 persen tidak puas, sementara hanya 23,6 persen responden yang puas dengan kinerja itu. "Ini dapat dilihat dari sedikitnya anggora DPR menggunakan hak angket, hak menyatakan pendapat maupun interpelasi," kata dia.
Terlebih, banyak hak pengawasan itu penuh dengan nuansa politik dan akhirnya menguap di tengah jalan.
Survei tersebut dilakukan sejak 17 Agustus hingga 20 September 2013 di 34 provinsi. Survei menggunakan metode random sampling dengan jumlah responden 1070. Margin of error kurang lebih 3 persen dengan tingkat kepercayaan 95 persen. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara tatap muka dengan pertanyaan terbuka.
Profil responden yakni laki-laki 51 persen dan perempuan 49 persen dari umur 25 sampai 40 tahun. Responden kebanyakan lulusan SLTA, disusul sarjana, dan SMP. Pekerjaan paling banyak ibu rumah tangga. Dari sisi pendapatan, kata Mochtar, masih didominasi dengan responden berpendapatan rendah.(sumber)
Gimana mau percaya, kalau udah kepilih pada nggak pernah namap batang hidungnya,,, kalau mau pemilu baru nampak,, dasar anggota hewan,,,