SITUS BERITA TERBARU

Rebutan Rezeki jadi Penguji Kompetensi Dokter, Organisasi Dokter Pecah jadi 2 !

Wednesday, October 30, 2013
[imagetag]
[imagetag]
Kwitansi Surat Tanda Register dan Surat Tanda Register


Pecah kongsi dua organisasi dokter penguji
Rabu, 30 Oktober 2013 09:51

[imagetag]
dokter-dokter muda

Merdeka.com - Penyelenggara Ujian Kompetensi Retaker Khusus (UKRK) bagi para dokter pengulang terbelah dua. Aliansi Dokter Muda Indonesia (ADMIN) menuding Asosiasi Institusi Pendidikan Kedokteran Indonesia (AIPKI) menyerobot kesepakatan wadah profesi kedokteran, yaitu Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) ditunjuk sebagai panitia.

UKRK tahun ini berlangsung dua kali dengan panitia berbeda. AIPKI mengadakan ujian pada 21 September, disusul IDI pada 5 Oktober. Menurut Koordinator Nasional ADMIN Iqbal El Mubarak, ini mengundang kecurigaan. "Imbasnya para retaker terpecah belah. Sebagian mengaku diancam oleh pihak universitas asal dokter untuk mengikuti ujian tanggal 5. ada lagi beralasan panitia akan memberikan kemudahan saat mengerjakan ujiannya, katanya kepada merdeka.com Senin lalu.

Menanggapi perpecahan ini, Wakil Sekretaris Jenderal I PB IDI Mahesa M. Paranadipa mengaku tidak tahu soal ada kepentingan dari pihak manapun. Pihaknya hanya memfasilitasi retaker tanpa meninggalkan kaidah-kaidah akademis kedokteran. Dia membenarkan sudah ada nota kesepahaman antara IDI dan AIPKI. "Untuk ujian retaker pada November memang ada kendala. Kita tidak bisa ungkapkan ke publik karena ini sudah masuk bagian dua internal organisasi profesi," ujarnya seraya menyarankan untuk membaca hal itu di situs resmi IDI.

Ketua Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) Menaldi Rasmin menilai kompetensi dokter harusnya dikembalikan kepada kolegium masing-masing. Sepertinya antara PB IDI dan kolegium dokter membuat cara baru untuk menyelesaikan masalah ini, tuturnya. Soal banyaknya ribuan dokter pengulang UKDI, Menaldi mengklaim perlu pengawasan dan regulasi penerimaan mahasiswa fakultas kedokteran. Data-data universitas kita punya semua. Berasal dari mana retaker bolak-balik ujian, tapi pengawasan dan penindakan seperti apa bukan di ranah KKI, katanya. Sampai berita ini diturunkan, Ketua AIPKI Tri Hanggono tidak mengangkat telepon seluler dan membalas pesan pendek.
http://www.merdeka.com/khas/pecah-ko...-dokter-6.html

Bimbingan Tes Ujian UKDI:
Keruk fulus dokter ingin lulus
Senin, 21 Oktober 2013 07:55

[imagetag]
Ujian UKDI

Merdeka.com - Bimbingan belajar buat ujian dokter menjamur di sejumlah kota besar, termasuk Jakarta dan Bandung. Sebab, Ujian Kompetensi Dokter Indonesia (UKDI) untuk mendapatkan Surat Tanda Register (STR) terbilang sulit. Padahal, STR menjadi syarat buat mengajukan Surat Izin Praktik (SIP). Kita lihat ini bagian dari permainan sistem karena lembaga ini menjadi lahan basah, kata Koordinator Nasional Aliansi Dokter Muda Indonesia (ADMIN), M. Iqbal El Mubarak, kepada merdeka.com Jumat pekan lalu di Jakarta. Dari penelusuran merdeka.com, terdapat tiga lembaga bimbingan yang menyediakan jasa untuk menghadapi soal-soal UKDI, seperti Optima Preparation di Jakarta. Mereka bisa menawarkan beberapa program ujian, termasuk Computer Based Test (CBT) dan On Surgical Emergency Cases (OSEC).

Lembaga ini memiliki sejumlah paket:

1 Paket CBT 1,5 bulan dengan 13 kali pertemuan biayanya Rp 2,5 juta.
2 Paket CBT sebulan dengan sembilan kali pertemuan bayarnya Rp 1,8 juta.
3 Bimbingan OSEC lebih mahal karena memerlukan bahan praktik. Paket sebelas kali pertemuan ongkosnya Rp 3,3 juta.
4 Paket kombinasi CBT dan OSCE 1,5 bulan dengan 13 kali pertemuan biayanya Rp 5,3 juta.
5 Paket kombinasi CBT dan OSCE sebulan dengan sembilan kali pertemuan bayarnya Rp 4,6 juta.

Lembaga bimbingan PADI menawarkan juga program intensif UKDI. Peserta mesti merogoh Rp 1,6 juta sampai Rp 2,5 juta untuk delapan kali tatap muka. Sedangkan mengikuti bimbingan di Medicuss Grupp harganya Rp 3,5 juta hingga Rp 4,5 juta.

Sejumlah lembaga bimbingan itu mengklaim bisa meluluskan hingga 400 ribu peserta ujian tiap tiga bulannya. Malah diantaranya bisa menawarkan tutor ke rumah peserta jika berhalangan, namun ada tambahan biaya.

Iqbal menilai ada kepentingan di balik munculnya lembaga-lembaga bimbingan itu. Dia menduga pemilik lembaga terkait dengan level atas atau pemegang kebijakan di dunia pendidikan kedokteran.

Dari data Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) per 18 oktober lalu, terdapat 144.453 dokter, terdiri dari dokter umum (93.569), dokter gigi (24.599), dokter spesialis (24.128). Setidaknya sekarang ini dokter umum tanpa sertifikat hampir mencapai lima ribu, belum ditambah lulusan terbaru setiap tahunnya. Ditambah kedatangan dokter asing, ujar Iqbal.
http://www.merdeka.com/khas/keruk-fu...-dokter-3.html

UJI KOMPETENSI DOKTER
IDI: Tanpa UKDI, Bermimpilah Jadi Dokter
Jumat, 27 Agustus 2010 | 17:34 WIB

[imagetag]
ILUSTRASI: Penilaian UKDI dilakukan oleh dekan fakultas kedokteran masing-masing para mahasiswa dan soal yang diujikan hanya berupa pengetahuan teori, tidak disertai praktik. | KRISTIANTO PURNOMO/KOMPAS IMAGES

JAKARTA, KOMPAS.com � Ikatan Dokter Indonesia menegaskan, Ujian Kompetensi Dokter Indonesia atau UKDI wajib ditempuh oleh mahasiswa kedokteran yang ingin meneruskan profesinya sebagai dokter. "UKDI itu jelas sekali sudah tertulis di UU Kedokteran, yang dibuat bertujuan untuk memberi perlindungan kepada pasien dan memberi kepastian hukum kepada masyarakat dan diri sendiri," ujar Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dr Prijo Sidipratomo, Jumat (27/8/2010) di Jakarta.

Prijo mengatakan, penilaian UKDI di Indonesia masih sangat sederhana. Soal-soal yang diujikan pun berasal dari fakultas kedokteran tempat calon dokter itu belajar. Maka dari itu, kata dia, universitas yang memiliki fakultas kedokteran tempat mahasiswa belajar juga berkontribusi dalam membuat soal UKDI."Jika soal pengetahuan sederhana saja tidak bisa dilalui oleh calon dokter, bagaimana bisa dia menjadi dokter. Ini menyangkut nyawa seseorang dan untuk menghindari malapraktik," Prijo menegaskan.

Menurut dia, penilaian hasil ujian akan dilakukan oleh dekan fakultas kedokteran masing-masing para mahasiswa. Di Indonesia, soal ujian hanya berupa pengetahuan teori, tidak disertai praktik. "Di luar negeri, sudah ada ujian praktiknya, seperti skill dan perilaku terhadap pasien," ujar Prijo.

Prijo menambahkan, saat ini UKDI tetap dipertahankan sebagai tolak ukur dan barometer kerja bagi seorang dokter. Beruntungnya, aturan main UKDI di Indonesia masih lebih luwes, memperbolehkan calon dokter mengulang hingga lulus uji kompetensi. "Selama calon dokter tidak lulus UKDI, dia tidak bisa melanjutkan profesinya sebagai dokter," lanjut Prijo. "Semua dokter, baik dokter spesialis maupun umum, harus menempuh UKDI," tambahnya.
http://edukasi.kompas.com/read/2010/...ah.Jadi.Dokter

Ujian Kompetensi, Dokter Merasa Dianggap sebagai Dukun
Senin, 29 April 2013 , 07:59:00

[imagetag]
Ujian UKDI disebuah FK milik PTN

MEDAN - Sejumlah dokter di Medan tengah gundah gulana menghadapi Ujian Kompetensi Dokter Indonesia (UKDI). Bagaimana tidak, meski sudah lulus menjadi dokter, tapi harus mengikuti UKDI yang merupakan ujian secara tertulis untuk mendapatkan sertifikat. Bila tak lulus, si dokter tak diperbolehkan membuka praktik. Padahal, para dokter dulunya bila dilantik menjadi dokter, sudah bisa membuka praktik dengan leluasa.

Selain itu, UKDI yang diberlakukan awal 2009 juga sangat menguras kantong para dokter yang ingin memiliki sertifikasi. "Ada biaya bimbingan, terus mediasi ke kampus dan bebereapa lainnya. Itu kalau sekali saja bimbingan dan lainnya mencapai Rp3,7 juta. Ini sudah ada yang 20 kali ikut ujian, gagal-gagal terus," kata Dr Adi Sitepu, Minggu (28/4), usai seminar dan diskusi kesehatan di ruang Patologi Anatomi lantai 3 Fakultas Kedokteran USU.

UKDI dianggap sebagai kegiatan mubazir dan sia-sia. Sebab, UKDI hanya ujian tertulis untuk mendapatkan sertifikat. Tidak hanya sebagai kegiatan mubazir, ia bersama rekan-rekan dokter lainnya merasa dirugikan dan dianggap sebagai dukun bukan dokter. "Bayangin saja, kami sudah selesai sekolah, tapi kami harus ikut UKDI lagi yang biayanya sangat mahal. Orang tua kami tahunya anaknya sudah lulus. Kami ini sudah kayak pelacur yang dikejar Satpol-PP, apa gak lebih nista kami ini," katanya di hadapan wartawan bersama puluhan dokter lainnya.

Menanggapi hal ini, Wakil Ketua IDI Cabang Medan dr Ramlan Sitompul SpTHT didampingi Sekretaris Umum Dr Edy Ardiansyah SpOG, juga membenarkan bahwa UKDI adalah kegiatan mubazir atau sia-sia. "Saat di fakultas, dokter sudah mendapatkan kognitif untuk mengasah kemampuannya. Setelah itu, saat di lapangan dan bertemu masyarakat, para dokter sudah mendapatkan aspek psikomotorik dan afektif. Inilah yang didapat saat mengikuti internship. Sedangkan, UKDI hanya ujian satu hari untuk menerbitkan sertifikat kompetensi," katanya.

Lanjut Ramlan, dengan adanya UKDI terjadi stagnasi SDM dokter yang seharusnya dapat diberdayakan untuk pelayanan kesehatan, sehingga dapat membantu target pencapaian MDGs (Millenium Development Goals (MDGs) 2015 atau tujuan pembangunan mileenium. "Dokter yang sudah dilantik dari fakultas kedokteran dan sudah wajib internship, tetapi ketika tidak lulus UKDI yang hanya ujian tertulis, maka dia tidak bisa buka praktik, akibatnya masyarakat terganggu," katanya.

Menurutnya, setelah berjalannya program internship, maka UKDI sebagai instrumen untuk menerbitkan sertifikat kompetensi tidak diperlukan lagi. Pada awalnya, sejarah UKDI dimulai dari transisi saat UU Praktik Kedokteran terbit, dimana diharuskan adanya sertifikat kompetensi dari Kolegium Dokter Indonesia untuk diregistrasi oleh Konsil Kedokteran Indonesia. Sertifikat kompetensi diterbitkan melalui uji kompetensi," ujarnya.

Diyakinkannya, para pengguna jasa kedokteran tidak perlu khawatir tentang dokter yang berpraktik karena seseorang setelah dinyatakan lulus dan dilantik menjadi dokter wajib mengikuti program magang atau internship tadi. Kemudian setelah ikut kewajiban internship, masih ada kewajiban lain untuk mengikuti Program Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan (P2KB) IDI. "Ini diselenggarakan oleh organisasi profesi yakni setiap dokter harus mengumpulkan 250 Satuan Kredit Partisipasi (SKP) selama kurun waktu 5 tahun yang terdiri dari ranah yang bernilai pendidikan," ujarnya.

Di antaranya, kata Ramlan, kegiatan pembelajaran seperti mengikuti seminar, kursus, workshop, baca artikel dan lainnya. Kegiatan profesional meliputi menangani pasien, membantu penyidikan dan identifikasi korban bencana. "Kegiatan pengabdian masyarakat/profesi yakni kerja sosial, penyuluhan, kegiatan organisasi profesi dan kegiatan publikasi meliputi tulisan ilmiah dan populer di bidangnya. Kemudian kegiatan pengembangan ilmu meliputi yakni penelitian, mengajar, instruksi atau pembimbing dan menguji," katanya. Untuk itu, IDI Medan mengusulkan mahasiswa kedokteran yang telah dilantik menjadi dokter umum dan belum lulus UKDI diserahkan kepada organisasi profesi untuk dilakukan evaluasi kemampuan profesi melalui modul atau pembinaan yang dibuat organisasi profesi
http://www.jpnn.com/read/2013/04/29/...sebagai-Dukun-

Ada 4000 dokter muda Dizalimi krn Sulit Lulus UKDI. Batalkan UKDI ke MK, Solusi?
Kamis, 20-06-2013 16:10

JAKARTA, PESATNEWS- Sebanyak 4000 anggota dari Aliansi Dokter Muda Indonesia (ADMIN) mengeluhkan sistem pelaksanaan ujian kompetensi yang diadakan oleh Ujian Kompetensi UKDI. Pasalnya para calon dokter muda ini merasa sistem ujian kompetensi yang diadakan tersebut, justru membuat para calon dokter muda ini seolah terzalimi. "Para dokter muda ini menuntut agar pelaksanaan UKDI di stop dan dibubarkan di tahun 2013 ini juga. Acara ini sebagai bentuk meluruskan situasi bahwa ujian kompetensi dilakukan dengan dasar yang tidak kompeten, bahkan sudah banyak para dokter muda itu terganggu psikologis lantaran beban biaya," papar Muhammad Iqbal El Mubarak selaku koordinator ADMIN, Kamis (20/6/2013).

Lebih jauh Mubarak menegaskan bahwa sebelumnya ADMIN sudah melakukan advokasi kepada sekretariat Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), yaitu menuntut organisasi profesi PB IDI agar segera mengambil tindakan penyelamatan terkait para dokter-dokter retaker / belum lulus ujian kompetensi dokter Indonesia (UKDI)."Setiap ujian kita membayar 1 juta rupiah, dan dalam 1 tahun ada 4 kali ujian. Kita mau meluruskan itu semua, Jangan sampai ada kepentingan pejabat yang ikut campur soal ini, karena ujian itu hanya sebata Mou dan tidak ada dalam UU," paparnya. Atas dasar itu ADMIN meminta kepada tim advokasi IDI untuk segera dicarikan jalan keluar, terhadap permasalahan ini. Sebab jika sampai bulan Juni 2013 tidak ada kepastian, maka mereka pun akan mengancam ke DPR-RI."Kita akan fokus untuk sementara ini kepada advokasi IDI terlebih dahulu, jika sampai Juni 2013 nanti tidak ada tanggapan maka para dokter muda ini akan bergerak lebih jauh ke DPR-RI," pungkasnya.

Seperti diketahui ada beberapa poin yang telah disepakati dalam pertemuan antara ADMIN, IDI, dan KDPI, bahwa ujian kompetensi nantinya akan dikembalikan ke fakultas kedokteran masing-masing. Dimana adanya standarisasi nasional ujian tersebut di masing-masing fakultas kedokteran diperlukan khusus kepada dokter retaker / yang belum lulus UKDI.
http://www.pesatnews.com/read/2013/0...erasa-dizalimi

35 Persen Dokter Tidak Lulus Kompetensi
Jumat, 21 September 2012 | 02:38

Dari 72 kampus kedokteran di Indonesia baru sekitar 14 fakultas yang mendapatkan akreditasi A. Ketua Komite Internsip Dokter Indonesia Profesor Mulyohadi Ali, dr SpF (K) mengatakan 35 persen dokter di Indonesia tidak lulus uji kompetensi. Hal tersebut dikarenakan masih rendahnya sumber daya manusia serta kelengkapan fasilitas pendidikan di Indonesia. Saat ini banyak kampus Fakultas Kedokteran di Indonesia terakreditasi C yang merupakan akreditasi terendah untuk kelengkapan fasilitas dan tenaga pengajar.

Kondisi tersebut mendorong terciptanya lulusan kedokteran yang belum bisa memenuhi syarat kelulusan uji kompetensi sehingga dikhawatirkan akan bisa menghambat perkembangan peningkatan derajat kesehatan masyarakat juga kemampuan para dokter. "Uji kompetensi merupakan syarat untuk bisa mendapatkan izin praktik kedokteran, sehingga bila tidak lulus uji kompetensi dokter bersangkutan harus dikembalikan ke kampus untuk kembali dibina," katanya.

Dari 72 kampus kedokteran di Indonesia baru sekitar 14 fakultas yang mendapatkan akreditasi A dan sisanya akredetasi B dan paling banyak adalah C. Setiap tahunnya, kata dia, secara nasional dilakukan uji kompetensi antara 7.000 hingga 7.500 dokter, dari jumlah tersebut rata-rata yang tidak lulus 30-35 persen. "Yang tidak lulus harus kembali mengikuti uji kompetensi di waktu selanjutnya, bahkan ada yang pernah ikut uji tersebut hingga 17 kali," katanya.

Kompetensi dokter adalah kemampuan dokter dalam melakukan praktik profesi kedokteran yang meliputi ranah kognitif, psikomotor, dan afektif. Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) adalah kurikulum yang menitikberatkan kepada kompetensi dokter sesuai dengan standar kompetensi dokter yang ditetapkan oleh KKI dan sertifikat kompetensi adalah surat tanda pengakuan terhadap kemampuan seorang dokter atau dokter gigi untuk menjalankan praktik kedokteran di seluruh Indonesia setelah lulus uji kompetensi yang dikeluarkan oleh Kolegium.

Setelah lulus uji kompetensi Surat Tanda Registrasi (STR) dokter adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Konsil Kedokteran Indonesia kepada dokter sesuai ketentuan perundang-undangan. Saat ini, tambah Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya tersebut, di Indonesia terdapat 100 ribu dokter yang terdaftar di regristasi konsil kedokteran Indonesia.
http://www.beritasatu.com/kesehatan/...ompetensi.html

---------------------------------

Indonesia itu sebenarnya butuh dokter yang besar sekali setiap tahunnya, apalagi bila memperhatikan pemerataan pelayanan kesehatan yang tidak merata antara kota dan desa, dan antara daerah terpencil dan berkembang, serta jawa dan luar jawa. Masalahnya, lembaga pendidikan dokter PTN yang baik, hanya sedikit bisa menghasilkan jumlah dokter-dokter yang dibutuhkan itu. Makanya kemudian PTS ikut mendirikan fakultas kedokteran (FK) untuk memenuhi kekurangan itu. Tapi akibat mahalnya biaya pendidikan dokter, hampir semua PTS yang punya FK di Indonesia itu tak ada yang menguntungkan bagi PTS ybs, apalagi sampai menjadi "profit center' seperti fakultas ekonomi atau fakultas teknik misalnya. Kebanyakan FK PTS itu malah di subsidi oleh SPP mahasiswa fakultas non-eksakta. Tapi kok PTS itu tetap ngotot mempertahankan FK miliknya? Alasan utamanya lebih pada pertimbangan "gengsi" institusi semata. Universitas, apalagi PTS, kalau tak memiliki fakultas kedokteran, nilainya agak "rendah" di mata masyarakat kita. Makanya PTS itu berupaya mempertahankannya, apapun yang terjadi.

Sifat nekad PTS yang ngotot mempertahankan fakultas kedokteran itu, sementara sumber pembiayaan institusinya sesungguhnya defisit, pada akhirnya berpengaruh pada sistem pengajaran dan pendidikan dokter di PTS itu sendiri. Banyak FK PTS yang beprinsip asal bisa meluluskan mahasiswanya untuk menekan biaya pendidikan yang mahal tadi, meski kompetensi ilmu kedokteran para mahasiswanya masih dibawah standart. Sehingga, maaf, banyak alumni fakultas kedokteran swasta itu (PTS), merupakan lulusan sarjana kedokteran yang kwalitasnya pas-pasan dan bahkan minim sekali pengetahuan dan praktek ilmu kedokterannya.

Itulah sebabnya mengapa organisasi dokter, IDI, berinisiatif untuk melakukan uji kompetensi bagi sang dokter sebelum di izinkan buka lapak di masyarakat (yang disebut UKDI itu). Sertifikat lulus UKDI diperlukan untuk syarat memperoleh izin praktek dokter oleh IDI sebelum dokter ybs berpraktek di masyarakat kita. Jadi niatan IDI emmang baik di awalnya dulu. Tapi, karena disitu menyangkut masalah perizinan dan regulasi, makanya akhirnya ada duit yang berbicara. Dalam beberapa kasus, bahkan seorang dokter baru PTS yang pas-pasan ilmunya itu, bisa saja tembus dan lulus ujian UKDI dengan cara-cara tak terpuji yaitu menggunakan uang sogokan (money talk).

Itulah yang menjadi kecurigaan besar pada panitia penyelenggara ujian UKDI itu belakangan ini. Apalagi ternyata dokter-dokter baru yang mengikuti UKDI itu, banyak yang tidak lulus ujian kompetensi yang diselenggarakan IDI. Dan jumlahnya terus bertumpuk setiap tahunnya, hingga mencapai ribuan orang. Makanya salah satu solusinya, izin pendirian FK, baik oleh PTN atau PTS, sebaiknya diperketat dan dalam pemberian akreditasi olen Badan Akreditasi Nasional (BAN), hanya FK dengan status akreditasi A saja yang diizinkan menguji dokternya.



[imagetag]
SHARE THIS POST:
FB Share Twitter Share

Blog Archive