SITUS BERITA TERBARU

Mengkaji Substansi rencana Pembentukan Group D Paspampres

Sunday, March 16, 2014
Dewasa ini ada sebuah kebijaksanaan dan keputusan Pemerintah tentang rencana pembentukan group baru Paspampres yang disebut Group �D� Paspampres. Nampaknya, pembentukan Group �D� Paspampres ini oleh berbagai pengamat dianggap rancu, karena tidak cukup jelas uraian mengenai unsur-unsur yang menjelaskan apa garis-garis besar haluan bertindak yang wajib dijadikan dasar dari pembentukan Group �D� Paspampres tersebut. Pengamat tidak hanya menginginkan prosedur hukumnya tetapi juga pertimbangan substansialnya.
Menurut pengamat politik senior J Kristiadi, kebijakan pemerintah yang menambah Pasukan Pengamanan Presiden sebanyak satu grup, yaitu Grup D, untuk mengawal mantan presiden dan mantan wakil presiden dinilai keliru. Kebijakan itu juga mengundang pertanyaan karena baru dikeluarkan saat ini. Kebijakan penambahan satu grup Paspampres malah memberikan indikasi bahwa hubungan rakyat dengan elite genting, tidak aman, dan tidak nyaman. �Padahal, pada masa Gus Dur dan Habibie, suasana lebih chaostik,� ujarnya.
Sebelumnya, Panglima TNI Jenderal Moeldoko membantah, pengadaan Grup D Paspampres ini terkait dengan perkembangan kondisi politik dan hukum. Ia juga membantah, pengadaan Grup D Paspampres ini merupakan perintah dari Presiden Yudhoyono. Menurut Moeldoko, pengadaan Grup D berasal dari evaluasi Paspampres yang kemudian diajukan ke Panglima TNI.
Menurut informasi yang diperoleh Kompas, ide pengadaan Grup D Paspampres dimulai paruh kedua tahun 2012. Hasil evaluasi internal Paspampres menemukan fakta, tidak ada payung hukum yang menjadi tumpuan bagi pengawalan mantan presiden. Akibatnya, jalur tanggung jawabnya tidak jelas, demikian juga jaminan kesejahteraan dan organisasi. Ide ini kemudian disetujui Presiden Yudhoyono dan kemudian diajukan ke Panglima TNI yang saat itu dijabat Laksamana Agus Suhartono. Ide ini lalu digarap bersama Kementerian Luar Negeri, Polri, dan TNI sehingga menghasilkan Peraturan Pemerintah Nomor 59 pada 27 Agustus 2013.
Anggota Komisi I DPR, Susaningtyas Kertopati, menyambut positif penambahan Grup D. Sebab, selama ini biaya pengamanan para mantan presiden dan mantan wakil presiden tidak ditanggung oleh negara. Namun, hal itu tak perlu dilakukan dengan menambah personel Paspampres, tetapi meningkatkan sumber daya manusia yang ada. Para pengamat pada umumnya berpendapat di negara manapun tidak ada kewajiban negara tetap mengawal para mantan Presiden dan Wakil Presiden beserta keluarganya, bahwa mereka adalah unsur VVIP yang patut menjadi perhatian petugas-petugas keamanan negara adalah jelas.
Di Indonesia, pasca reformasi yang dianggap logis apabila ada potensi gangguan keamanan terhadap berbagai pejabat negara ataupun mantan pejabatnya yaitu pada era Habibie dan Gus Dur. Setelah Pres BJ Habibie dan Gus Dur, maka situasi yang dapat menjadi alasan kekhawatiran semacam itu ternyata tidak pernah ada. Situasi politik dan keamanan setelah lebih dari sepuluh tahun reformasi, maka segalanya dalam situasi aman dan terkendali. Bahkan misalnya dibanding negara-negara ASEAN lainya, situasi politik dan keamanan di Indonesia adalah yang paling nyaman. Oleh sebab itu cukup mengundang pertanyaan apa pertimbangan dibuatnya PP No 59 Tahun 2013 dan kini bahkan sesudah situasi semakin nyaman pada tahun 2014, akan dibentuk group �D�. Disamping itu, rencana ini juga membenarkan pendapat Dudley Seers, ekonom pembangunan dari Oxford menulis The Meaning of Development (1970), tolok ukur pembangunan ada tiga yaitu apa yang terjadi dengan kemiskinan, pengangguran dan kesenjangan. Jika salah satu memburuk, sangatlah aneh disebut ada pembangunan meski pendapatan berlipat. Bangsa ini harus fokus pada capaian-capaian yang dibutuhkan bukan yang diinginkan.
SHARE THIS POST:
FB Share Twitter Share

Blog Archive