
Surat Keputusan (SK) Menteri Kehutanan (Menhut) No: SK.673/Menhut-II/2014 tanggal 8 Agustus 2014 tentang Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan Menjadi Bukan Kawasan Hutan tidak bisa direvisi.
Alasannya, SK yang dibahas pada 2009 dan dikeluarkan berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No 10/2010 tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Hutan hanya bisa direvisi dalam lima tahun.
"SK 673 sifatnya provinsial yakni lima tahunan. Prosesnya itu dari 2009," kata Direktur Jenderal Planologi Kemhut Bambang Supijanto sewaktu bersaksi untuk terdakwa Gulat Manurung, di Jakarta, Senin (12/1).
Menurutnya, tak ada regulasi yang mengatur Zulkifli Hasan selaku Menhut dapat merevisi SK No : 673 yang telah final. Artinya, jika diperlukan revisi membutuhkan waktu selama lima tahun. Faktanya, tak sampai setahun SK dikeluarkan Zulkifli sudah menawarkan revisi kepada masyarakat Riau yang kemudian dimanfaatkan Gubernur Riau nonaktif Annas Maamun dan Gulat Manurung.
Saksi lainnya yakni, Direktur Perencanaan Kawasan Hutan Dirjen Planologi Kemhut Mashud RM menambahkan, SK No : 673 disusun oleh tim terpadu yang dapat direvisi oleh tim bukan atas usulan dari pihak di luar tim.
"Kalau itu revisi terhadap hasil tim terpadu di dalamnya dimungkinkan. Tetapi kalau usulan baru di luar tim terpadu tidak bisa," katanya.
Mashud mengakui kalau dirinya dua kali menerima usulan revisi dari Annas Maamun. Keduanya terjadi pada Agustus dan September 2014. Bahkan, dia mengakui ikut menemani Zulkifli Hasan sewaktu berpidato dalam HUT Provinsi Riau 9 Agustus 2014 yang menawarkan revisi SK No: 673. Padahal, kebijakan merevisi tidak diperkenankan atas usulan pihak di luar tim terpadu.
"Di Riau Beliau (Zulkifli) pidato memberikan waktu 1-2 minggu untuk revisi," katanya.
Sewaktu bersaksi pada 5 Januari 2015, Zulkifli Hasan mengaku mengagendakan pertemuan dengan tersangka Annas Maamun yang awalnya diagendakan di Kantor Menhut namun akhirnya diadakan di rumah dinas menteri, di kawasan Mega Kuningan, Jaksel, beberapa hari sebelum Gulat ditangkap KPK pada 25 September 2014.
"Saya waktu itu di luar kota, saat mau pulang pesawatnya 'delay'. Akhirnya pertemuan itu dipindah ke rumah dinas menteri di Jalan Denpasar Raya nomor 15," kata Zulkifli.
Kendati demikian, politisi PAN tersebut mengaku tidak mengingat siapa saja rombongan yang hadir selain Annas Maamun dalam pertemuan singkat tersebut. Rombongan berterima kasih kepada Zulkifli karena mau merevisi SK No : 673.
"Mereka juga minta saya membantu, tapi saya bilang ajukan saja sesuai prosedur," katanya.
Dalam pengakuannya, Zulkifli menyebut SK No : 673 diperuntukan untuk mengubah status fungsi hutan produksi menjadi konvensi, kawasan hutan menjadi bukan hutan, termasuk mengubah status bukan hutan jadi hutan. Pengajuannya dilakukan dari bawah, kepala daerah bukan atas inisiatif menteri.
"Prosesnya perubahan tata ruang yang menyangkut hutan diusulkan bupati, tidak boleh ada inisiatif dari Kementerian, dari bupati ke gubernur, muspida kemudian diusulkan ke Kemhut. Setelah itu maka Kemhut bentuk tim terpadu, sesuai PP No 10/2010, dari Kemdagri, PU, Kemhut, dipimpin oleh LIPI. Mengubah tata ruang ada tim terpadu melakukan kajian nanti mana yang diusulkan, biasanya 10 diusulkan, bisa saja yang dibolehkan lima," katanya.
Dalam perkembangannya, SK tersebut didagangkan karena Annas mau mengakomodasi keinginan Gulat agar areal kebun sawit miliknya bersama teman-temannya dimasukan dalam usulan revisi kawasan hutan menjadi bukan kawasan hutan dengan meminta imbalan Rp 2,9 miliar. Annas membantu areal yang terdapat di Kabupaten Kuantan Singingi yang luasnya mencapai 1.188 Ha, dan Bagan Sinembah di Kabupaten Rokan Ilir seluas 1.214 Ha agar dimasukan ke dalam usulan revisi SK Menhut No : SK.673/Menhut-II/2014. Sejauh ini KPK belum menetapkan tersangka baru dalam perkara tersebut dan baru mengadili Gulat selaku penyuap.
sumber: beritasatu
Link: http://adf.ly/wE1Uo

