UGM Diminta Mendata Ulang Aset Lahan
Kasus dugaan korupsi dengan penjualan lahan milik Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, yang diklaim milik yayasan pengelola fakultas menunjukkan lemahnya bagian aset universitas itu. Kasus yang melibatkan Yayasan Fapertagama Fakultas Pertanian itu melebar ke lahan-lahan lain. "UGM harus mendata ulang aset-aset yang dimiliki," kata Hifdzil Alim, peneliti dari Pusat Kajian Antikorupsi Fakultas Hukum, UGM, Ahad, 28 September 2014.
Jaksa penyidik menemukan lahan yang lebih luas yang diyakini milik UGM tapi diklaim punya yayasan milik dosen UGM yang secara institusi di luar UGM. Awalnya, jaksa hanya membidik penjualan lahan 4.000 meter persegi di Plumbon, Banguntapan, Bantul. Namun saat penyidikan ditemukan lahan lain yang diyakini milik UGM tapi disertifikatkan atas nama yayasan yang dulu bernama Yayasan Pembina Pertanian.
Ia yakin masih banyak lahan yang dulu dibeli pihak UGM tapi disertifikatkan atas nama yayasan. Apalagi sangat banyak yayasan di UGM yang didirikan oleh dosen di tiap fakultas. "Bahkan disinyalir ada lahan yang dulu dibeli pihak universitas tetapi diserobot menjadi milik pribadi dan dijualbelikan," ujar Hifdzil.
Kasus ini bermula saat ada temuan jaksa bahwa lahan seluas 4.000 meter persegi yang diyakini milik UGM diklaim milik yayasan lalu dijual pada periode 2003-2007 sebesar Rp 1,2 miliar. Namun, dari kuitansi, lahan tersebut dijual Rp 2,08 miliar. Uang itu lalu dibelikan lahan lagi di Wukirsari dan diatasnamakan salah satu tersangka.
Empat dosen aktif di universitas ternama itu menjadi tersangka. Bahkan salah satunya adalah Ketua Majelis Guru Besar, yaitu Susamto. Saat penjualan lahan, ia menjadi ketua yayasan eks officio dekan Fakultas Pertanian.
Menurut juru bicara UGM, Wiwit Wijayanti, dari data arsip aset UGM, lahan yang berada di Wonocatur itu bukanlah milik Universitas. "Tidak ada catatan terhadap aset tanah tersebut (lahan di Wonocatur) di Universitas maupun Fakultas Pertanian," katanya.
SUMBER
Link: http://adf.ly/sQxvr
Kasus dugaan korupsi dengan penjualan lahan milik Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, yang diklaim milik yayasan pengelola fakultas menunjukkan lemahnya bagian aset universitas itu. Kasus yang melibatkan Yayasan Fapertagama Fakultas Pertanian itu melebar ke lahan-lahan lain. "UGM harus mendata ulang aset-aset yang dimiliki," kata Hifdzil Alim, peneliti dari Pusat Kajian Antikorupsi Fakultas Hukum, UGM, Ahad, 28 September 2014.
Jaksa penyidik menemukan lahan yang lebih luas yang diyakini milik UGM tapi diklaim punya yayasan milik dosen UGM yang secara institusi di luar UGM. Awalnya, jaksa hanya membidik penjualan lahan 4.000 meter persegi di Plumbon, Banguntapan, Bantul. Namun saat penyidikan ditemukan lahan lain yang diyakini milik UGM tapi disertifikatkan atas nama yayasan yang dulu bernama Yayasan Pembina Pertanian.
Ia yakin masih banyak lahan yang dulu dibeli pihak UGM tapi disertifikatkan atas nama yayasan. Apalagi sangat banyak yayasan di UGM yang didirikan oleh dosen di tiap fakultas. "Bahkan disinyalir ada lahan yang dulu dibeli pihak universitas tetapi diserobot menjadi milik pribadi dan dijualbelikan," ujar Hifdzil.
Kasus ini bermula saat ada temuan jaksa bahwa lahan seluas 4.000 meter persegi yang diyakini milik UGM diklaim milik yayasan lalu dijual pada periode 2003-2007 sebesar Rp 1,2 miliar. Namun, dari kuitansi, lahan tersebut dijual Rp 2,08 miliar. Uang itu lalu dibelikan lahan lagi di Wukirsari dan diatasnamakan salah satu tersangka.
Empat dosen aktif di universitas ternama itu menjadi tersangka. Bahkan salah satunya adalah Ketua Majelis Guru Besar, yaitu Susamto. Saat penjualan lahan, ia menjadi ketua yayasan eks officio dekan Fakultas Pertanian.
Menurut juru bicara UGM, Wiwit Wijayanti, dari data arsip aset UGM, lahan yang berada di Wonocatur itu bukanlah milik Universitas. "Tidak ada catatan terhadap aset tanah tersebut (lahan di Wonocatur) di Universitas maupun Fakultas Pertanian," katanya.
SUMBER
Link: http://adf.ly/sQxvr