SITUS BERITA TERBARU

Ketika Sebagian Masyarakat Masih Berobat ke Dukun

Monday, December 30, 2013






VIVAnews - Masyarakat di Nagari (Desa) Sungai Duo, Kabupaten Dharmasraya, Sumatera Barat, masih banyak yang berobat ke dukun. Budaya dan tradisi masyarakat di wilayah ini masih kental. Bahkan, dalam kampung itu ada yang dinobatkan sebagai "dukun kampung".

"Masyarakat kita masih percaya dengan dukun. Memang tidak semua, tapi bisa dikatakan mayoritas. Karena memang dukun bisa mengobati beberapa jenis penyakit," kata Dirsal Datuak Paduko Bosau, pemimpin tertinggi secara adat masyarakat Sungai Duo, akhir pekan.

Menurutnya, kemampuan para dukun untuk mengobati dengan memanfaatkan dedaunan dan hasil alam lainnya membuat masyarakat memilih berobat ke dukun. Selain tidak memakan biaya, juga tidak melewati birokrasi yang rumit.

"Kita bisa lihat, masyarakat yang sakit pasti berobat ke dukun dulu. Apalagi sakitnya hanya demam dan sakit perut dan sakit kepala," ujar Dirsal.

Sebenarnya, penyakit apapun bisa diobati dukun. Soal kesembuhan, itu urusan belakangan. "Kita kan hanya bisa berusaha. Kita mengobati semua penyakit dengan alam disertai doa kepada Tuhan. Soal kesembuhan, itu urusan Tuhan. Tapi kuncinya doa," kata Ilyas, salah sorang yang dikenal dukun oleh masyarakat setempat.

Namun, penamaan penyakit berbeda dengan dunia kesehatan. Dukun biasanya menamai penyakit dengan istilah-istilah mitos di kampung tersebut. Misalnya, tasapo, kalintasan, tumbuah, dan lainnya.

Jamalis, 52 tahun, misalnya, perempuan yang sering berobat ke dukun. Dia paling sering berobat dengan ritual Batimbang Salah. Batimbang Salah adalah pengobatan untuk penyakit yang tak kunjung sembuh setelah menjalani ritual-ritual lainnya.

"Saya sering sakit. Saya sering berobat ke dukun. Bukannya tidak pernah berobat ke rumah sakit, pernah juga, tapi lebih sering berobat ke dukun," katanya.

Tantangan JKN

Menurut data yang didapatkan oleh Forum Dharmasraya Sehat, forum binaan Dinas Kesehatan dan Bappeda ini, 40 persen masyarakat masih berobat ke dukun. Ini di sebabkan oleh fasilitas puskesmas dan rumah sakit yang tidak memadai.

"Karenanya pengaruh dukun masih kuat," kata Muhammad Amin, Wakil Ketua Forum Dharmasraya Sehat yang mendapat penghargaan Swasti Saba Padapa dari Presiden melalui Menteri Kesehatan.

Kepala Rumah Sakit Daerah kelas C Kabupaten Dharmasraya Heni Rita, mengakui kelemahan rumah sakit satu-satunya di Dharmasraya itu. Dia mengatakan secara fasilitas masih kurang. "Kita secara umum fasilitas masih kurang. Tapi dokter dan SDM sudah mencukupi untuk kelas C," katanya, Minggu.

Hingga saat ini, rumah sakit yang dipimpin Heni Rita memiliki 110 tempat tidur. Tahun 2014, akan ditambah 16 unit lagi. Alat-alat yang kurang adalah alat-alat besar, misalnya untuk operasi dan alat operasional lainnya. "Tapi pemerintah akan berupaya terus untuk melengkapi dalam menghadapi Jaminan Kesehatan Nasional 2014 nanti," ujarnya.

Heni menambahkan, pemerintah sedang berupaya melengkapi sambil mempersiapkan rumah sakit baru yang lebih memadai. "Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) memang berat. Secara prosedural kita sudah siap, tapi fasilitas masih kurang. Namun pemerintah akan terus berupaya."

Menurut Muhammad Amin, untuk kasus melahirkan, Dinas Kesehatan Dharmasraya memberi sertifikat bidan yang tersebar di daerah untuk menangani persalinan. Hingga saat ini, sudah ada 30 bidan yang mendapat sertifikat itu dan tersebar di berbagai kecamatan.

"Saking kuatnya pengaruh dukun, para bidan itu membuat MoU dengan dukun setempat. Mereka bekerjasama dalam membantu masyarakat melahirkan. Jika masyarakat ingin berobat ke dukun silakan, begitu juga jika ingin ke bidan. Kerjasama ini bertujuan untuk menghindari perselisihan antara bidan dan dukun," kata Muhammad Amin.

Menurut Amin, fasilitas dan pelayanan kesehatan yang kurang membuat masyarakat memilih berobat ke luar daerah. Tidak hanya bagi masyarakat yang mampu, tapi masyarakat yang tahu kondisi pelayanan kesehatan di daerah itu mencoba menghindarinya, meskipun kekurangan biaya.

"Ada yang berobat ke rumah sakit luar Dharmasraya, dan ada yang memilih berobat ke dukun," kata Amin.

Satu kasus yang dijumpai VIVA.co.id di lapangan yang tidak biasa adalah pihak rumah sakit "merujuk" pasien ke dukun. Nanda Fitrah, 27, pernah mengalami sakit di bagian kepala. Saking sakitnya, Nanda Fitrah meraung dan membentak-bentak hingga pingsan.

"Saya merasakan sakit itu berulang kali. Awalnya berobat ke dukun. Sempat sembuh, tapi dalam waktu tertentu dia datang lagi. Akhirnya keluarga memutuskan untuk dibawa ke rumah sakit. Setiba di rumah sakit kami mendapat jawaban mengejutkan. Hasil pemeriksaan mengatakan saya tidak mengalami sakit apa-apa. Akhirnya pihak rumah sakit waktu itu menyarankan agar saya pulang dan berobat kampung," kata Nanda, menceritakan pengalamannya tahun 2009 silam.

Akhirnya Nanda berobat ke dukun lagi. Nanda terpaksa memakai jimat yang diberi dukun. Nanda tidak punya pilihan, dia harus meyakini dukun, karena hingga saat ini, sesekali sakit kepalanya masih kambuh.

Kondisi Pelayanan kesehatan di atas, menjadi tantangan untuk menerapkan program JKN di Dharmasraya. Delapan orang masyarakat berprofesi petani yang ditanya, mereka belum ada yang tahu tentang JKN. Ketika dijelaskan sistem JKN yang memungut iuran, mereka mengeluh.

Namun menurut Amin, Pemerintah sudah melakukan sosialisasi kepada bidan, pihak puskesmas dan tokoh masyarakat. Sosialisasi belum sampai ke masyarakat secara luas. "Melihat kondisi sekarang, sepertinya pola pikir masyarakat akan berubah. Animo untuk berobat ke rumah sakit akan meningkat. Perlahan kita coba sadarkan masyarakat.



sumber;http://us.m.news.viva.co.id/news/read/469625-ketika-sebagian-masyarakat-masih-berobat-ke-dukun





_____________________________
kadang apa yang nggak bisa dilakukan dokter,bisa dilakukan oleh dukun,begitu juga sebaliknya,,,
SHARE THIS POST:
FB Share Twitter Share

Blog Archive