
Dia datang memenuhi panggilan dari Kepolisian Resor Kota Surakarta tanpa didampingi pengacara. Ketua lembaga hukum keraton itu hanya didampingi oleh salah satu abdi dalem yang mengenakan pakaian tradisional.
Menurut Eddy, dia sebenarnya diminta datang ke kepolisian pada Senin kemarin. Hanya saja, pada saat itu, dia tidak bisa hadir lantaran ada acara lain. "Saya meminta kepada polisi untuk bisa datang Sabtu ini," katanya.
Kasus tersebut bermula saat Wali Kota Surakarta F.X. Hadi Rudyatmo mencoba memediasi Dewan Adat dengan kubu PB XIII yang terus berkonflik. Rudyatmo mengaku mendapat tugas dari Kementerian Dalam Negeri untuk menjadi mediator. Belakangan, Dewan Adat menuding bahwa Rudyatmo telah memalsukan surat dari Kementerian.
Wali Kota lantas mempolisikan dua petinggi Dewan Adat, termasuk Eddy Wirabhumi yang melancarkan tuduhan tersebut. Mereka dianggap telah mencemarkan nama baik serta menghina pejabat publik melalui tuduhan itu.
Eddy mengatakan, dia telah memberikan sejumlah keterangan kepada polisi yang memeriksa terkait tuduhan yang dilancarkan. "Kami tidak asal tuduh," katanya. Menurut dia, terdapat ketidaksesuaian antara surat perintah dari Kementerian Dalam Negeri dan surat undangan mediasi dari Wali Kota.
Menurut Eddy, surat perintah itu meminta agar Wali Kota berkoordinasi dengan forum Musyawarah Pimpinan Daerah (Muspida) untuk mengupayakan perdamaian di internal Keraton. "Sedangkan dalam surat undangan Wali Kota menyebut bahwa acaranya adalah mediasi perihal pelaksaaan upacara Tingalan Jumenengan," katanya.
Dia menganggap bahwa acara mediasi yang digelar oleh Wali Kota tidak sesuai dengan surat perintah dari Kementerian. "Saat acara berlangsung, surat perintah tidak dibacakan lengkap," katanya.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Polresta Surakarta, Komisaris Rudi Hartono, menyebut bahwa Eddy masih berstatus sebagai saksi. "Pemanggilan ini sifatnya juga baru klarifikasi," katanya.
Dalam kasus tersebut, pihaknya sudah meminta keterangan dari sembilan saksi. "Termasuk beberapa pejabat di Kementerian Dalam Negeri," katanya. Dia mengsatakan, dari hasil pemeriksaan itu, bisa dipastikan bahwa surat perintah dari Kemendagri itu memang asli.
Meski demikian, dia tidak menampik bahwa memang ada perbedaan antara isi surat perintah dan undangan yang disebar oleh Wali Kota. Hanya saja, pihaknya belum bisa mengambil kesimpulan. "Kami masih harus meminta keterangan dari beberapa saksi lain," katanya.
SUMBER


