Cegah Eksekusi Satinah, SBY Surati Raja Saudi
Quote:Kepala Satuan Tugas Penanganan Tenaga Kerja Indonesia, Maftuh Basyuni, mengatakan pemerintah Indonesia sudah berusaha mencegah hukuman pancung terhadap Satinah di Arab Saudi. Menurut Maftuh, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengirimkan surat kepada Raja Arab Saudi sehari sebelum dilaksanakan eksekusi terhadap tenaga kerja Indonesia asal Unggaran, Jawa Tengah itu.
"Malam itu Raja menerima surat dari Presiden yang memohon penangguhan eksekusi dan diberikan kesempatan untuk berdiskusi dengan ahli waris korban," kata Maftuh, di Jakarta, 24 Maret 2014.
Kemudian, kata Maftuh, Raja menyampaikan isi surat tersebut kepada Gubernur Qasim. "Lalu Gubernur Qasim mencegah pelaksanaan eksekusi itu," kata Maftuh. Pencegahan tersebut, kata Maftuh, membuat berang keluarga Nurah. Sehingga keluarga Nurah mengajukan protes ke gubernur. "Dihadapi gubernur dengan sangat tenang, lalu dianjurkan untuk berunding sesuai dengan anjuran Raja," kata Maftuh.
Sepekan setelah keluarga berunding secara internal, kata Mahftuh, akhirnya bersedia memaafkan. "Tetapi dengan imbalan diyat sebesar 15 juta riyal."
Menurut Maftuh, kala itu gubernur mempertanyakan besarnya diyat atau denda yang diminta keluarga Nurah. "Jangan mengambil kesempatan orang dalam keadaan kepepet," kata Maftuh menirukan gubernur. Kemudian, diyat yang diminta keluarga turun menjadi 10 juta riyal.
Maftuh mengatakan ketika dia datang ke sana, 4 Juli 2011, Gubernur Qasim menanyakan besaran diyat yang sanggup dibayarkan. Maftuh menjawab kala itu bahwa pemerintah tidak berpikir untuk menyiapkan diyat karena itu merupakan persoalan pribadi. "Pemerintah hanya memberikan perlindungan kepada setiap warga negara yang bermasalah, namun karena telah menjadi hukum, hal itu menjadi persoalan pribadi," kata Maftuh.
Pemerintah, kata Maftuh, diperbolehkan memberikan bantuan diyat. Namun, bukan menjadi kewajiban Pemerintah. Maftuh mengatakan, pembayaran diyat yang bisa diberikan pemerintah paling banyak sebesar 500 ribu riyal. "Sesuai anjuran Raja," kata Maftuh.
Lalu, kata Maftuh, dia dipertemukan dengan dengan keluarga Nurah yang diwakili oleh Khalid di ruangan berbeda. Menurut Maftuh, Gubernur tidak hadir diskusi tersebut, namun ada beberapa anggota stafnya yang mendampingi. Khalid menyampaikan keluarga meminta 10 juta riyal. Tetapi, saat itu belum ada keputusan.
Perundingan selanjutnya terjadi pada Desember 2011. Pada perundingan itu, keluarga Nurah menurunkan permintaan diyat menjadi 7 juta riyal. Sedangkan pemerintah menaikkan penawaran diyat menjadi 4 juta riyal.
SUMBER
Quote:Kepala Satuan Tugas Penanganan Tenaga Kerja Indonesia, Maftuh Basyuni, mengatakan pemerintah Indonesia sudah berusaha mencegah hukuman pancung terhadap Satinah di Arab Saudi. Menurut Maftuh, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengirimkan surat kepada Raja Arab Saudi sehari sebelum dilaksanakan eksekusi terhadap tenaga kerja Indonesia asal Unggaran, Jawa Tengah itu.
"Malam itu Raja menerima surat dari Presiden yang memohon penangguhan eksekusi dan diberikan kesempatan untuk berdiskusi dengan ahli waris korban," kata Maftuh, di Jakarta, 24 Maret 2014.
Kemudian, kata Maftuh, Raja menyampaikan isi surat tersebut kepada Gubernur Qasim. "Lalu Gubernur Qasim mencegah pelaksanaan eksekusi itu," kata Maftuh. Pencegahan tersebut, kata Maftuh, membuat berang keluarga Nurah. Sehingga keluarga Nurah mengajukan protes ke gubernur. "Dihadapi gubernur dengan sangat tenang, lalu dianjurkan untuk berunding sesuai dengan anjuran Raja," kata Maftuh.
Sepekan setelah keluarga berunding secara internal, kata Mahftuh, akhirnya bersedia memaafkan. "Tetapi dengan imbalan diyat sebesar 15 juta riyal."
Menurut Maftuh, kala itu gubernur mempertanyakan besarnya diyat atau denda yang diminta keluarga Nurah. "Jangan mengambil kesempatan orang dalam keadaan kepepet," kata Maftuh menirukan gubernur. Kemudian, diyat yang diminta keluarga turun menjadi 10 juta riyal.
Maftuh mengatakan ketika dia datang ke sana, 4 Juli 2011, Gubernur Qasim menanyakan besaran diyat yang sanggup dibayarkan. Maftuh menjawab kala itu bahwa pemerintah tidak berpikir untuk menyiapkan diyat karena itu merupakan persoalan pribadi. "Pemerintah hanya memberikan perlindungan kepada setiap warga negara yang bermasalah, namun karena telah menjadi hukum, hal itu menjadi persoalan pribadi," kata Maftuh.
Pemerintah, kata Maftuh, diperbolehkan memberikan bantuan diyat. Namun, bukan menjadi kewajiban Pemerintah. Maftuh mengatakan, pembayaran diyat yang bisa diberikan pemerintah paling banyak sebesar 500 ribu riyal. "Sesuai anjuran Raja," kata Maftuh.
Lalu, kata Maftuh, dia dipertemukan dengan dengan keluarga Nurah yang diwakili oleh Khalid di ruangan berbeda. Menurut Maftuh, Gubernur tidak hadir diskusi tersebut, namun ada beberapa anggota stafnya yang mendampingi. Khalid menyampaikan keluarga meminta 10 juta riyal. Tetapi, saat itu belum ada keputusan.
Perundingan selanjutnya terjadi pada Desember 2011. Pada perundingan itu, keluarga Nurah menurunkan permintaan diyat menjadi 7 juta riyal. Sedangkan pemerintah menaikkan penawaran diyat menjadi 4 juta riyal.
SUMBER