Peristiwa meninggalnya Yoseph Sairlelam, Sabtu (18/4), dinilai janggal. Kematian Koordinator Satuan Kerja Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) itu diduga terkait pengungkapan kasus perbudakan ABK asing oleh PT Pusaka Benjina Resource (PBR) di Benjina, Kepulauan Aru, Maluku.
"Almarhum saksi kunci kasus perbudakaan itu. Kasus itu juga membuka sejumlah persoalan lebih luas terkait eksploitasi sumber daya laut di Indonesia," kata Staf Divisi Hak Ekonomi Sosial KontraS Ananto Setiawan di Jakarta, Minggu (26/4).
Menurut Ananto, dalam kasus Benjina, pihaknya menemukan telah terjadi kekerasan oleh aparat. Pada 2013, almarhum sempat menjadi perantara perusahaan dalam kasus konflik pengelolaan SDA pesisir dengan PT Dafin Mutiara di Kepualuan Aru. Yoseph disebut pernah menawarkan sejumlah uang ganti rugi kepada warga pascapenyerangan oleh anggota Brimob Duroa, Tual.
"Akibat penyerangan itu, satu unit rumah rusak, sementara 13 pemuda mengalami penahanan sewenang-wenang," ujarrnya.
Ananto mengatakan, KontraS juga telah menemukan indikasi suap dan korupsi dalam kasus Benjina. Dalam laporan yang diterima KKP, kata dia, petugas pengawas PSDKP kerap menerima uang Surat Layak Operasi (SLO) Rp 250 ribu tiap kapal tangkap dan Rp 4 juta bagi kapal tramper.
"Setiap bulan, PT PBR menganggarkan Rp 43 juta sebagai pelicin bagi usaha mereka. Secara mendetail, PT PBR mengaku uang itu disebar untuk oknum-oknum petugas keamanan dan aparat desa yang diklaim sebagai CSR," katanya.
Menurut Ananto, dalam kasus Benjina, juga ditemukan dugaan pemalsuan dokumen dan izin, perbudakan dan perdagangan manusia, serta pelanggaran hak atas kesehatan. "PT BPR diduga memalsukan dokumen kapal berupa SIPI dan SIKPI. Sebanyak 85 ABK dipekerjakan ilegal dan merupakan korban perdagangan manusia. Sejumlah ABK juga dalam kondisi stres," ujarnya.
Ketua Dewan Pembina KNTI Riza Damanik mengatakan, kasus Benjina menandakan abainya penegakan hukum di Tanah Air. Kasus ini ditemukan sejak 2009. "Kasus ini harus dituntaskan. Almarhum Yoseph tokoh kunci paling hilir, hulunya ada di pihak perizinan KKP," katanya.
Menurut Riza, kasus Benjina membuka tabir kejahatan oknum penyelenggara negara. Selain praktik perdagangan manusia dan perbudakan, kasus Benjina menjadi penyebab negara merugi Rp 30 triliun per tahun. "Kami mendesak pemerintah meratifikasi Konvensi ILO No 188 Tahun 2007 tentang Pekerjaan dalam Penangkapan Ikan guna mencegah praktik perbudakan serta pelanggaran HAM terhadap pekerja di sektor sumber daya laut dan perikanan," ujarnya.
Sumber: http://www.harnas.co/2015/04/27/kema...inilai-janggal
harus diusut gan
Link: http://adf.ly/1Fs5bb
"Almarhum saksi kunci kasus perbudakaan itu. Kasus itu juga membuka sejumlah persoalan lebih luas terkait eksploitasi sumber daya laut di Indonesia," kata Staf Divisi Hak Ekonomi Sosial KontraS Ananto Setiawan di Jakarta, Minggu (26/4).
Menurut Ananto, dalam kasus Benjina, pihaknya menemukan telah terjadi kekerasan oleh aparat. Pada 2013, almarhum sempat menjadi perantara perusahaan dalam kasus konflik pengelolaan SDA pesisir dengan PT Dafin Mutiara di Kepualuan Aru. Yoseph disebut pernah menawarkan sejumlah uang ganti rugi kepada warga pascapenyerangan oleh anggota Brimob Duroa, Tual.
"Akibat penyerangan itu, satu unit rumah rusak, sementara 13 pemuda mengalami penahanan sewenang-wenang," ujarrnya.
Ananto mengatakan, KontraS juga telah menemukan indikasi suap dan korupsi dalam kasus Benjina. Dalam laporan yang diterima KKP, kata dia, petugas pengawas PSDKP kerap menerima uang Surat Layak Operasi (SLO) Rp 250 ribu tiap kapal tangkap dan Rp 4 juta bagi kapal tramper.
"Setiap bulan, PT PBR menganggarkan Rp 43 juta sebagai pelicin bagi usaha mereka. Secara mendetail, PT PBR mengaku uang itu disebar untuk oknum-oknum petugas keamanan dan aparat desa yang diklaim sebagai CSR," katanya.
Menurut Ananto, dalam kasus Benjina, juga ditemukan dugaan pemalsuan dokumen dan izin, perbudakan dan perdagangan manusia, serta pelanggaran hak atas kesehatan. "PT BPR diduga memalsukan dokumen kapal berupa SIPI dan SIKPI. Sebanyak 85 ABK dipekerjakan ilegal dan merupakan korban perdagangan manusia. Sejumlah ABK juga dalam kondisi stres," ujarnya.
Ketua Dewan Pembina KNTI Riza Damanik mengatakan, kasus Benjina menandakan abainya penegakan hukum di Tanah Air. Kasus ini ditemukan sejak 2009. "Kasus ini harus dituntaskan. Almarhum Yoseph tokoh kunci paling hilir, hulunya ada di pihak perizinan KKP," katanya.
Menurut Riza, kasus Benjina membuka tabir kejahatan oknum penyelenggara negara. Selain praktik perdagangan manusia dan perbudakan, kasus Benjina menjadi penyebab negara merugi Rp 30 triliun per tahun. "Kami mendesak pemerintah meratifikasi Konvensi ILO No 188 Tahun 2007 tentang Pekerjaan dalam Penangkapan Ikan guna mencegah praktik perbudakan serta pelanggaran HAM terhadap pekerja di sektor sumber daya laut dan perikanan," ujarnya.
Sumber: http://www.harnas.co/2015/04/27/kema...inilai-janggal
harus diusut gan
Link: http://adf.ly/1Fs5bb