SITUS BERITA TERBARU

Duet Jokowi-Jusuf Kalla, Saling Memberikan Kontribusi Positif

Thursday, March 6, 2014



TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Masa depan Indonesia lima tahun ke depan pasca pemilu 2014 sangat ditentukan oleh Megawati, negarawan sejati yang pernah menjadi Presiden RI ke-5 ini. Kita menunggu apakah Megawati bersama PDIP dengan koalisi terbatas partai pendukungnya akan mencalonkan Jokowi dengan Jusuf Kalla (JK) sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI yang berikutnya.

Penegasan tersebut dikemukakan Presiden Negarawan Center, Johan O Silalahi kepada pers, Rabu (5/3/2014). Menurut dia, ada berbagai pertimbangan objektif dan komprehensif, mengapa duet Jokowi dengan Jusuf Kalla dapat menjadi solusi masalah bangsa, yakni : pertama, Duet Jokowi dengan Jusuf Kalla dapat dianalogikan dalam hitungan matematika sederhana seperti satu ditambah satu bukan dua, melainkan menjadi banyak. Bisa hasilnya 3, bisa 5, bisa berapapun yang hasilnya sangat berarti dan bermanfaat bagi bangsa dan negara.

Artinya, kata Johan O Silalahi, duet Jokowi dengan Jusuf Kalla, akan saling memberikan kontribusi positif, saling menguatkan. Jokowi diapresiasi rakyat sebagai tokoh yang bersih, punya integritas moral, cenderung sabar dan sangat merakyat. Dikombinasikan dengan Jusuf Kalla yang kreatif, taktis, cepat mengambil keputusan dan sudah terbukti dan teruji pengalamannya memimpin bangsa dan negara.

Jokowi sangat menghormati Jusuf Kalla sebagai senior dan mentor, demikian pula sebaliknya. Postur negarawan seorang Megawati Soekarnoputri sudah pasti mencatat bahwa Jusuf Kalla akan menjadi asset (keberhasilan) bukan liability (beban) bagi pemerintahan baru nanti, bahkan menyumbang fondasi yang kuat bagi pemerintahan berikutnya.

Kedua, Masalah utama bangsa dan negara yang sangat kritis dan membutuhkan solusi yang tepat dan cepat ada di bidang perekonomian dan kesejahteraan rakyat. Masalah meledaknya hutang pemerintah RI yang diwariskan SBY, ancaman krisis likuiditas keuangan negara, meledaknya defisit neraca perdagangan RI, membengkaknya birokrasi dan biaya tinggi pemerintahan SBY, amburadulnya manajemen subsidi negara, meledaknya impor bahan pangan dan ancaman krisis pangan di Indonesia.

Masalah percepatan pembangunan infrastruktur harus menjadi prioritas karena inefisiensi dan perlambatan pertumbuhan ekonomi Indonesia terutama disebabkan karena tingginya biaya transportasi dan sistim logistik. Masalah krisis energi apalagi krisis listrik juga menjadi bom waktu bagi bangsa dan negara. Polemik terkait UU Minerba dapat menjadi masalah kritis dan serius bagi pemerintahan baru nanti.

Dampak kritis yang akan ditimbulkan berupa defisit current account sekitar 6 Billion USD, negara kehilangan setoran royalti terhadap penerimaan APBN hingga 60 Triliun rupiah, dan dampak sosial ekonomi karena pengangguran hingga jutaan orang.

�Sangat dibutuhkan kepiawaian dan kegesitan Jusuf Kalla sebagai motor penggerak pemerintahan untuk mengimbangi kesabaran, transparansi dan akuntabilitas pemerintahan yang akan digulirkan oleh Jokowi sebagai pemimpin Indonesia baru nanti,� kata Johan.

Ketiga, Potensi disintegrasi bangsa masih menjadi ancaman yang harus diantisipasi. Perlindungan terhadap berbagai kelompok minoritas dan perlindungan terhadap realitas pluralisme bangsa merupakan salah satu kelemahan Pemerintahan SBY. Dampak polemik masalah UU Minerba juga berpotensi memicu disintegrasi bangsa di Papua yang kemudian dapat merembet ke daerah-daerah lainnya.

Potensi disintegrasi bangsa ada di seluruh penjuru negeri. Untuk itu diperlukan pemimpin yang sudah teruji dan terbukti bisa mengatasinya. Jusuf Kalla adalah tokoh yang sudah terbukti berhasil menjadi motor penggerak utama perdamaian di Aceh, �Poso dan daerah konflik lainnya. Bahkan hingga ke lingkup internasional. Jokowi akan belajar banyak dari Jusuf Kalla bagaimana caranya menjadi tokoh pemersatu bangsa,� ujar Johan.

Keempat, Mewabahnya korupsi dalam era pemerintahan SBY baik di pusat hingga di seluruh pelosok negeri harus menjadi prioritas utama untuk diberantas oleh duet Jokowi-Jusuf Kalla. Harus selalu diingat oleh Jokowi dan PDIP bahwa sentimen negatif kekecewaan rakyat terhadap banyaknya skandal korupsi disekitar SBY dan kelemahan kepemimpinan SBY selama ini yang dikonversikan menjadi simpati dan harapan rakyat kepada Jokowi.

Harapan rakyat kepada Jokowi ini bersinergi mengangkat popularitas dan elektabilitas Jokowi dan PDIP dalam Pemilu dan Pilpres yang akan datang. �Duet pasangan Jokowi-Jusuf Kalla dengan dukungan PDIP dan koalisi parpol terbatas, diyakini dapat memanfaatkan modal sosial yang diberikan rakyat akibat kekecewaan terhadap banyaknya skandal korupsi dan kelemahan kepemimpinan nasional selama ini,� kata Johan O Silalahi.

sumber: http://www.tribunnews.com/nasional/2...ribusi-positif


To the point saja yah. Saya sebagai penggemar Jusuf Kalla kok merasa kurang sreg dengan gosip pasangan capres � cawapres, Jokowi � Jusuf Kalla. Menurut saya, jauh lebih pantas jika PDIP memasangkan capres Jusuf Kalla dengan cawapres Jokowi. Jusuf Kalla � Jokowi lebih layak kalau saya bilang.

Belakangan rame berita dan bincang-bincang politik yang bilang kalau Jokowi akan dipasangkan dengan Jusuf Kalla oleh PDIP. Malah ada survey yang bilang kalau pasangan Jokowi � Jusuf Kalla dapat angka tertinggi. We � O � We.. Wow

Tetap saja, menurut saya ini aneh bin ajaib. Masak politikus senior seperti Jusuf Kalla malah jadi Cawapres yang akan dampingin New Kids On The (Political) Block Joko Widodo yang nama kerennya Jokowi sih?

Semua orang juga tahu kalau JK is The Real President ketika menjabat sebagai Wakil Presiden RI 2004 � 2009 mendampingi Presiden SBY. Karena memang JK itu piawai dalam berbisnis maupun politik.

Sebelum Partai Nasional Demokrat (Nasdem) goyang akibat keluarnya Hary Tanoe, kita semua tahu kalau JK akan dijadikan Capres Nasdem. Katanya sih, strategi Nasdem waktu itu, akan memasangkan JK dengan Cawapres potensial dari partai lain.

Banyak orang bilang JK untuk 2014 sibuk cari �perahu sewaan� atau �partai sewaan� untuk kendaraan maju Capres di 2014. Malah ada yang menuduh Nasdem juga telah �disewa� dengan �deal politik� berharga tinggi oleh JK. Gosip-gosip miring itu bilang, JK bakal bantuin pecah belah Golkar jika Nasdem mau jadikan JK sebagai Capres Nasdem. Dan katanya pula, alasan itu yang bikin Hary Tanoe keluar dar Nasdem, karena Nasdem banyak didanain sama Hary Tanoe yang incar Capres Nasdem. Eeh, tau-tau Surya Paloh yang dendam sama Golkar malah ambil tawaran deal politik dari JK supaya bisa jadi Capres Nasdem.

Yeah, whatever. Gosip hanyalah gosip. Kalau pun semua itu benar, menurut saya itu bagian dari strategi dan taktiknya JK untuk maju Capres di 2014 lewat Nasdem. Caranya bagaimana, ya itulah kepiawaian JK. Beliau adalah pedagang handal yang otomatis pandai melihat �kebutuhan� konsumennya.

Bagi saya, JK tetap orang yang layak memimpin negeri ini sebagai RI-1, bukan sebagai RI-2. JK sudah benar ketika putuskan pisah dari SBY di 2009, karena toh selama 2004 � 2009, JK is The Real President RI. Kalah di 2009 itu lain soal. Tapi saya pribadi melihatnya memang sudah jalurnya, setelah jadi Wakil Presiden di 2004 � 2009, JK putuskan kompetisi sebagai Capres di 2009.

Saya jelas menolak usulan JK maju sebagai Cawapres di 2014. Ini namanya turun pangkat, sementara JK seharusnya sudah pantas maju sebagai Capres. Apalagi kalau pasangannya Jokowi, si anak baru di dunia politik. Memangnya Jokowi tahu apa soal pemerintahan pusat. Jokowi kan masih amatiran, bekas pengelola kota sebagai walikota Solo yang sukses jadi Gubernur DKI. Tapi itu bukan berarti Jokowi sudah bisa memimpin Indonesia.

JK jelas lebih berpengalaman. Puluhan tahun jadi politisi. Penguasa ekonomi Indonesia Timur. Pernah jadi Wakil Presiden RI malah disebut The Real President RI saat ia menjabat Wakil Presiden.

JK merancang konsep 10.000 MW. JK juga menjadi motor bagi proyek elpiji 3Kg sebagai solusi penyediaan gas murah bagi masyarakat. Jokowi sudah memberi apa buat negara ini?

Saya ingat waktu itu JK pernah bilang kalau dirinya cuma mau jadi Cawapres di Pilpres 2014 jika berpasangan dengan Megawati. Menurut saya ini sudah benar, karena biar bagaimana pun Megawati adalah pewaris tahta PDIP yang sah. JK sebagai orang luar PDIP tentu tidak bisa menuntut lebih untuk jadi Capres PDIP.

Tapi kalau dengan Jokowi, dia bukan pewars tahta PDIP yang sah. Pengalaman belum ada, masak kalau PDIP majukan Jokowi jadi Capres, lantas JK mau-mau saja. Saya yakin JK juga sebenarnya tidak mau jika hanya menjadi Cawapres kalau pasangannya Jokowi.

Pernyataan JK di berita-berita yang bilang dirinya menunggu keputusan Ibu Megawati soal pasangan Capres Jokowi � Cawapres JK, saya kira hanya klise saja, untuk menjaga etika kepada PDIP. Apalagi keluarga Megawati memang dikenal dekat dengan JK. Supaya hubungan tidak rusak, JK menampakkan seolah menerima saja.

Pak JK jangan mau turun pangkat. Seperti yang saya tulis di judul curhat ini, aspirasi saya adalah pasangan JK � Jokowi lebih pantas dari Jokowi � JK.
SHARE THIS POST:
FB Share Twitter Share

Blog Archive