
Direktur Konservasi WWF-Indonesia Arnold Sitompul mengatakan peningkatan kasus kematian gajah Sumatera sangat memprihatinkan. Lembaga pemerhati satwa dan lingkungan ini mendesak pemerintah memberikan perhatian lebih serius dan segera bertindak. "Sudah saatnya menyatakan kondisi siaga 1 untuk isu kematian satwa karismatik ini," kata Arnold melalui siaran pers, Selasa, 9 September 2014.
Kasus kematian terbaru gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) di Aceh terjadi di dua lokasi berbeda. Satu individu gajah jantan berusia 20 tahun ditemukan mati di Kabupaten Aceh Jaya. Dua gajah lainnya, yang belum teridentifikasi jenis kelamin dan usianya, terkapar di Kabupaten Aceh Timur. Ketiga bangkai gajah itu ditemukan dengan kondisi mengenaskan tanpa gading. Kasus ini sudah ditangani Polres Aceh Jaya dan Polres Aceh Timur yang berkoordinasi dengan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh.
Dede Suhendra, Project Leader WWF-Indonesia di Aceh, mengatakan bahwa WWF sangat menyesalkan terulangnya kasus kematian gajah di Aceh. Sejak 2012 hingga 2014 setidaknya ada 31 gajah mati di Aceh. "Sebagian besar patut diduga terkait dengan perburuan gading," katanya.
WWF berharap BKSDA Aceh dapat mendorong terbangunnya koordinasi strategis dengan pemerintah daerah dan aparat penegak hukum untuk menangani kasus kematian gajah di Aceh, terutama terkait dengan isu perburuan. "Sehingga kasus ini dapat dan layak untuk diperkarakan di pengadilan," ujar Dede.
Data Workshop Forum Gajah dan Kementerian Kehutanan di Bogor, Jawa Barat, pada awal 2014 menunjukkan bahwa estimasi populasi gajah Sumatera di alam liar diperkirakan tersisa 1.724 individu. Populasi gajah terus merosot akibat fragmentasi habitat, konflik manusia dengan satwa, perburuan, dan perdagangan ilegal. Khusus di Provinsi Aceh, kasus kematian gajah sejak 2012 tercatat terjadi di Kabupaten Aceh Jaya, Aceh Selatan, Aceh Barat, Aceh Timur, Aceh Utara, dan Bireuen.
Dede mengatakan, selain penyelidikan dan penyelesaian melalui jalur hukum, upaya perlindungan gajah juga dapat dilakukan lewat jalan lain, seperti peran aktif kalangan masyarakat madani. Pada 25 Agustus 2014 lalu, misalnya, Majelis Adat Aceh (MAA) meluncurkan Pedoman Pengelolaan Sumber Daya Alam Berbasis Syariat dan Adat. "Pedoman itu dapat digunakan masyarakat untuk aktif menjaga kelangsungan hidup gajah," katanya.
Selain itu, sosialisasi Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 4 Tahun 2014 tentang Pelestarian Satwa Langka untuk Keseimbangan Ekosistem juga dapat memperkuat peran masyarakat dalam melindungi gajah Sumatera. "Pendekatan seperti ini diharapkan dapat meningkatkan kesadartahuan masyarakat mengenai pentingnya perlindungan gajah dan satwa kunci lainnya," WWF-Indonesia menyatakan.
sumber:
kejam ya para pembunuh gajah, miris banget melihat hewan ini semakin lama semakin berkurang banyak
Dikutip dari: http://adf.ly/rxlDi


