JAKARTA - Animo Masyarakat masih sangat banyak dalam melamar menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS). Dengan kembali dibukanya rekruitmen CPNS 2013, LSM Pemantau yaitu Konsorsium LSM Seleksi CPNS (KLPC) menemukan adanya titik rawan dalam penyeleksian berdasarkan pengalaman CPNS tahun-tahun sebelumnya.
Menurut Divisi monitoring Pelayanan Publik ICW Siti Juliantari, masih banyaknya penyimpangan dalam proses rekruitmen. "Proses ini (rekruitmen CPNS) sarat dengan penyimpangan, mulai dari proses pendaftaran sampai pada penetapan yang lulus, sarat dengan praktik-praktik kecurangan," ujar Juliantari dalam jumpa pers terkait Proses Seleksi CPNS di Kantor ICW, Jakarta Minggu (1/9/2013).
Ia menjelaskan, dalam perekrutan CPNS, sebagian pelamar tidak memenuhi kriteria sebagai honorer K2 (kategori 2). "Sebagaimana diketahui, peserta honorer K2 merupakan pegawai honorer yang bekerja pada instansi pemerintah pusat dan daerah selama minimal satu tahun sebelum Desember 2005. Pegawai honorer yang bekerja setelah batas waktu tersebut, tidak dapat dimasukkan pada peserta honor K2. Uji publik atas data ini masih belum diketahui hasilnya dengan baik," kata Juliantari.
Selanjutnya kata Juliantari, ada diskriminasi pada seleksi administrasi bagi pelamar tertentu dengan nomor ujian dan lokasi ujian. Lalu, adanya rawan pemerasan atau praktik suap, pungutan liar oleh pejabat, atau pihak-pihak tertentu dalam meloloskan sejumlah pelamar.
"Selain itu, ketika pendaftaran juga masih ditemukan manipulasi. Para calo mendatangi para pendaftar dan menjanjikan dengan bayar Rp 80 juta sampai Rp 100 juta untuk lolos menjadi CPNS," tutur Juliantari.
Lanjut Juliantari menjelaskan, adanya kebocoran soal TKD (Tes Kemampuan Dasar ) dan Tes Kemampuan Bidang (TKB). "Kebocoran terutama terkait dalam penggandaan dan distribusi soal dari perusahaan percetakan sampai pada lokasi ujian. Motifnya antara lain adanya perilaku kolektif tim panitia di di daerah ataupun pusat untuk meloloskan orang tertentu atau menjual kunci jawaban," imbuh Juliantari.
Selain itu, adanya praktik perjokian dalam TKD dan TKB. "Setelah tes berlangsung masih ada juga masalah ditemukan misalnya kertas jawaban belum disegel jadi kemungkinan bisa diubah, " ungkap Juliantari.
Tidak hanya itu, kata Juliantari, ada penambahan pelamar yang lolos TKD dan TKB pada pengumuman resmi di pemerintah daerah dan mendapatkan NIP meski tidak mengikuti proses seleksi.
"Selesai tes, masalah yang ditemukan misalnya yang tidak lulus tetapi mendapat nomer induk pegawai," imbuhnya.(sumber)
Itu mahh udah rahasia umum,,,,, mana ada yang lulus murni,,,
Menurut Divisi monitoring Pelayanan Publik ICW Siti Juliantari, masih banyaknya penyimpangan dalam proses rekruitmen. "Proses ini (rekruitmen CPNS) sarat dengan penyimpangan, mulai dari proses pendaftaran sampai pada penetapan yang lulus, sarat dengan praktik-praktik kecurangan," ujar Juliantari dalam jumpa pers terkait Proses Seleksi CPNS di Kantor ICW, Jakarta Minggu (1/9/2013).
Ia menjelaskan, dalam perekrutan CPNS, sebagian pelamar tidak memenuhi kriteria sebagai honorer K2 (kategori 2). "Sebagaimana diketahui, peserta honorer K2 merupakan pegawai honorer yang bekerja pada instansi pemerintah pusat dan daerah selama minimal satu tahun sebelum Desember 2005. Pegawai honorer yang bekerja setelah batas waktu tersebut, tidak dapat dimasukkan pada peserta honor K2. Uji publik atas data ini masih belum diketahui hasilnya dengan baik," kata Juliantari.
Selanjutnya kata Juliantari, ada diskriminasi pada seleksi administrasi bagi pelamar tertentu dengan nomor ujian dan lokasi ujian. Lalu, adanya rawan pemerasan atau praktik suap, pungutan liar oleh pejabat, atau pihak-pihak tertentu dalam meloloskan sejumlah pelamar.
"Selain itu, ketika pendaftaran juga masih ditemukan manipulasi. Para calo mendatangi para pendaftar dan menjanjikan dengan bayar Rp 80 juta sampai Rp 100 juta untuk lolos menjadi CPNS," tutur Juliantari.
Lanjut Juliantari menjelaskan, adanya kebocoran soal TKD (Tes Kemampuan Dasar ) dan Tes Kemampuan Bidang (TKB). "Kebocoran terutama terkait dalam penggandaan dan distribusi soal dari perusahaan percetakan sampai pada lokasi ujian. Motifnya antara lain adanya perilaku kolektif tim panitia di di daerah ataupun pusat untuk meloloskan orang tertentu atau menjual kunci jawaban," imbuh Juliantari.
Selain itu, adanya praktik perjokian dalam TKD dan TKB. "Setelah tes berlangsung masih ada juga masalah ditemukan misalnya kertas jawaban belum disegel jadi kemungkinan bisa diubah, " ungkap Juliantari.
Tidak hanya itu, kata Juliantari, ada penambahan pelamar yang lolos TKD dan TKB pada pengumuman resmi di pemerintah daerah dan mendapatkan NIP meski tidak mengikuti proses seleksi.
"Selesai tes, masalah yang ditemukan misalnya yang tidak lulus tetapi mendapat nomer induk pegawai," imbuhnya.(sumber)
Itu mahh udah rahasia umum,,,,, mana ada yang lulus murni,,,