SITUS BERITA TERBARU

Ahli hukum bicara, Dirut Pertamina takut ditantang diskusi peristiwa Tabrakan Kereta!

Tuesday, December 10, 2013
[imagetag]

Benny Hutabarat SH,LL.M, sebelumnya berbicara keras mengecam pilihan kata media yang memberitakan kasus tabrakan kereta api dan truk minyak berlogo pertamina dengan pilihan kata "kecelakaan"atau "musibah".

Hal ini dikarenakan menurut beliau, kecelakaan atau musibah adalah terminologi kata yang digunakan ketika sama sekali tidak ada unsur manusia yang bisa membatalkan terjadinya peristiwa tersebut bilamana dilakukan intervensi sebelumnya atau dengan kata lain murni diluar kuasa manusia alias God's Act.

Contohnya ketika ada metromini terbalik dijalanan raya dan seluruh penumpangnya meninggal, maka belum tentu itu adalah kecelakaan. Kenapa? Karena harus diteliti dulu apa penyebabnya, kalau kecelakaan itu disebabkan karena sang supir lupa mengisi angin ban atau merawat rem kendaraan sehingga bisa blong sewaktu-waktu, maka itu adalah kelalaian.

Musibah adalah ketika sebuah angkot yang sedang berjalan tentram ditengah tol dalam kota, lalu tiba-tiba tertimpa meteor yang jatuh dari langit dengan kecepatan 2000KM/Jam sehingga penumpangnya tewas seketika, itu baru bisa dikatakan sebagai musibah. Karena sama sekali peristiwanya terjadi diluar kekuasaan manusia.

Kalau masih ada unsur intervensi manusianya, misalkan:
1. Pilot lupa mengecek kapasitas bensin avtur pesawat terbang.
2. Dokter lupa menanyakan persetujuan pasien sebelum melakukan operasi besar.
3. Dokter lupa mencabut infus karena pikirannya masih penat akibat berantem dengan isteri semalam dirumah.
4. Penjaga pintu kereta tidak menurunkan palang pintu kereta api.
5. Masinis mengantuk sehingga kereta melaju begitu cepat dan menabrak kereta lain distasiun.

Bila hal-hal tersebut diatas kemudian menciptakan peristiwa yang memakan korban jiwa begitu banyak. Maka peristiwa tersebut tidaklah dapat kita bilang sebagai musibah!! Kenapa? Karena unsur kesalahan masih bisa dihindari bilamana manusianya bertindak sesuai dengan prosedur yang semestinya. Maka dari itu peristiwa tersebut dikatakan sebagai KELALAIAN, bukan KECELAKAAN.

Sekali lagi kecelakaan itu berbeda dengan kelalaian.
KELALAIAN bisa dimintai pertanggung jawaban hukum dari manusianya. Sementara musibah dll. itu hanya TUHAN yang tahu alasan dan jawabannya, alias tidak dapat dmintakan pertanggung jawabannya kepada MANUSIA.

Artikel:
Quote:Kasus tabrakan antara Kereta Api dengan mobil pengangkut bahan bakar minyak yang mengambil nyawa begitu banyak korban dan mengakibatkan kerugian material yang tidak sedikit harus menjadi pelajaran bagi kita semua untuk mengutamakan kepentingan perjalanan alat transportasi umum dibandingkan alat transportasi kepentingan pribadi.

Yang Sungguh disayangkan adalah masih adanya masyarakat yang bukannya justru berempati terhadap peristiwa kelalaian ini, malah memaki sang masinis dan mempermasalahkan kenapa Kereta Apinya tidak mengerem begitu melihat mobil yang mengangkut bahan berbahaya ini. Logika aneh yang didukung oleh argumentasi bahwasanya Kereta Api sebagai kendaraan yang lebih besar seharusnya memiliki tanggung jawab yang lebih besar pula dibandingkan kendaraan yang lebih kecil.

Ini adalah argumentasi konyol yang dilandaskan dengan mengambil contoh yang berkembang dimasyarakat bahwasanya, kalau mobil (besar) tabrakan dengan motor (kecil), maka pasti mobil yang salah.

Kenapa argumentasi itu konyol? Begini jawabannya:

Pertama:

Berdasarkan Pasal 1 UUD 1945, disitu dinyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Maka segala sesuatu yang terjadi pada tatanan hidup masyarakat haruslah memiliki dasar hukum. Bila argumentasi bahwa Kereta Api yang salah dan mobil yang menjadi korban, maka harus dicari apa dasar hukumnya? Bukan sekadar apa kata tetangga apalagi berdasarkan gossip gossip ibu RT dijalanan semata.

Kedua:

Di Belanda (dan negara maju lainnya), ketika ada peristiwa tabrakan (collision) antara Kereta Api dengan kendaraan lainnya, maka yang harus dibebankan kesalahan yang paling tinggi adalah bagi pengguna kendaraan lain tersebut. Apa pasal? Karena kereta api berjalan pada tracknya dan memiliki hak prioritas diatas jalur tersebut. Kereta api tidak dapat berjalan ugal-ugalan, salip kanan-salip kiri. Kereta Api pasti berjalan pada tracknya, menyangkut kepentingan orang banyak dan maka dari itu harus dilindungi perjalanannya sehingga diberikan hak prioritas.

Mana yang logis? Kereta Api WAJIB berhenti ketika ada mobil BMW lewat didepannya atau justru mobil-mobil tersebut yang harus berhenti ketika kereta api akan datang melewati jalur prioritasnya? Tentu saja yang kedua yang benar bukan!! Karena bahkan mobil presiden sekalipun harus berhenti ketika Kereta Api lewat. Kata siapa? Ada buktinya?? Tentu saja ada berdasarkan hukum di negara kita tercinta ini.

Berdasarkan Pasal 90 dan Pasal 124 UU No.23 Tahun 2007 tentang Perkeretapian, disitu dengan tegas dinyatakan bahwa: �Pada perpotongan sebidang antara jalur kereta api dan jalan, pemakai jalan wajib mendahulukan perjalanan kereta api.� Dan PT. KAI berhak untuk melakukan pemberian hak istimewa itu kepada gerbong kereta apinya.

Ketiga:

Argumentasi bahwasanya Masinis kereta dipersalahkan karena tidak melakukan pengeremanpun juga bisa dibantah. Karena menurut laporan yang masuk, terdapat hunian liar yang berada disisi kiri-kanan rel kereta api sehingga mengganggu jarak pandang masinis. Seharusnya menyadari hal tersebut masinis wajib kulo-nuwon, permisi dan jalan pelan-pelan agar penghuni rumah tersebut bisa tidur siang dengan nyenyak. Apa benar logikanya?! Tidak!!

Tidak ada dasarnya mempersalahkan masinis karena berjalan direlnya, melaju sesuai prosedur direlnya, dan memprioritaskan kenyamanan jiwa yang diangkutnya. Bukan kenyamanan orang-orang yang bermukim dibantaran rel. Kenapa bisa begitu? Apa dasarnya?

Pasal Pasal 178 UU No.23 Tahun 2007 sudah secara tegas menyatakan bahwasanya

� Setiap orang dilarang membangun gedung, membuat tembok, pagar, tanggul, bangunan lainnya, menanam jenis pohon yang tinggi, atau menempatkan barang pada jalur kereta api yang dapat mengganggu pandangan bebas dan membahayakan keselamatan perjalanan kereta api.�

Jadi apa masih logis kaum penyerang memaki-maki masinis malang yang mati meregang nyawa karena menjalankan tugasnya dengan SEHARUSNYA?!

Yang tidak logis adalah ketika Supir Truk Berlogo Pertamina, menyetir ugal-ugalan, tidak mengindahkan rambu lalu lintas, dan merasa diri Man of Steel sehingga � memarkirkan � kendaraannya ditengah rel.

Yang lebih tidak logis lagi adalah ketika Pertamina menolak bertanggungjawab atas kesalahan yang terjadi. Apa pasalnya:

Pertama: Sebagai perusahaan minyak terbesar di Indonesia dengan asset milliaran dollar seharusnya Pertamina bisa melakukan proses rekrutmen pegawainya dengan lebih baik, bukan asal-asalan semudah mencari supir angkot omprengan milik Haji Raffi jurusan Tanah Abang-Kota.

Kedua: Ketika kendaraan beroperasi menggunakan logo perusahaan dan untuk operasional perusahaan maka entitas yang dibawa adalah entitas perusahaan itu sendiri, bukan lagi entitas individu pengemudi kendaraan naas itu semata. Contohnya: Ketika computer saya rusak kemudian datang teknisi dari Apple untuk membetulkannya dan kemudian kerusakannya justru menjadi lebih buruk, maka yang saya gugat adalah perusahaan Apple itu sendiri. Kenapa? Pertama karena Apple-lah yang telah merekrut karyawan tersebut. Kedua: Karena Apple yang mengirim orang tersebut sebagai �representasi� perusahaan. Ketiga: Karena Apple telah mengotorisasi karyawan tersebut untuk melakukan operasi atas izin Apple. Maka dengan demikian Applelah yang bertanggung jawab untuk mengganti segala kerugian saya. Masalah Apple mau mengurangi gaji,atau memecat karyawannya yang berbuat kesalahan tentu itu bukan tanggung jawab saya, itu urusan kontraktual mereka berdua sebagai pihak pemberi kerja dan pihak penerima kerja. Yang saya tahu saya harus mendapat ganti rugi atas kerusakan yang saya terima karena saya telah membeli produk Apple.

Ketiga: Menggunakan Prinsip Piercing The Corporate Veil, untuk lebih mudahnya silahkan baca buku saya yang berjudul � Penerapan Prinsip Piercing The Corporate Veil untuk menembus kekebalan hukum Perseroan Terbatas�.



Dengan demikian semoga kita bisa lebih bijak, dalam melihat mana pihak yang bertanggung jawab mana pihak yang menjadi korban. Saya secara pribadi mendukung Ahok dan Jonan (Dirut KAI) untuk menggugat Pertamina atas kelalaian yang terjadi ini.

Terimakasih pembaca yang budiman. Tetaplah meningkatkan kesadaran hukum anda untuk Indonesia yang lebih baik.



Benny Hutabarat, S.H., LL.M

Advanced Master of Laws, Leiden Universiteit � The Netherlands



Tulisan ini diambil dari tulisan saya di:

www.laporr.com

follow @bennyhutabarat


Sumber:
ini dan ini
SHARE THIS POST:
FB Share Twitter Share

Blog Archive