Siang ini kita semua mendapatkan kabar yang mengejutkan atau mungkin juga sudah menjadi perkiraan. Media kita ramai membicarakan Ratu Atut Chosiyah yang status hukumnya akan ditentukan oleh KPK pekan ini. Apakah menjadi tersangka atau tidak. Marilah kita lihat kemungkinan paling buruk dari nasib Ratu Atut, yaitu menjadi tersangka. Ada tiga hal yang akan menjadi penentu dalam pusaran politik di Banten dalam pandangan awam saya. Yaitu Atut itu sendiri, Partai Demokrat, dan PDIP tentu saja. Mari kita lihat satu persatu aspek ini. Semoga data-datanya mendukung ya agan/aganwati.
Ratu Atut
Ratu Atut dilantik menjadi Gubernur RAC pada 11 Januari 2007 dan menjadi gubernur wanita pertama di Indonesia. Proses terpilihnya pun melalui jalan yang sangat demokratis. Berpasangan dengan Muhammad Masduki pasangan ini berhasil meraup 1.445.457 (40,15 persen) suara dari 3.599.850 suara yang diperebutkan. Pada 22 Oktober 2011, RAC yang berpasangan dengan Rano Karno kembali terpilih untuk kali yang kedua menduduki kursi kepemimpinan utama di Banten. Dengan sistem pemilihan langsung yang dilakukan dalam pemilu kepala daerah (pilkada) kemenangan RAC tidak dapat disangsikan lagi, sebab rakyat pemilih yang menentukan. Gugatan terhadap hasil penghitungan suara yang dilakukan oleh kandidat lainnya telah terbantahkan oleh keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang kala itu dipimpin oleh Mahfud MD. Artinya bahwa sinyalemen kecurangan yang dilakukan oleh pasangan RAC-Rano Karno sama sekali tidak terbukti.
Pada tahun 2011, Ratu Atut bahkan didukung oleh 33 partai politik baik itu yang ada di DPRD Banten ataupun tidak. Secara politik jelas posisi Ratu aman jika dilihat sekilas, tapi tidak jika dilihat secara mendalam. Ratu Atut harus menjaga agar kekuasaannya aman dan bisa melakukan programnya dengan lancar. Penjagaan status politik ini dilakukan di legislatif dan dilakukan di eksekutif. Di legislatif, beking secara langsung Ratu Atut sebenarnya hanya ada pada Partai Golkar dan PDIP, anggaplah partai lain sebagai pedang bermata dua, yang akan bergerak sesuai dengan perintah politik dari pusat. Sedangkan di eksekutif, Ratu Atut harus memastikan bahwa yang menjadi Kepala Daerah bawahannya merupakan orang yang dapat ia percaya dan publik kenal, maka akhirnya secara tidak sengaja sebagian besar kepala daerah di Banten merupakan sanak familinya. Politik dinasti ini dikatakan tidak disengaja karena secara demokratis, semua kepala daerah yang merupakan sanak familinya merupakan pemenang dalam proses pilkada dan sah tanpa kecurangan.
Ratu Atut mulai tersandung - katakanlah demikian � ketika adik kandungnya tersangkut kasus suap pada Pilkada Lebak tahun 2013. Kasus pun merembet hingga tuduhan penggelapan dana Alat Kesehatan di Tangsel, karena adik Ratu Atut tersebut merupakan suami dari Walikota Tangsel. Bak bola salju, kasus pun akhirnya menghampiri Ratu Atut yang dianggap melakukan hal serupa dalam hal pengadaan Alkes di Banten. Setidaknya dua kali Ratu Atut datang ke KPK untuk pemeriksaan. Puncaknya adalah pekan ini mengenai statusnya apakah akan ditetapkan sebagai tersangka atau tidak.
Partai Demokrat
Secara politik, partai Demokrat adalah salah satu partai pendukung Ratu Atut dan Rano Karno untuk maju sebagai pasangan Gubernur-Wagubernur di Banten pada tahun 2011. Secara hitung-hitungan kursi legislatif di DPRD Banten, partai ini memiliki 17 kursi dan merupakan partai dengan jumlah kursi terbanyak di DPRD Banten. Bahkan Ratu Atut yang didukung oleh Golkar dan PDIP jika digabung kursi legislatif di DPRD Banten hanya mampu berselisih 6 kursi dengan Demokrat (Golkar 13, PDIP 10). Mungkin akan bisa menang jika ada pertentangan politik di DPRD, jika partai lain tidak ada yang mendukung kepentingan politik Demokrat, tapi tentu saja itu tidak mungkin.
Ratu Atut
Ratu Atut dilantik menjadi Gubernur RAC pada 11 Januari 2007 dan menjadi gubernur wanita pertama di Indonesia. Proses terpilihnya pun melalui jalan yang sangat demokratis. Berpasangan dengan Muhammad Masduki pasangan ini berhasil meraup 1.445.457 (40,15 persen) suara dari 3.599.850 suara yang diperebutkan. Pada 22 Oktober 2011, RAC yang berpasangan dengan Rano Karno kembali terpilih untuk kali yang kedua menduduki kursi kepemimpinan utama di Banten. Dengan sistem pemilihan langsung yang dilakukan dalam pemilu kepala daerah (pilkada) kemenangan RAC tidak dapat disangsikan lagi, sebab rakyat pemilih yang menentukan. Gugatan terhadap hasil penghitungan suara yang dilakukan oleh kandidat lainnya telah terbantahkan oleh keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang kala itu dipimpin oleh Mahfud MD. Artinya bahwa sinyalemen kecurangan yang dilakukan oleh pasangan RAC-Rano Karno sama sekali tidak terbukti.
Pada tahun 2011, Ratu Atut bahkan didukung oleh 33 partai politik baik itu yang ada di DPRD Banten ataupun tidak. Secara politik jelas posisi Ratu aman jika dilihat sekilas, tapi tidak jika dilihat secara mendalam. Ratu Atut harus menjaga agar kekuasaannya aman dan bisa melakukan programnya dengan lancar. Penjagaan status politik ini dilakukan di legislatif dan dilakukan di eksekutif. Di legislatif, beking secara langsung Ratu Atut sebenarnya hanya ada pada Partai Golkar dan PDIP, anggaplah partai lain sebagai pedang bermata dua, yang akan bergerak sesuai dengan perintah politik dari pusat. Sedangkan di eksekutif, Ratu Atut harus memastikan bahwa yang menjadi Kepala Daerah bawahannya merupakan orang yang dapat ia percaya dan publik kenal, maka akhirnya secara tidak sengaja sebagian besar kepala daerah di Banten merupakan sanak familinya. Politik dinasti ini dikatakan tidak disengaja karena secara demokratis, semua kepala daerah yang merupakan sanak familinya merupakan pemenang dalam proses pilkada dan sah tanpa kecurangan.
Ratu Atut mulai tersandung - katakanlah demikian � ketika adik kandungnya tersangkut kasus suap pada Pilkada Lebak tahun 2013. Kasus pun merembet hingga tuduhan penggelapan dana Alat Kesehatan di Tangsel, karena adik Ratu Atut tersebut merupakan suami dari Walikota Tangsel. Bak bola salju, kasus pun akhirnya menghampiri Ratu Atut yang dianggap melakukan hal serupa dalam hal pengadaan Alkes di Banten. Setidaknya dua kali Ratu Atut datang ke KPK untuk pemeriksaan. Puncaknya adalah pekan ini mengenai statusnya apakah akan ditetapkan sebagai tersangka atau tidak.
Partai Demokrat
Secara politik, partai Demokrat adalah salah satu partai pendukung Ratu Atut dan Rano Karno untuk maju sebagai pasangan Gubernur-Wagubernur di Banten pada tahun 2011. Secara hitung-hitungan kursi legislatif di DPRD Banten, partai ini memiliki 17 kursi dan merupakan partai dengan jumlah kursi terbanyak di DPRD Banten. Bahkan Ratu Atut yang didukung oleh Golkar dan PDIP jika digabung kursi legislatif di DPRD Banten hanya mampu berselisih 6 kursi dengan Demokrat (Golkar 13, PDIP 10). Mungkin akan bisa menang jika ada pertentangan politik di DPRD, jika partai lain tidak ada yang mendukung kepentingan politik Demokrat, tapi tentu saja itu tidak mungkin.
Dalam kasus Banten ini, Demokrat mungkin bisa dikatakan sebagai pihak yang paling diuntungkan pertama sebelum ane sebutin siapa pihak kedua yang diuntungkan. Mengapa? Pertama, Demokrat memiliki kesempatan untuk menutup kasus yang menerpa partainya dengan menumbalkan Kasus Ratu Atut sebagai headline dalam pemberitaan public, hal ini dikarenakan KPK sampai saat ini belum bisa melakukan pengusutan kasus korupsi secara berbarengan, alias multitasking. Padahal kalau dilihat secara data, kasus korupsi yang menerpa Demokrat jumlahnya lebih besar daripada kasus Ratu Atut. Bayangkan saja, kasus yang menimpa Demokrat adalah kasus Hambalang dan Kasus Century yang jika ditotal maka kerugian negara mencapai 9 Triliun untuk dua kasus tersebut, sangat berbeda jauh dengan kasus Ratu Atut yang ratusan miliar nilainya. Selain itu, kader Demorkat di Banten juga tidak memiliki track record yang bagus, alias terkena skandal korupsi juga. Ada Wahidin Halim (Walikota Tangerang) dan ada Mulyadi Jayabaya (Bupati Lebak). Keuntungan kedua yang didapat oleh Demokrat adalah merupakan ajang balas dendam mengenai kekalahan politik Demokrat di Banten, yaitu dengan kalahnya Wahidin Halim di Pilkada Banten dan mengalahnya Mulyadi Jayabaya dalam Pilkada Banten. Kasus Banten tentu tidak akan dibiarkan menguap begitu saja oleh Demokrat, karena ini adalah momentum.
Partai PDI-P
Pihak kedua yang diuntungkan dalam kasus ini adalah PDIP, jelas karena kalau Ratu Atut ditetapkan sebagai tersangka, maka kader PDIP yaitu Rano Karno bisa maju sebagai Gubernur menggantikan posisi Ratu Atut di Banten 1. Tapi hal ini pun tak akan aman bagi PDIP, karena secara politik Rano Karno akan dimusuhi oleh dua pihak sekaligus, yaitu Golkar yang menganggap PDIP memanfaatkan kesempatan, dan Demokrat yang mengincar posisi satu di Banten namun kalah secara Undang-Undang oleh PDIP. Rano Karno akan mengalami kegoncangan besar di DPRD Banten, belum lagi partai lain yang tentu saja akan terus mengail di air keruh bernama Banten ini. Terkait kasus Banten pun, Rano Karno dipastikan tidak akan bisa dengan luwes menjadi Gubernur Banten, karena adanya kasus yang terjadi di Banten jika dilihat secara logis bukan hanya salah Ratu Atut, tapi juga wakilnya, mungkin saja. Sehingga kasus Ratu Atut ini ibarat buah simalakama untuk Rano Karno dan PDIP.
Pusaran Politik Kuning, Merah, Biru
Jika kasus ini terus berlanjut, maka sudah dipastikan elit politik di Banten akan mengalami kegoncangan yang luar biasa. Ada tiga warna yang berebut posisi Banten 1 dan ada tiga warna yang akan bertarung di DPRD Banten. Partai lainnya, dapat dikatakan floating mass karena hanya akan bersifat pragmatis dalam melihat kesempatan ini.
Kuncinya ada di KPK karena lembaga inilah yang bisa mengusut kasus ini dengan baik dan tanpa kepentingan, semoga saja. Karena jika Ratu Atut ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini, maka dalam pandangan awam saya melihat UU Pemerintahan Daerah, maka kasus ini akan menyeret seluruh anggota DPRD Banten. Kenapa? Karena dalam UU Pemerintahan Daerah, pelaksanaan pemerintahan di provinsi dilakukan secara kolektif dan kolega oleh DPRD dan Pemerintah Provinsi. Maka jika dilihat dari hal tersebut, maka DPRD dan Pemerintah Provinsi harus ikut bertanggung jawab jika benar ada kasus korupsi di Banten dan tidak hanya menumbalkan Ratu Atut. Lagipula, jika KPK sangat berniat mengusut kasus korupsi di Banten maka seluruh kepala daerah di Banten harus diperiksa juga. Jika itu terjadi, maka di Banten akan terjadi kekosongan kekuasaan yang luar biasa dan mungkin saja akan menimbulkan kekacauan dalam pemerintahan daerah di Banten baik dari tingkat provinsi maupun tingkat kabupaten. Jika KPK melihat hal ini, maka KPK benar-benar menjadi kunci dari penegakan hukum di Banten dan menjadi kunci atas stabilitas di Banten dengan kondisi Demokrat, PDIP, dan Golkar yang saling berseteru.
Sumber
Kira2 begini gan tabelnya

Sekian Agan/Aganwati opini ane. Maap ya Gan klo panjang banget. Oiya, ditunggu loh Gan/Aganwati komentarnya biar seru. Klo mau ngasih cendol apalagi. Hehe..



