SITUS BERITA TERBARU

Menteri Susi: Kalau Saya Katakan BBM Bersubsidi Ini Sumber Maksiat. Siapa Pelakunya?

Thursday, November 13, 2014
Menteri Susi: Kalau Saya Katakan BBM Bersubsidi Ini Sumber Maksiat

Rabu, 12 November 2014 | 10:40 WIB



JAKARTA, KOMPAS.com — Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengatakan, nelayan kecil justru tidak mendapatkan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Ia juga menilai subsidi BBM justru lebih menimbulkan permasalahan.

"BBM itu memang banyak bocornya di laut kita. Saya yakin Rp 150 triliun dari Rp 300 triliun subsidi hilangnya di laut. Kalau saya diamkan, berarti saya tidak bekerja sebagai menteri," kata Susi, Selasa (11/11/2014).

Susi menyebut, alih-alih menyejahterakan, BBM bersubsidi justru menyebabkan munculnya penyelundupan dan berbagai masalah. Padahal, nelayan-nelayan kecil dengan kapal berukuran di bawah 10 gross tonnage (GT) selama ini tidak menikmati subsidi BBM. Sebab, para nelayan itu menggunakan kapal mesin 2 tak.

Susi, di sisi lain, mengakui, adanya subsidi BBM juga membuat para nelayan nakal enggan melaut dan memilih berjualan BBM bersubsidi.

Dia juga menegaskan, BBM bersubsidi amat tidak sehat bagi perekonomian RI. "Jadi, kalau saya katakan BBM bersubsidi ini sumber maksiat. Saya minta maaf karena saya tidak bisa mencari bahasa yang lebih baik," kata dia.
http://bisniskeuangan.kompas.com/rea...bisniskeuangan

Quote:
Petral Penikmat 300 Triliun Dana APBN?
23/09/2014 12:50

Dana subsidi atau yang biasa dikenal dengan "pajak fiktif" , terus bergulir dan meningkat. Publik ramai mengecam, menghujat dan saling tuding kebijakan kenaikkan harga BBM, pencabutan subsidi BBM. Siapa yang paling menikmati subsidi BBM 300 triliun itu?

Bagaimana menghitung besaran dana subsidi? Rumusnya, semakin tinggi konsumsi BBM Indonesia semakin besar impor Petral. Petral beli minyak dari "broker dunia" pasar Asia-Pasifik di Singapura, lalu dijual ke Pertamina, pemerintah membayarnya senilai asumsi APBN yang disepakati DPR. Jadi, Petral dibiaya uang rakyat melalui APBN.

Katakanlah, asumsi APBN 2013 adalah USD100 per barrel, dan diubah dalam APBNP 2013 menjadi USD108. Harga minyak dunia hari-hari ini berkisar USD98,65 per barel. Bahkan untuk Agustus turun menjadi USD 97,95. Jika, harganya, benar-benar mengacu ke pasar dunia. Prakteknya, standar jual beli harga minyak satu sama lainya, berbeda?

Pertamina dan Petral, diduga telah melakukan penggelembungan (mark up). Saat itu harga Russian Oil cuma USD425 per metrik ton atau sekitar kurang dari Rp 4.300 per liter. Melalui Petral angka tersebut di-mark up USD300 sehingga menjadi USD725. Lalu oleh Pertamina 'disempurnakan' mark up-nya menjadi USD950, ini membutuhkan audit total dari KPK, bukan BPK atau BPKP. Sehingga kabar berbau tidingan ini bisa clear saat pemerintahan baru mulai bergerak.

Kerugian yang terus menerus menimpa pertamina, yang diduga bersumber pada perilaku usaha Petral membuat Meneg BUMN Dahlan Iskan sempat bertekad membubarkan Petral. Namun, usaha ini gagal. Meneg BUMN, hanya bisa mempejelaskan akuntasi Petral, memisahkan pembukuan Petral dengan Pertamina, sehingga mudah dikontrol.

Kini, harapan pembangun kilang minyak baru terletak pada presiden dan wapres terpilih Jokowi-JK. JK pernah menyampaikan akan membangun kilang minyak baru di awal masa pemerintahannya, supaya Indonesia tidka tergantung pad impor.

Tetapi, faktanya, karena keuntungan bisnis Petral besar, sehingga upaya membangun kilang baru dipersulit. Penikmat dana impor migas, berupaya Indonesia tidak memiliki kilang minyak baru, sehingga kegiatan ekspor-impor terus meningkat, sesuai kebutuhan konsumen dalam, negeri, tapi apakah APBN ini, akan kuat menanggung biaya subsidi untuk impor minyak?

Menperin MS Hidayat hanya bisa kecewa dengan penundaan pembanguna kilang baru. Dua investor yaitu Kuwait Petroleum Company dan Saudy Aramco Asia Company Ltd , yang diberitakan telah menyatakan kesediaannya, akhirnhya membatalkan investasi di migas, karena berbagai alasannya.

Politisi Golkar ini, sepakat, pembangunan kilang minyak sebenarnya harus menjadi prioritas pemerintah untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar minyak (BBM) di dalam negeri.

Presiden Terpilih Joko Widodo (Jokowi) akan membangun dua kilang minyak baru dengan kapasitas masing-masing mencapai 500.000 barel per hari. Tujuannya untuk menekan impor BBM selama ini yang cukup besar.

Dua kilang minyak baru akan dibangun di daerah Bontang, Kalimantan Timur dan satu lagi di Indonesia bagian Timur. Menurutnya 2 kilang minyak baru ini adalah rencana yang sudah ada sejak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), sayangnya hingga kini belum juga terealisasi
Minimal dua kilang minyak baru kapasitas 300.000 hingga 500.000 barel/hari. Rencananya, dua kilang minyak baru akan dibangun di daerah Bontang, Kalimantan Timur dan satu lagi di Indonesia bagian Timur.

Menurut politisi PDI-P Efendy Simbolonm, 2 kilang minyak baru ini adalah rencana yang sudah ada sejak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), sayangnya hingga kini belum juga terealisasi. Hasil kajian IP Center, saat launcing lembaga ini, juga menyebutkan, sangat mudah membangun kilang minyak baru, karena bisnis minyak di Indonesia konsumen melimpah, dan tidak ada ruginya. "Banyak investor yang menyatakan kesiapan pada IP center, " tegas Iwan Piliang.

Sekarang, rakyat menunggu keberanian Presiden ddan wapres terpilih Jokowi-JK membangun kilang minyak di tahun pertama pemerintahannya. Apakah pro Petral, atau pro infrastruktur?
http://www.tempokini.com/2014/09/pet...iun-dana-apbn/


Siapa Penikmat Subsidi BBM?

Subsidi BBM selama ini katanya dinikmati orang kaya. Itu bunyi satu spanduk 'kampanye' pemerintah yang dipasang di pinggir jalan. Masih banyak lagi spanduk yang mengkampanyekan alasan pemerintah menaikan harga BBM subsidi. Sementara spanduk yang menolak kenaikan harga BBM pelan dan pasti dicopoti satu per satu. Ini upaya pemerintah membentuk mind set publik agar bisa menerima kenaikan harga BBM. Apakah benar demikian adanya?

Sejak akhir 2012 pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono memberi sinyal harga BBM harus naik. Hal itu tidak bisa dihindari. Alasannya: mencegah defisit anggaran. Subsidi BBM memang memakan porsi besar dalam APBN kita. Tahun ini subsidi BBM naik jadi Rp308 triliun di APBN kita. Plus subsidi energi menjadi Rp356 Triliun. Jumlah yang luar biasa besar. Pertanyaannya: untuk siapa subsidi BBM yang besar itu? Benarkah dinikmati rakyat? Apa itu bukan menjadi bancakan kepentingan kelompok-kelompok tertentu?

Subsidi BBM terjadi karena biaya produksi BBM lebih besar daripada harga jual BBM. Akibatnya ada kerugian yang ditutupi pemerintah dan Pertamina. Pertamina diberi tugas untuk menyediakan BBM RI. Namun produksi BBM RI kecil. Pertamina banyak untung namun tidak ada uang. Untuk meningkatkan produksi harus ekploitasi. Biayanya tak sedikit. Potensi minyak kita masih bisa dipacu hanya jika dilakukan eksploitasi. Sayang keuntungan Pertamina yang besar itu (2012 sekitar Rp25,89 triliun) sama sekali tidak digunakan untuk ekspoitasi, melainkan malah dipakai pemerintah sebagai utangan public service obligation (PSO). Tanpa ekspolitasi produksi minyak kita tidak akan naik. Produksi minyak RI tiap tahun makin menurun. Produksi minyak RI tertinggi 1.3 juta barel terjadi belasan tahun yang lalu. Sekarang angka resmi hanya 860 ribu barel per hari. Target APBNP 2013 adalah 1,24 juta barel. Angka yang amat optimistik di tengah berbagai masalah yang menimpa dunia migas nasional. Disisi lain, konsumsi BBM semakin meningkat. Sekarang mencapai 1.4 juta barel per hari. Untuk rumah tangga, transportasi, listrik, pabrik dan lain-lain.

Kilang minyak yang ada tak bisa mengolah minyak mentah menjadi minyak produk. Sebagian besar kilang minyak Indonesia hanya untuk mengolah minyak impor jenis light sweet oil. Tidak untuk minyak mentah Indonesia yang heavy oil. Akibatnya Pertamina harus impor minyak. Tugas ini dilimpahkan kepada anak perusahaan Pertamina yang bernama PT Pertamina Energy Trading (Petral). Berkantor di Hongkong dan Singapura. Meski hanya anak perusahaan BUMN, Petral ini luar biasa besar. Mengimpor minyak ratusan triliun per tahun. Tahun 2012 sekitar Rp300 triliun. BBM yang diimpor Petral ada 2 jenis: minyak produk (gasoline dan diesel) dan minyak mentah (crude oil). Tahun 2011 saja Petral impor 200 juta barrel minyak produk dan 66.42 juta barel minyak mentah. Ini bisnis yang gurih dan lezat. Semakin tinggi konsumsi BBM Indonesia semakin besar impor Petral. Petral beli minyak dari produsen atau broker dunia, dijual ke Pertamina lalu pemerintah yang membayar senilai asumsi APBN. Uang yang dipakai adalah uang rakyat. Asumsi APBN 2013 adalah USD100 per barrel, dan diubah dalam APBNP 2013 menjadi USD108. Harga minyak dunia hari-hari ini ada di kisaran USD98,65 per barel. Bahkan untuk Agustus turun menjadi USD 97,95. Ini jika mengacu harga acuan dunia. Dalam kenyataannya, dunia jual beli minyak punya banyak standar harga.

Sumber minyak dunia masih banyak. Antara lain negara-negara Timur Tengah, Venezuela dan Rusia. Produksi mereka rata-rata harganya di bawah bursa minyak dunia resmi. Sebuah info menyebut soal penggelembungan (mark up) gila-gilaan yang dilakukan Petral dan Pertamina. Saat itu harga Russian Oil cuma USD425 per metrik ton atau sekitar kurang dari Rp 4.300 per liter. Melalui Petral angka tersebut di-mark up USD300 sehingga menjadi USD725. Lalu oleh Pertamina 'disempurnakan' mark up-nya menjadi USD950. Angka inilah yang kemudian disebut sebagai harga pasar yang mengharuskan adanya istilah subsidi tersebut. Jika hal itu benar, bayangkan, berapa besar margin keuntungan dari pembelian jutaan metrik ton minyak itu? Siapa yang menikmati?

Ini satu masalah besar. Petral telah eksis sejak Orde Baru. Selalu tak terpisahkan dengan kekuasaan. Memainkan peran penting dalam jual beli minyak RI. Menikmati selisih (margin) dari tiap transaksi selama lebih dari tiga dasawarsa. Padahal, secara usaha, Petral hanya broker. Mengapa Pertamina harus membeli minyak dari Petral? Kenapa Pertamina tidak langsung membeli ke sumber, yang pasti harganya lebih murah daripada Petral. Berkantor di Hong Kong dan Singapura artinya lepas dari kewajiban pajak dan badan hukum Indonesia. Wajar jika Pertamina, sebagai induk Petral, dituntut transparan. Sudah menjadi rahasia umum bahwa Petral menikmati komisi besar, yang pada gilirannya mengalir kepada pihak-pihak tertentu yang dekat dengan kekuasaan. Misterius dan tak tersentuh. Begitu lah Petral.

Menteri BUMN Dahlan Iskan pernah menyatakan akan membubarkan Petral. Namun hingga kini masih bercokol. Beberapa kalangan melaporkan dugaan korupsi Petral ke Komisi Pemberantasan Korupsi. Belum terdengar lanjutan kasusnya. Badan Pemeriksa Keuangan harus berani mengaudit proses mark up yang diduga terjadi dalam pembelian minyak. Pernah ada penyelidikan internal Pertamina, namun hasilnya tidak sampai ke publik. Pertamina adalah perusahaan publik. Publik memiliki hak untuk mengetahui apa yang terjadi dengan penggunaan anggaran rakyat. Dalam hal ini anggaran subsidi BBM.

Di tahun politik ini adalah wajar bila publik khawatir BUMN-BUMN yang strategis menjadi sapi perahan dari para pemain politik. Terlebih lagi kekhawatiran publik terhadap Pertamina yang merupakan BUMN pengelola aset strategis bangsa ini. Sinyalemen pemerintah SBY bahwa subsidi BBM dinikmati orang kaya memang benar. Lebih spesifik lagi: dinikmati broker dan mafia minyak Indonesia. Namun apa yang telah pemerintah lakukan untuk menindak mafia minyak, penyelundupan, pencurian minyak kita? Hanya kasus-kasus kecil yang diproses.
http://persatuanindonesia.or.id/arti...at-subsidi-bbm

Jepang, Korea dan AS jadi 'penikmat' subsidi BBM Indonesia
Minggu, 23 Maret 2014 13:56

Merdeka.com - Direktur Utama PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) Ismed Hasan Putro geram dengan langkah pemerintah yang masih saja memberikan subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM). Dia menilai, subsidi tersebut bukan menyejahterakan masyarakat, justru dinikmati oleh industri mobil asal Jepang dan Korea dan Amerika Serikat.

"BBM disubsidi sekitar Rp 300 triliun siapa yang menikmati, apakah orang di Papua menikmati? Yang menikmati itu adalah orang di Jakarta, yang menikmati itu adalah Jepang, Korea, Amerika Serikat (AS) karena kendaraan mereka laku," ujar Ismed di Jakarta, Minggu (23/3).

Menurut Ismed, kondisi ini berdampak pada pendapatan per kapita masyarakat Indonesia yang masih berada di USD 3.500. Hal ini tidak sebanding dengan harga komoditas yang melonjak drastis. Alhasil, banyak masyarakat yang tidak mampu mengakses komoditas yang ada meski pendapatan terbilang tinggi.

"Ini kita harus kritisi, kita minta parpol bisa membuat Indonesia memiliki pendapatan per kapita menjadi USD 5.000, karena saat ini masih USD 3.500," ungkap dia.

Ismed berharap di tahun politik ini muncul pemimpin yang berani mengambil langkah nyata untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Terlebih, menurut dia, pemimpin tersebut juga berani melakukan langkah tegas dengan memberangus jaringan mafia yang membuat harga komoditi melonjak drastis. "Kita hanya menyaksikan uang Rp 300 triliun habis untuk impor, ini harus dihentikan," pungkasnya.
http://www.merdeka.com/uang/jepang-k...indonesia.html


5 Presiden Gagal Tutup Petral
sumbono·23/09/2014 12:42

Ketika bicara subsidi BBM, perhatian rakyat selalu tertuju pada ulah Petral. Berbagai dugaan dan tudingan buruk mengarah ke Petral. Anak perusahaan Pertamina yang berkantor di Hongkong dan Singapura ini, berkali-keli diancam akan dibubarkan, tapi toh tetap kuat, mengapa?

Petral tetap kokoh, meski digoyang, bahkan terancam dibubarkan berkali-kali. Keberadaan Petral, menjadi sangat vital bagi kegiatan ekspor impor minyak, dan pengelolaan dana subsidi BBM yang mencapai 300 triliun rupiah dalam tahun 2014 ini. Tepat. Presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi) meski belum dilantik telah lantang menyatakan melawan penikmat "pajak fiktif" dalam alur mata rantai bisnis minyak di Indonesia?

Tekad Jokowi-JK akan membangun kilang minyak baru dalam tahun pertama pemerintahannya. Ini, tanda bahwa Indonesia tak bisa terus menerus tergantung pada impor minyak yang dilakukan Petral. Bukan hanya soal Petral, kilang minyak baru untuk memenuhi kebutuhan konsumen dalam negeri.

BBM, sebagai sektor terpenting dalam bisnis karena menyangkut hajat hidup orang banyak.Naik turun harga BBM, bisa menyebabkan kuat tidaknya pemerinta. Efek domino dari kenaikkan harga BBM ini, menjadi bahan pertimbangan, saat pro kontra Petral seiring dengan laju wacana pencabutan subsidi BBM. Atau konversi ke gas. Bisnis penuh dolar ini, telah dikuasai oleh jaringan Petral. Sudah lima presiden, mulai dari Presiden Soeharto, BJ Habibie, KH Abdurahman Wahid, Megawati Soekarnoputri, Susilo Bambang Yudhoyono tak mampu memutuskan mata rantai penikmat "pajak fiktik" migas. Petral, telah mengakar di jaringan birokrasi, politisi, ekonom, pengamat.

Sampai detik ini, Pertamina sulit melepaskan diri dari cengkeraman Pertamina Energy Trading Limited (Petral) yang berkantor di Singapura maupun dengan Global Energy Resoursces. Melalui anak perusahaan Petral seperti Orion Oil, Supreme Energy, Pramount Petro, Straits Oil, dan Cosmic Petroleum di British Virgin Insland sebagai kongsinya. Petral menempatkan Pertamina dibawah kendalinya.

Dengan demikian, Petral akan bebas mengelola kebijakan keuangan, setidaknya untuk memperkuat jariangnnya. Subsidi BBM tahun 2013 tercatat sebesar Rp.210 trilyun (49%), sementara deviden Pertamina kepada pemerintah hanya Rp.9,5 trilyun atau hanya 4,5 %. Jauh berbeda dengan Petronas menyetor kepada pemerintah Malaysia, tahun buku 2013 tercatat sebesar Rp.101 trilyun.

Indonesia, seperti "ayam mati di lumbung padi". Negara penghasil minyak tetapi harus impor dari Singapura, negara yang tidak memiliki kegiatan eksplorasi (pencarian) dan eksploitasi (produksi) minyak. Singapura tidak memiliki sumur minyak, tetapi memiliki pabrik refinery (penyulingan) dengan kapasitas produksi 1,4 juta barel per hari, jauh diatas Indonesia yang memiliki ladang minyak hanya 1,1 juta barel per hari. Dalihnya, karena Singapura adalah pasar minyak terbesar di kawasan Asia Pasifik.

Dana subsidi BBM, sebesar 300 triliun rupiah lebih banyak digunakan untuk kegiatan impor-ekspor BBM. BBM yang diimpor Petral ada 2 jenis: minyak produk (gasoline dan diesel) dan minyak mentah (crude oil). Tahun 2011 saja Petral impor 200 juta barrel minyak produk dan 66.42 juta barel minyak mentah.

Data APBN 2005 hingga 2014 memperlihatkan kesenjangan cukup tajam, subsidi energi mencapai Rp 1.700 triliun di mana hampir 75% nya untuk subsidi BBM, yang sebanyak 70% nya. Dana subsisi telah dinikmati oleh orang yang tidak layak menerimanya.

Padahal, dana subsidi untuk kegiatan ekspor-impor Petral yang sangat fantastis itu selayaknya bisa digunakan untuk kepentingan rakyat. Seperti infrastruktur, pembangunan jalan tol, pelabuhan, pembangkit tenaga listrik, saluran irigasi, bahkan dapat untuk membangun kilang minyak.

Jadi, keuntungan yang besar yang dinikmati Petral, mengalir kemana? Menurut Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) yang menyebutkan bahwa saat ini pemerintah membeli BBM bersubsidi melalui "broker " yaitu Petral yang 100 persen sahamnya dimiliki Pertamina. Direktur Investigasi dan Advokasi Fitra Uchok Sky Khadafi, pembelian BBM bersubsidi melalui Petral hanya merupakan pemborosan anggaran dan memperkaya mafia BBM tersebut.

Lalu, apakah audit Petral bisa di-share ke publik demi keterbukaan informasi? Sampai saat ini, Petral sepertinya, belum pernah diaudit secara terbuka. Karena, pijakan harga pokok dunia, bisa bervariasi. Harga BBM bisa dibeli pada harga Mid Oil of Platts Singapore (MOPS) sebesar US$ 5 per barel. Namun Pertamina membeli pada harga MOPS plus US$ 1,85. Ini karena selama ini Pertamina selalu beli by spot, bukan long term, kontrak jangka panjang.
http://www.tempokini.com/2014/09/5-p...-tutup-petral/

---------------------------

Semua juga sudah tahu, Bu! Siapa dibalik semua pelaku "kemaksiatan" penyelewengan subsidi BBM selama ini. Tapi jangankan ibu, selagi 5 presiden aja, kagak mampu tuh mengatasinya, apalagi Ibu yang hanya menteri lulusan SMP itu! Jadi biarkan saja rakyat yang dijadikan korban dan kambing hitam atas borosnya pengeluaran Negara untuk subsisidi BBM itu selama ini. Paham, Bu?


SHARE THIS POST:
FB Share Twitter Share

Blog Archive