Please disable ad-blocker to view this page



SITUS BERITA TERBARU

[PIC] Ancorrrr dah! Anggota DPR Dituding Kena Sogok Selangkangan Saat di PARIS

Friday, December 6, 2013
[imagetag]

Emir Moeis Disebut Dapat Gratifikasi Seks di Paris
KAMIS, 05 DESEMBER 2013 | 07:36 WIB

[imagetag]
Emir Moeis Disebut Dapat Gratifikasi Seks di Paris
Mantan ketua komisi XI DPR, Izedrik Emir Moeis. TEMPO/Dhemas Reviyanto

TEMPO.CO, Jakarta - Tersangka kasus suap proyek PLTU Tarahan, Lampung, Izedrik Emir Moeis, selain menerima duit suap, juga menerima gratifikasi seks dari PT Alstom. Menurut Pirooz Sharafi dalam dokumen yang diperoleh Tempo, sekitar akhir 2002 atau 2003, ia bertemu dengan Emir dan Fred Pierucci dari PT Alstom di Paris.

Emir, kata Pirooz, berada di Eropa untuk mengunjungi keluarganya. Emir tiba di Paris dengan menggunakan kereta dari kota lain di Eropa. Di kota mode itu, mereka bertiga meninggalkan klub dengan tiga pekerja seks. "Satu untuk masing-masing dari kami," kata Pirooz.

Menurut Pirooz, Pierucci membayar klub untuk mendapatkan pekerja seks. Kemudian, Emir menginap di Paris. KPK menetapkan Emir sebagai tersangka pada 26 Juli 2012 karena menerima hadiah atau janji terkait proyek ini. Ia diduga menerima uang US$ 300.000 (sekitar Rp 3 miliar). Pada pemeriksaan pertama kali, KPK langsung menahannya.

Politikus PDI Perjuangan itu disangka melanggar Pasal 5 ayat 2 atau Pasal 12 huruf a dan b atau Pasal 11 atau Pasal 12 b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. PT Alstom Indonesia--perusahaan yang berinduk di Amerika Serikat--memenangi tender pembangunan PLTU Tarahan. Seorang sumber menyebut korporasi A dari Amerika dan korporasi M dari Jepang sebagai rekanan Emir.
http://www.tempo.co/read/news/2013/1...-Seks-di-Paris

Emir Moeis Bantah Terima Gratifikasi Seks di Paris
KAMIS, 05 DESEMBER 2013 | 11:07 WIB

[imagetag]
Tersangka kasus dugaan korupsi proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap Izederik Emir Moeis. TEMPO/Dhemas Reviyanto

TEMPO.CO, Jakarta - Sugeng Teguh Santoso, pengacara Izedrik Emir Moeis, membantah kliennya menerima gratifikasi seks dari Alstom Power Inc. Saat ini politikus PDIP tersebut menjadi tersangka kasus suap proyek PLTU Tarahan, Lampung. "Itu pasti salah, karena Pak Emir tidak pernah menyatakan itu kepada saya," kata Sugeng ketika dihubungi Tempo, Kamis, 5 Desember 2013.

Dalam dokumen yang diperoleh Tempo, Presiden Pacific Resources Inc, Pirooz Muhammad Sarafi, mengatakan sekitar 2002 atau 2003, Emir, Pirooz dan Direktur Penjualan Regional Alstom Power Inc Fred Pierucci pernah bertemu di Paris. Dalam pelesir ke Paris, ketiganya mengunjungi sebuah klub dan kemudian meninggalkan klub dengan tiga pekerja seks.

Pirooz mengatakan masing-masing mendapatkan "jatah" seorang pekerja seks. Sementara honor ketiga pekerja seks dibayarkan Fred Pierucci kepada klub. Sugeng mengatakan pernyataan Pirooz dalam dokumen itu tak bermakna apa-apa. Hal itu juga tidak bisa langsung membuktikan Emir menerima gratifikasi dalam bentuk apa pun, termasuk gratifikasi seks. "Kecuali ada konfirmasi dari pihak lain, menurut saya pernyataan itu belum bisa dikembangkan sebagai suatu fakta. Bisa mengarah ke character assasination Pak Emir," kata Sugeng.

KPK menetapkan Emir sebagai tersangka pada 26 Juli 2012 karena menerima hadiah atau janji terkait proyek ini. Ia diduga menerima uang US$ 300.000 atau sekitar Rp 3 miliar dari konsorsium Alstom Power Inc untuk pemenangan tender proyek pembangunan PLTU Tarahan, Lampung pada 2004. Konsorsium ini terdiri dari Alstom Power Inc., Marubeni Corp dan PT Alstom Power Energy System Indonesia. Politikus PDI Perjuangan itu disangka melanggar Pasal 5 ayat 2 atau Pasal 12 huruf a dan b atau Pasal 11 atau Pasal 12 b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
http://www.tempo.co/read/news/2013/1...-Seks-di-Paris

[imagetag]

Gratifikasi Seks Dapat Dijerat UU Tipikor
KAMIS, 30 MEI 2013

Beberapa perkara suap yang ditangani penegak hukum terungkap di dalamnya ada pemberian hadiah (gratifikasi) layanan seks. Mengacu UU No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor, gratifikasi dapat dipidana sepanjang mempengaruhi penyelenggara negara yang menerima untuk menyimpangi wewenangnya. Demikian pandangan pakar hukum pidana Universitas Indonesia Akhiar Salmi dalam sebuah diskusi di DPR, Kamis (30/5). �Gratifikasi dapat dipidana melalui UU Pemberantasan Tipikor,� ujarnya.

Akhiar menguraikan gratifikasi dalam UU Pemberantasan Tipikor diatur secara gamblang dalam Pasal 12B. Menurutnya, gratifikasi masuk dalam kategori suap. Pertanyaannya kemudian, apakah pemberian jasa seks kepada penyelenggara negara dapat dikategorikan gratifikasi? Akhiar berpandangan, definisi gratifikasi dapat diartikan secara luas. Gratifikasi seks boleh jadi merupakan pemberian agar seseorang terkait jabatannya tidak melakukan atau melakukan tugas dan kewajibannya. �Kalau itu limitatif, memang tidak ada kata seks. Tapi ada pengertian pemberian barang. Jadi ada dua definisi gratifikasi dalam arti luas,� ujarnya.

Ia melanjutkan, setiap pemberian kepada penyelenggara negara dalam rangka kemudahan si pemberi sudah dapat dikategorikan korupsi. Karena itulah Akhiar berpandangan gratifikasi seks masuk dalam pasal 12B. Menurutnya, penerima gratifikasi seks dapat dipidana sepanjang dalam kurun waktu 30 hari tidak melapor ke aparat penegak hukum, KPK misalnya. Sebaliknya, jika melapor dimungkinkan lepas dari jeratan sebagaimana tertuang dalam Pasal 12C.

Kendati demikian, Akhiar berpandangan pembuktiannya memang terkesan sulit. Jika merujuk pada Pasal 12B ayat (1), penerima gratifikasi diatas Rp10 juta wajib membuktikan. Sedangkan di bawah Rp10 juta beban pembuktian terdapat di penuntut umum. Meski sulit, bukan berarti tak dapat dibuktikan. Pasalnya sepanjang perbuatan tersebut berdampak pada kerugian keuangan negara lantaran penyelenggara negara melakukan atau tidak melakukan tugas dan kewajibannya, penuntut umum dapat menelisik pidana asal. �Pembuktian ini memang sulit, tapi bukan berarti tidak bisa,� tandasnya. Pada tempat yang sama, anggota Komisi III Ahmad Yani berpendapat dalam arti sempit gratifikasi seks tidak dikenal. Namun dalam KUHP pelaku dapat dijerat dengan pasal perzinahan. �Definisi seks tidak bisa dikategorikan barang, kalau sudah dipersamakan dengan barang itu merendahkan perempuan. Kemudian bagaimana dengan pembuktiannya. Makanya saya mendukung bisa dijerat dengan delik perzinahan,� ujarnya.

Sementara praktisi hukum Farhat Abbas menambahkan pasal gratifikasi ada baiknya dimasukkan dalam Rancangan Undang-Undang Kitab Hukum Pidana (RKUHP). Begitu pula UU Pemberantasan Tipikor harus memperjelas bahwa pemberian jasa seks kepada penyelenggara negara merupakan suap. �Pasal gratifikasi seks ini layak masuk RUU KUHP dan UU Pemberantasan Tipikor. Kalau untuk pemuas kemudian disodorkan untuk pejabat itu sama saja korupsi,� pungkasnya.
http://www.hukumonline.com/berita/ba...rat-uu-tipikor

-------------------------

Menyedihkan kalau terbukti benar, anggota DPR yang seharusnya terhormat, ternyata sukanya barang-barang harom kayak begituan!

[imagetag]:
SHARE THIS POST:
FB Share Twitter Share

Blog Archive