Please disable ad-blocker to view this page



SITUS BERITA TERBARU

TEMPO Lindungi Penjahat Kelamin alisa Sitok

Thursday, December 5, 2013
Tempo Lindungi Sitok Srengenge

ASATUNEWS - Komunitas Salihara, yang bisa dibilang sebagai anak kandung media Tempo, mengeluarkan siaran pers terkait kasus dugaan pemerkosaan yang dilakukan seorang aktivis komunitasnya, Sitok Srengenge. Dalam siaran pers itu, Komunitas Salihara seakan ingin menyangkal pemberitaan Tempo, yang menyatakan Sito dituduh melakukan perbuatan tidak menyenangkan. Siaran pers Komunitas Salihara, dengan mengutip keterangan polisi, mengungkapkan Sitok dituduh melakukan pemaksaan hubungan seks, kehamilan di luar nikah, dan penelantaran terhadap seorang mahasiswi Universitas Indonesia.

Sebelum itu, banyak pihak memang merasa heran dengan cara Tempo memberitakan kasus yang melibatkan Sitok Srengenge. Tempo terkesan ingin melindungi Sitok Srengenge, dengan cara memengaruhi opini publik. Itu sebabnya, ada yang menyatakan Tempo telah melakukan dosa publik. Ada juga yang membeberkan sembilan dosa Tempo sehubungan dengan cara pemberitaannya itu.

Bahkan, seorang ahli komunikasi lulusan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Wisnu Prasetya Utomo, dengan sengaja melakukan perbandingan cara pemberitaan tiga media online dengan media online Tempo mengenai kasus Sitok. Ketiga media yang beritanya dibandingkan dengan berita Tempo itu adalah kompas.com (Kompas), republika.com (Republika), dan jppn.com (Jawa Pos). Hasil dari perbandingan itu dilaporkan Wisnu di blog-nya, http://wisnuprasetya.wordpress.com.

Wisnu mengungkapkan, dari keempat media tersebut, hanya Tempo yang tidak menyebutkan Sitok menghamili mahasiswi. Bahkan, tak ada kata �menghamili� pada pemberitaan yang Tempo tulis. Tempo memberitakan bahwa Sitok dilaporkan atas "perbuatan tidak menyenangkan terhadap seorang wanita".

Pada penutup berita terkait kasus yang membelit Sitok itu, lanjut Wisnu,Tempo juga berulang-ulang meletakkan tanggapan Sitok terhadap pelaporan tersebut. Setelah itu, Tempo menurunkan dua berita yang berisi pernyataan istri Sitok dan putri Sitok. "Terlihat penggambaran keluarga yang sedang mengalami ujian dan tegar menghadapinya. Kedua berita ini memberikan penutup yang sama bahwa Sitok siap bertanggung jawab dan hubungannya dengan RW dilakukan atas dasar suka sama suka," ungkap Wisnu.

Ketiga media yang lain memosisikan RW sebagai korban, namun tidak demikian halnyaTempo. "Dari awal, Tempo sudah mem-framing bahwa kasus ini terjadi karena suka sama suka. Konsekuensinya, tidak ada yang menjadi korban. Apalagi, ditambah dengan penonjolan respons dari istri dan anak Sitok serta tanggapan Sitok yang mengatakan akan bertanggung jawab. Sebagai catatan, Tempo yang pertama kali mendapatkan klarifikasi atau tanggapan dari sang penyair dari Komunitas Salihara ini," papar Wisnu.

Nada pemberitaan Tempo, lanjut Wisnu, sebenarnya mulai berubah seiring dengan ditulisnya berita dengan judul "RW, Korban Sitok, Depresi Lima Bulan" dan "BEM FIB UI Tuding Sitok Teror Mahasiswi UI". "Ah, tapi jangan percaya sebuah berita sampai Anda membacanya tuntas," kata Wisnu.
Kenapa? Karena, lanjut Wisnu, dua berita tersebut diakhiri dengan kalimat "Dalam klarifikasinya, Sitok sendiri mengaku mengenal RW dan pernah berhubungan intim atas dasar suka sama suka. 'Tapi tidak benar saya berniat membiarkan, apalagi lari dari tanggung jawab,' kata dia." dan "Badan Eksekutif Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia sampai mengeluarkan siaran pers soal ini. Mereka meminta kasus ini diungkap tuntas. Kepada Tempo, Sitok membantah telah melakukan pelecehan seksual seperti yang dituduhkan."

"Tanpa susah-susah menganalisis, kita bisa menyimpulkan bahwa hal tersebut menunjukkan sesuatu yang hendak ditekankan sebuah berita. Nah, tepat di titik itulah framing bekerja," tutur Wisnu. Framing semacam ini menurut Wisnu terasa aneh jika melihat bagaimana pemberitaan Tempo terkait dugaan pemerkosaan terhadap perempuan jurnalis di Jakarta, beberapa bulan lalu. "Saat itu, Tempo getol mengangkat kasus ini dan memberikan ruang yang lebar untuk korban. Pertanyaannya, mengapa dalam kasus SS iniTempo tidak melakukan hal serupa dan justru memberikan banyak ruang untuk sang pelaku?" kata Wisnu. Dengan berita-berita seperti itu, tambah Wisnu, jangan salahkan publik jika menganggap Tempo "membela" SS dalam kasus ini.

Sementara itu, Ayu Utami, penulis yang juga kurator Komunitas Salihara, menulis dalam blog-nya bahwa pada kasus SS, kita belum tahu apakah pemaksaan dalam makna tradisional memang terjadi. "Tapi, dugaan bahwa ada hubungan seks yang tidak adil, tidak ditunaikan dengan cara-cara apik dan manusiawi�dan karenanya menjadi tidak menyenangkan, bahkan terasa cabul�sah sebagai kasus hukum. Kita tidak bisa lagi berlindung di balik 'suka sama suka'. Itu pandangan yang terlalu sempit," ungkap Ayu, dalam tulisan berjudul "Mengapa Kita Tak Pantas Lagi Bilang 'Suka sama Suka'".

Media online thejakartapost.com edisi Selasa (3/12) sempat memberitakan bahwa ada seorang mahasiswi lain yang membuka suara atas upaya pemerkosaan yang ingin dilakukan oleh Sitok. Namanya Maria. Upaya pemerkosaan Maria oleh Sitok, seperti dikisahkan Maria kepada thejakartapost.com, gagal karena Maria melawan dan melarikan diri. Sebelum peristiwa itu terjadi, Sitok terlebih dulu mengajak Maria meminum minuman keras. (ASN-010/DJE)
Sumber

Masih ada yang percaya sama Tempo?

Seperti tulisan di Jilbab Hitam Tentang Tempo Memeras di kasus SKK migas, banyak yg beranggapan bahwa tidak mungkin Tempo melakukan hal yang di tuduhkan.

Fanboy Tempo dan Fanboy PKS sama - sama naif, yang menganggap panutannya tidak mungkin berbuat salah atau melanggar hukum.
SHARE THIS POST:
FB Share Twitter Share

Blog Archive