JAKARTA, KOMPAS.com � Mantan Sekretaris Jenderal Kementerian Luar Negeri Sudjadnan Parnohadiningrat didakwa melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berkelanjutan terkait dengan penyelenggaraan 12 pertemuan dan sidang internasional di Departemen Luar Negeri (sekarang Kementerian Luar Negeri) 2004-2005. Akibat perbuatan yang dilakukan Sudjadnan, negara mengalami kerugian sekitar Rp 11 miliar.
"Melakukan atau turut serta melakukan serangkaian perbuatan yang ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai satu perbuatan yang berlanjut, secara melawan hukum, yaitu melaksanakan 12 kegiatan pertemuan dan sidang internasional pada Deplu yang bertentangan dengan undang-undang," kata jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi Kadek Wiradana membacakan surat dakwaan dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (26/3/2014).
Selain itu, menurut jaksa, Sudjadnan telah menggunakan dana pertemuan dan sidang internasional sekitar Rp 4,57 miliar untuk keperluan yang tidak sesuai dengan peruntukannya. Dakwaan atas Sudjadnan disusun secara alternatif dengan memuat Pasal 2 Ayat 1 juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 juncto Pasal 64 KUHP pada dakwaan pertama, atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 juncto Pasal 64 KUHP sebagaimana dakwaan kedua.
Jaksa Kadek menguraikan, sekitar 2004 Menteri Luar Negeri ketika itu, Hasan Wirajuda, menyetujui agar pelaksanaan kegiatan sidang internasional di Deplu diperbanyak untuk menjadi sarana pembelajaran. Atas persetujuan itu, Sudjadnan menyelenggarakan lima kegiatan pertemuan dan sidang internasional dalam rentan waktu 2004-2005.
Menurut jaksa, dalam melaksanakan kegiatan tersebut, Sudjadnan telah melakukan penunjukan langsung terhadap Professional Convention Organizer (PCO) tanpa melalui prosedur yang diatur dalam undang-undang.
"Sehingga bertentangan dengan Pasal 17 dan Pasal 20 Keppres RI Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah," ujar jaksa Kadek.
Kelima pertemuan tersebut adalah International Conference of Islamic Scholar 23-26 Februari 2004, Pertemuan Khusus Para Kepala Negara ASEAN, Pemimpin Negara-Negara Lain, dan Organisasi Internasional Mengenai Penanggulangan Bencana Akibat Gempa Bumi dan Tsunami pada 5-6 Januari 2005, Seminar Official Meeting ASEAN UE dan ASEAN UE Ministerial Meeting 7-10 Maret 2005, penyelenggaraan SOM ASEAN dan Pertemuan ASEM Inter Faith Dialogue pada 18-23 Juli 2005, serta Konferensi High Level Plenary Meeting on Millenium Development Goals pada 3-5 Agustus 2005 yang berlangung di Jakarta.
Dalam pelaksanaannya, Sudjadnan memerintahkan pihak rekanan yang ditunjuk langsung untuk membuat rincian biaya dengan menambahkan sejumlah biaya yang diperuntukkan sebagai uang lelah panitia kegiatan.
Dengan demikian, jumlah biaya kegiatan yang dicantumkan dalam laporan pertanggungjawaban lebih mahal daripada biaya yang sebenarnya dibayarkan kepada pihak rekanan. Selain lima kegiatan tersebut, menurut jaksa, Sudjadnan menyelenggarakan tujuh kegiatan pertemuan dan sidang-sidang internasional Departemen Luar Negeri.
Jaksa Kadek mengatakan, pertemuan dan sidang-sidang internasional ini dilaksanakan sendiri tanpa melalui prosedur swakelola yang semestinya. "Dan dibuat pertanggungjawaban penggunaan anggaran kegiatannya seolah-olah menggunakan PCO," ujar jaksa Kadek.
Dari total 12 kegiatan tersebut, menurut jaksa, terdapat selisih nilai pertanggungjawaban dengan pengeluaran riil sekitar Rp 12,7 miliar. Nilai selisih ini yang kemudian dianggap sebagai kerugian negara setelah dikurangi sekitar Rp 1,6 miliar uang yang telah dikembalikan.
"Bahwa atas perbuatan terdakwa secara bersama-sama telah mengakibatkan kerugian keuangan negara Deplu sebesar Rp 12.744.804.630,55 dikurangi pengembalian kerugian negara sebesar Rp 1.653.343.559 menjadi sebesar Rp 11.091.461.071," tutur jaksa Kadek.
Atas dakwaan ini, Sudjadnan mengaku memahaminya dan tidak akan mengajukan eksepsi atau nota keberatan.
Sumber
Tidak habis-habisnya koruptor di Indonesia