SITUS BERITA TERBARU

Masyarakat Australia Jadikan Gembong Narkoba Pahlawan

Monday, March 9, 2015
Masyarakat Australia Jadikan Gembong Narkoba Pahlawan

Sejumlah media besar di Australia kini menjadikan gembong narkoba Bali Nine sebagai "pahlawan" dalam pemberitaan mereka. Dua terpidana mati Bali Nine, Andrew Chan dan Myuran Sukumaran, dimunculkan dalam citra sebagai korban, bukan lagi pelaku kejahatan narkoba.

Hal itu dikatakan Guru Besar Hukum Internasional dari Universitas Indonesia (UI) Hikmahanto Juwana saat dihubungi SP di Jakarta.

"Media (Australia) berpihak kepada dua orang ini sehingga memunculkan image dua orang ini korban. Tapi di Indonesia kita melihat dua orang ini pelaku, yang korban adalah mereka yang terkena narkoba," kata Hikmahanto.

Menurutnya, kepala perwakilan Indonesia di luar negeri harus lebih proaktif untuk memberikan persepsi yang benar kepada warga Australia. Kepala perwakilan harus berinisiatif untuk terlibat dengan masyarakat setempat terutama media massa.

"Kuncinya kepala perwakilan, lebih proaktif menjelaskan kepada masyarakat setempat, engage dengan media sehingga tidak ada salah persepsi," katanya.

Sebelumnya, sejumlah media Australia seperti Sydney Morning Herald (SMH), The Age, dan ABC, ramai memberitakan rencana Menlu Australia Julie Bishop untuk memanggil Duta Besar Republik Indonesia (Dubes RI) untuk Australia, Nadjib Riphat Kesoema. Hal itu dibantah oleh Menlu Retno Marsudi yang menyebut belum ada informasi pemanggilan termasuk adanya nota protes terkait munculnya foto kapolres Denpasar bersama Chan dan Sukumaran di dalam pesawat menuju Pulau Nusakambangan.

"Saya berkomunikasi dengan Pak Dubes, sampai saat ini tidak ada panggilan dari Kementerian Luar Negeri Australia karena ada isu beberapa tadi yang menanyakan itu," kata Retno hari Jumat (6/2).

Retno juga membantah artikel yang dimuat di SMH yang menyebut diplomat Indonesia menyatakan pemerintah kembali memberlakukan moratorium hukuman mati dalam sidang PBB di Jenewa, Swiss, hari Rabu (4/3).

Menurutnya, pernyataan yang dikutip dari kesimpulan pers di Kantor Komisaris HAM PBB, ternyata salah. Indonesia tidak pernah menyatakan moratorium, sebaliknya menyebutkan alasan pemberlakukan hukuman mati karena didorong situasi yang parah (peredaran narkoba).

Retno sudah meminta PBB untuk merevisi kesimpulan pers tersebut. Artikel yang ditulis SMH berjudul Bali Nine: Indonesia flags death penalty moratorium at United Nations.

"Diperoleh informasi, apa yang dikutip oleh media Australia itu tidak benar. Sekali lagi, saya tekankan apa yang dikutip media tersebut adalah tidak benar," kata Retno.

Berdasarkan informasi terbaru yg diperoleh SP, insiden pelemparan balon berisi cairan merah di Konsulat Jenderal RI di Sydney dilakukan oleh seorang ibu biasa yang tidak terafiliasi dengan kelompok apa pun. Dikhawatirkan, tendensi pemberitaan sejumlah media Australia terkait gembong narkoba Bali Nine bisa mempengaruhi warga biasa sekalipun di sana.

Spekulasi

Di Australia, Menlu Julie Bishop berspekulasi tentang adanya sinyal perubahan pikiran dari Indonesia terkait eksekusi mati. Hal itu dikarenakan Indonesia memberi sinyal penundaan eksekusi mati sampai kasus hukum dua gembong narkoba Australia sudah selesai.

Bishop juga menyarankan jeda waktu eksekusi mati dipakai untuk memberikan kesempatan kepada Komisi Yudisial (KY) untuk menginvestigasi klaim permintaan uang dari hakim dalam kasus Chan dan Sukumaran.

"Saya memahami bahwa komisi (KY) telah meminta pernyataan dari Sukumaran dan Chan, jadi seharusnya masih ada alasan untuk penundaan. Saya berharap di dalam hati bahwa ini adalah sebuah perubahan pikiran," kata Bishop.

Sebelumnya, pengacara dua gembong narkoba Bali Nine, Todung Mulya Lubis, mengaku belum bisa menghubungi pengacara terdahulu kliennya bernama M Rifan, sehingga tidak bisa dipastikan kapan bukti-bukti kasus dugaan suap itu akan disampaikan kepada KY.

sumber  (sp.beritasatu.com)

Link: http://adf.ly/196jVi
SHARE THIS POST:
FB Share Twitter Share

Blog Archive