Debat calon presiden dan wakil presiden pada Senin malam (9/6) antara pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) dan Prabowo Subianto - Hatta Rajasa masih hangat dibahas di berbagai media. Muncul lebih banyak tanggapan dan pendapat tentang penampilan kedua kubu itu.
"Masyarakat yang Tak Kenal Prabowo-Hatta Pasti Terpukau Pidatonya"
Adapun Kompas menurunkan berita tentang penampilan pasangan Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa. Disebutkan, dosen Universitas Paramadina, Abdul Rohim Ghazali, mengatakan bahwa kemampuan berbicara di depan publik adalah keunggulan dari pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa.
"Bagi masyarakat yang tidak tahu kepribadian keduanya, pasti terpukau atas pidato mereka," ujarnya dalam sebuah diskusi di bilangan Kuningan, Jakarta, pada Selasa (10/6/2014).
Namun, lanjut Rohim, masyarakat yang kritis tidak terlalu terpengaruh terhadap aksi pidato kedua tokoh tersebut. Di sejumlah media sosial, masyarakat kritis menyebut keduanya "ngomong doang".
Mengapa? Misalnya ketika Hatta Rajasa bicara soal kesetaraan hukum dalam debat kandidat capres-cawapres pada Senin malam lalu. Banyak anggota masyarakat yang lupa bahwa Hatta punya latar belakang kasus soal kesetaraan hukum.
"Masyarakat lupa, anaknya Hatta pernah ada kasus nabrak mati orang, tapi tetap bebas," ujar Rohim.
Hatta Tidak Malu Berbicara tentang Kesetaraan Hukum
Masih laporan dari Kompas, pernyataan calon wakil presiden Hatta Rajasa terkait kesetaraan hukum mendapat kritik dalam debat calon presiden dan calon wakil presiden. Pernyataan Hatta itu dianggap tidak sejalan dengan kasus kecelakaan yang dialami putra Hatta, Muhammad Rasyid Amrullah.
"Masa, seorang Hatta Rajasa tidak malu berbicara tentang kesetaraan hukum? Apa dikiranya rakyat sudah lupa tabrakan maut anaknya, tragedi BMW-Luxio, yang telah merenggut sekian banyak nyawa di Tol Jagorawi," kata Amal Al Ghazali, koordinator nasional Relawan Demi Indonesia, dalam rilis yang diterima Kompas.com, Selasa (10/6).
Amal menyinggung tidak adanya penahanan terhadap Rasyid. "Walaupun sudah dinyatakan bersalah menghilangkan sekian banyak nyawa, tidak sedetik pun anak Hatta tersebut merasakan dinginnya lantai tahanan, apalagi penjara," katanya.
Ia lalu menyinggung sikap majelis hakim yang memasukkan pertimbangan hukum mengenai restorative justice. Menurut Amal, jika mengganti biaya pemakaman, pengobatan, dan memberi santunan dianggap sebagai restorative justice, maka hal itu salah.
"Pemberian santunan, bantuan, dan ganti rugi yang dilakukan keluarga Hatta Rajasa bukanlah merupakan suatu inisiatif mulia, melainkan sekadar konsekuensi hukum sebagai pihak yang menyebabkan kecelakaan," kata dia.
"Rakyat Indonesia bisa melihat dengan jelas ada ketidakadilan dalam perkara tabrakan maut anak Hatta Rajasa itu. Lah kok sekarang bapaknya berani bicara mengenai kesetaraan hukum. Apa disangkanya rakyat Indonesia bodoh dan pelupa?" pungkas Amal.
Sebelumnya, Hatta menyatakan pentingnya perlakuan hukum bagi semua warga negara. Hatta mengaku tidak setuju dengan adanya perlakuan khusus ataupun diskriminasi dalam penegakan hukum. (baca: Hatta: Dalam Berlakukan Hukum, Jangan Tumpul ke Atas Tajam ke Bawah)
Adapun Rasyid divonis lima bulan hukuman penjara serta denda sebesar Rp 12 juta oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur. Namun, hakim memutuskan bahwa Rasyid tak ditahan atas kecelakaan yang menewaskan dua orang itu.
Tabiat Prabowo, Kurang Pantas Jadi Presiden
Mantan Wakil Panglima ABRI Letnan Jenderal (Purn) Fachrul Razi menilai, calon presiden Prabowo Subianto kurang pantas menjadi RI-1. Penilaiannya itu berdasarkan rekam jejak Prabowo di militer.
"Saya dan teman-teman yang tahu (rekam jejak Prabowo) ingin memberikan penjelasan kepada pemilih bagaimana tabiatnya. Dengan tabiat itu, kami berpandangan dia kurang pantas jadi presiden ke depan," kata Fachrul dalam wawancara dengan Kompas TV, Selasa (10/6/2014).
Wawancara tersebut terkait surat keputusan Dewan Kehormatan Perwira (DKP) yang beredar luas di media sosial. Fahrul membenarkan substansi surat yang beredar tersebut. Ia merupakan Wakil Ketua DKP yang ikut menandatangani surat keputusan itu. (baca: Pimpinan DKP Benarkan Surat Rekomendasi Pemberhentian Prabowo dari ABRI)
Fachrul menjelaskan, ketika mengusut keterlibatan Prabowo terkait kasus penculikan, DKP hanya fokus pada pemeriksaan para aktivis yang kembali. Untuk mengusut mereka yang hilang, kata Fachrul, butuh waktu berbulan-bulan, bahkan bisa sampai tahunan.
Media sosial Salinan surat keputusan Dewan Kehormatan Perwira (DKP) terhadap Prabowo Subianto yang beredar di media sosial
"Padahal kita perlu segera mengambil langkah-langkah. Paling tidak dengan langkah yang kita ambil, dunia akan lihat kita tegas," ucap Fachrul.
Fachrul lalu menyinggung sikap Prabowo ketika menjadi Danjen Kopassus. Prabowo, kata dia, memerintahkan pasukan Kopassus yang di-BKO di tempat lain. Menurut dia, tindakan itu salah lantaran hanya Panglima TNI atau pimpinan di tempat tersebut yang bisa memerintahkan.
"Enggak ada di TNI komandonya dua," ucap Fachrul.
Fachrul menyatakan, ia tidak ingin mengganggu status capres yang kini disandang Prabowo. Ia juga menolak jika disebut tidak suka dengan Prabowo. Jika tak suka dengan Prabowo, kata Fachrul, maka pihaknya sudah mengajukan Prabowo ke Mahkamah Militer.
"Kami sepakat tidak angkat ke Mahkamah Militer, kami selesaikan melalui DKP. Menurut saya dan teman-teman, yang mungkin disetujui juga oleh Pangab, ingin ditutup masalah itu sampai tingkat ini. Itu yang terjadi," kata Fachrul.
Fachrul menambahkan, selanjutnya terserah kepada para pemilih untuk menilai Prabowo. Ia pun mengaku akan taat jika nantinya Prabowo terpilih sebagai presiden dalam Pilpres 9 Juli mendatang.
"Tabiat seperti ini sudah dilakukan yang bersangkutan berulang-ulang. Kalau pemilih-pemilih melihat enggak apa-apa lah, itu kan masa lalu, mungkin ke depan berubah dan tetap memilih Prabowo, itu adalah hak konstitusional pemilih dan tidak akan kami ganggu gugat. Kami punya kewajiban moral menjelaskan ke pemilih ini lah tabiat dia," paparnya.
Sebelumnya, beredar surat keputusan DKP yang dibuat 21 Agustus 1998. Dalam empat lembar surat itu tertulis pertimbangan atas berbagai pelanggaran yang dilakukan Prabowo. Tindakan Prabowo disebut tidak layak terjadi dalam kehidupan prajurit dan kehidupan perwira TNI. Tindakan Prabowo juga disebut merugikan kehormatan Kopassus, TNI-AD, ABRI, bangsa, dan negara.
Jokowi tampil seperti "Singa Asia" di podium
Antaranews melaporkan, penampilan pasangan capres dan cawapres Joko Widodo-Jusuf Kalla saat menyampaikan visi misi disertai contoh konkret dalam debat calon presiden dan wakil presiden mendapat apresiasi, bahkan Jokowi seperti Singa Asia di podium debat, kata Sosiolog dari Universitas Indonesia Thamrin Amal Tomagola.
"Dia (Jokowi) benar-benar seperti Singa Asia. Sementara Prabowo yang disebut-sebut Macan Asia justru tidak terlihat," kata Thamrin, di Jakarta, Selasa, menanggapi penampilan Jokowi-JK di dalam acara debat capres cawapres yang digelar Komisi Pemilihan Umum di Jakarta, pada Senin (9/6) malam.
Beberapa pihak menilai penampilan Jokowi saat debat menunjukkan bahwa mantan Wali Kota Solo itu bukanlah capres boneka karena memiliki konsep yang jelas.
Ia pun memberikan apresiasi karena Jokowi dan JK bisa saling melengkapi satu sama lain, sehingga dirinya yakin, jika kelak terpilih maka Jokowi-JK akan menjadi yang membumi, bukan yang cuma pandai berpidato atau beretorika.
Dalam catatan Thamrin, saat berbicara dalam debat capres tersebut Jokowi maupun JK tetap berpijak di bumi dengan memberikan argumentasi berupa fakta-fakta.
"Kita tentu berharap, mereka nantinya jika terpilih menjadi presiden dan wapres tetap mewujudkan apa yang dikatakan dan melahirkan karya-karya nyata yang dirasakan rakyatnya," ujarnya.
Masyarakat selama ini meragukan kemampuan Jokowi dalam berkomunikasi, terutama saat di forum resmi. Namun, Thamrin menegaskan, malam itu tidak melihat Jokowi seperti yang dikesankan banyak orang. Jokowi malah percaya diri dan bisa mengungkapkan visi, misi dan programnya dengan lancar.
"Isu dia tidak lihai berkomunikasi terbantah dengan sendirinya," ucapnya.(IRIB Indonesia/MZ/Antara/Kompas)
SUMBER






