SEMARANG, (25/9)-- Yuni Rahayu tak bisa menyembunyikan kesedihannya, saat berada di balik jeruji ruang tahanan Pengadilan Negeri (PN) Semarang, Rabu (24/9). Sorot matanya menerawang, kosong, wajahnya tampak menyiratkan duka.
Betapa tidak, keinginannya untuk menjadi tenaga kerja wanita (TKW) di Hongkong, guna membantu perekonomian keluarga, kandas. Ia kini justeru harus mendekam di penjara, lantaran dipidanakan oleh perusahaan penyalur tenaga kerja, yang menampungnya.
"Hari ini, jadwalnya mendengarkan tuntutan dari jaksa," kata ia, lirih.
Sesekali ia, mengobrol dengan sang suami, yang setia menemani di luar ruang tahanan. "Sudah sekitar empat bulan saya di dalam (sel). Selama itu saya tak pernah bertemu dan ngobrol dengan anak-anak. Saya sedih sekali. Kini, saya hanya berharap keadilan," ujar ibu dua anak, warga jalan Gedongsongo, Semarang, itu.
Perkara itu bermula ketika ia mendaftarkan diri ke Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI), PT. Maharani Tri Utama, pada Januari 2014 silam. Setelah memenuhi syarat administrasi, ia pun diwajibkan mengikuti pelatihan selama 60 hari, di penampungan.
Betapa tidak, keinginannya untuk menjadi tenaga kerja wanita (TKW) di Hongkong, guna membantu perekonomian keluarga, kandas. Ia kini justeru harus mendekam di penjara, lantaran dipidanakan oleh perusahaan penyalur tenaga kerja, yang menampungnya.
"Hari ini, jadwalnya mendengarkan tuntutan dari jaksa," kata ia, lirih.
Sesekali ia, mengobrol dengan sang suami, yang setia menemani di luar ruang tahanan. "Sudah sekitar empat bulan saya di dalam (sel). Selama itu saya tak pernah bertemu dan ngobrol dengan anak-anak. Saya sedih sekali. Kini, saya hanya berharap keadilan," ujar ibu dua anak, warga jalan Gedongsongo, Semarang, itu.
Perkara itu bermula ketika ia mendaftarkan diri ke Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI), PT. Maharani Tri Utama, pada Januari 2014 silam. Setelah memenuhi syarat administrasi, ia pun diwajibkan mengikuti pelatihan selama 60 hari, di penampungan.
"Namun, saya tidak bisa mengikuti pelatihan selama 60 hari penuh, lantaran ayah saya sakit keras. Saya beberapa kali meminta izin untuk menunggui beliau," ceritanya.
Bahkan, nyawa ayah Yuni akhirnya tak tertolong lagi. Ia pun begitu terpukul oleh peristiwa itu. Namun, belum kering air matanya lantaran sedih ditinggal sang ayah, Yuni mendapat kabar mengejutkan.
"Perusahaan mengirim surat pemberitahuan untuk mengembalikan biaya untuk pelatihan, uang saku, dan pembuatan pasport, total semuanya ada Rp19.250.000," ujar dia.
Lantaran tak bisa memenuhi tuntutan ganti rugi, hingga waktu yang ditentukan, Yuni dilaporkan oleh PT. Maharani Tri Utama ke Mapolrestabes Semarang, atas tuduhan penggelapan. Atas laporan itu, polisi kemudian menahan Yuni pada 7 Mei 2014.
"Sejak saat itu, saya mendekam di penjara sampai sekarang. Setelah beberapa waktu di tahanan polisi, kini saya mendekam di Lapas Wanita Bulu Semarang," ujar dia lirih.
Selama dalam proses pemeriksaan perkara, hingga saat ini, Yuni didampingi kuasa hukum dari LBH Mawar Saron. Direktur LBH Mawar Saron, Guntur Perdamaian, mengatakan kliennya adalah korban kriminalisasi PJTKI. (*)
Sumber :tribunnews.com
Makin ngeri Negeri ini...
Dikutip dari: http://adf.ly/sLPiX


