Jakarta : Kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi yang dilakukan pada 18 November lalu diyakini hanya memiliki dampak negatif yang tergolong pendek. "Saya yakin sebentar saja, rebalancing bisa dilakukan dalam tiga sampai enam bulan," ujar Direktur The Finance Research, Eko B Supriyanto, dalam acara diskusi yang bertajuk 'Mengenal Sumber-Sumber Pendanaan Perbankan' di Kantor BTPN Sinaya Denpasar, Bali, Kamis (27/11/2014) malam.
Eko mengatakan, keyakinan tersebut bisa terwujud dengan melakukan satu hal yang menjadi kunci yakni stimulus perubahan anggaran kedepan. Jika dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara-Perubahan (APBN P) 2015 kedepan subsidi ditujukan kepada infrastruktur dan menimbulkan stimulus untuk publik maka kondisi perekonomian Indonesia akan membaik.
Dia juga melihat meskipun kenaikan harga BBM bersubsidi berdampak pada likuiditas yang menjadi ketat, rezim suku bunga tinggi, inflasi tinggi, dan nilai tukar rupiah melemah, kondisi ekonomi juga tidak akan lebih baik jika harga tidak dinaikkan. "Karena kalau tidak naik, kerusakan akan terjadi di berbagai elemen dan yang paling parah nilai tukar rupiah yang akan terus anjlok," tutur Eko.
Eko melihat likuiditas ketat karena adanya arus pembalikan yang tinggi. Namun masih dapat diimbangi dengan yield tinggi yang dimiliki saat ini.
Untuk rezim suku bunga yang tinggi, Eko melihat ini langkah yang tepat. "Ini tepat untuk antisipasi inflasi, tahun ini untungnya ada juga gelontoran dana untuk kompensasi," tuturnya.
Menurut Eko, kenaikan harga BBM bersubsidi sudah seharusnya dilakukan mengingat kondisi perekonomian global masih dikuasai oleh Amerika Serikat. Sedangkan ekonomi Eropa, Tiongkok, India, dan Brazil masih belum stabil.
Dia pun mengapresiasi kenaikan harga BBM bersubsidi ini. "Kebijakan untuk menaikkan harga BBM bersubsidi ini tindakan yang jenius dan punya keberanian," pungkas Eko.
Sumber ; http://untuknkri.org/dampak-bbm-hanya-sebentar
Link: http://adf.ly/ulSGc