Quote: RABU, 28 JANUARI 2015 | 05:47 WIB
Tujuh Fakta Menyedihkan Raja Abdullah
Raja Arab Saudi Abdullah, saat tiba untuk membuka konferensi di Riyadh, 5 Febuari 2005. Raja Abdullah bin Abdulaziz meninggal dunia pada 23 Januari 2015. REUTERS/Zainal Abd Halim
TEMPO.CO , Riyadh:Raja Abdullah yang meninggal pekan lalu merupakan raja keenam Saudi Arabia dan dianggap sebagai tokoh reformis penting di Saudi. Ia membuat banyak perubahan positif di kerajaannya dalam bidang pendidikan, ekonomi maupun kesehatan. Tetapi, di balik rezim modernisasinya, terdapat beberapa fakta menyedihkan semasa kepemimpinannya. Berikut fakta menyedihkan seperti dikutip dari Russia Today, Selasa, 27 Januari 2015.
Pertama, dalam masa kepemimpinannya Raja Abdullah menolak adanya pemilihan umum, partai, parlemen.Tidak ada kebebasan berpendapat.
Hanya ada ruang penasihat simbolik yang dikenal sebagai Majlis al-shura di Arab Saudi, tetapi tetap tidak bisa mewakilkan kebebasan berpendapat di Arab Saudi. Setahun yang lalu, seorang aktivis oposisi Abd Al-Kareem-al-khoder dipenjara karena telah mengkritik masa kepemimpinan Raja Abdullah dan meminta untuk mengganti sistem kerajaan di Arab Saudi. Hal tersebut sesuai dengan ranking pada Freedom House tahun 2014 bahwa Arab Saudi menempati ranking terbawah sebagai negara yang mempunyai kebebasan, sama seperti pada dekade sebelumnya.
Kedua, menyamakan semua pekerjaan pria berdasarkan keturunan.
Dalam masa kepemimpinan Raja Abdullah, setiap pria harus melakukan pekerjaan sesuai dengan garis keturunannya, tidak boleh menyimpang. Walaupun terdapat seseorang yang berbakat di bidangnya dan mendapat kedudukan sesuai bakatnya, tetapi menyimpang dengan garis keturunannya, ia akan dikucilkan. (Baca:Forbes: Raja Abdullah Paling Berkuasa di Timur Tengah)
Ketiga, Arab Saudi masih menggunakan sistem kerajaan yang dianggap ketinggalan zaman untuk masa sekarang.
Di Arab, kekuasaan tidak berikan kepada anak pertama dari seorang raja melainkan kepada adik dari raja tersebut. Raja Abdullah yang baru saja meninggal pada usia 90 tahun digantikan oleh saudara tirinya Salman yang berusia 79 tahun. Ketika Salman meninggal, maka ia akan digantikan oleh Pangeran Muqrin yang saat ini berumur 70 tahun. Artinya, pemimpin dari Saudi Arabia relatif sudah tua. Hal ini tidak jelas bagaimana sistem tersebut dapat menjamin peningkatan kesejahteraan dan stabilitas negara atau tidak.
Keempat, hukum tradisional.
Di Arab Saudi hukum tradisional masih dipertahankan. Mereka menghukum seseorang dengan melakukan hukum rajam, cambuk dan qishas--sesuai intepretasi mereka pada Al-Qur'an, terlepas memberikan sanksi menggunakan hukum formal. Ketika seseorang tertangkap mencuri maka ia akan dipotong tangannya, ketika seseorang tertangkap sedang mengintip maka dia akan dicongkel matanya dan hukuman lainnya yang sesuai dengan interpretasi mereka terhadap kita suci. Pada tahun 2014, sebanyak 87 orang telah dijatuhi hukuman penggal kepala di Arab Saudi.
Kelima, pelanggaran HAM.
Karena hukum di Arab Saudi masih sesuai dengan interpretasi mereka atas kitab suci Islam. Hal ini membuat mereka semena-mena dan hukuman di Arab Saudi dianggap sebagai hukum yang paling tidak konsisten di seluruh dunia. selain tidak konsisten, hukuman yang berlaku dianggap telah melanggar HAM. salah satu bentuk pelanggaran HAM pada hukum di Arab Saudi adalah ketika seorang narapidana mendapat hukuman, ia tidak diizinkan untuk mengajukan banding.
Walaupun Raja Abdullah telah berusaha merasionalisasikan sistem--menciptakan banding kepada narapidana, tetapi ia tidak mempertanyakan nilai sistem hukum secara keseluruhan.
Keenam, ketidaksetaraan gender sangat jelas.
Negara yang terkenal konservatif ini tidak mengenal kesetaraan gender. Perempuan dianggap lebih rendah dibandingkan pria. Tetapi, ketidaksetaraan yang terjadi di Arab Saudi terlalu berlebihan, bahkan perempuan tidak diizinkan untuk menyetir mobil. Jika seorang perempuan tertangkap sedang menyetir mobil, maka dia akan di cambuk. (Baca:Anak Raja Abdullah Ini Ungkap Kekejaman Ayahnya )
Walaupun pada tahun 2011 Raja Abdullah telah membebaskan satu kasus hukuman cambuk perihal perempuan menyetir, tetapi seorang wanita menyetir masih dianggap sebagai hal yang sangat bermasalah.
Ketujuh, terorisme, teman atau musuh?
Tahun lalu, Arab Saudi menyumbang US$ 100 juta atau sekitar Rp 1 triliun ke pusat kontra-terorisme Perserikatan Bangsa-Bangsa sebagai bentuk dari ketidaksetujuan Arab Saudi terhadap aksi terorisme. Tetapi, merujuk kepada surat diplomatis yang dipublikasikan di Wikileaks pada tahun 2010, Amerika meyakini bahwa Arab Saudi merupakan sumber terbesar dari pendanaan terorisme Sunni di dunia.
Selain kelompok Sunni, Arab Saudi telah menjadi celengan babi bagi al-Qaeda maupun kelompok radikal lainnya. Sumbangan tersebut berasal dari perorangan mereka--identitas mereka pasti diketahui oleh Raja Abdullah. Hal ini membuat dunia bertanya-tanya, apakah Saudi Arabia mengecam aksi terorisme atau justru sebaliknya.
RT | CININTYA SYAKYAKIRTI
TEMPE (www.tempo.co)
masih banyak kebiadaban disana
Link: http://adf.ly/wiwTx
Tujuh Fakta Menyedihkan Raja Abdullah
Raja Arab Saudi Abdullah, saat tiba untuk membuka konferensi di Riyadh, 5 Febuari 2005. Raja Abdullah bin Abdulaziz meninggal dunia pada 23 Januari 2015. REUTERS/Zainal Abd Halim
TEMPO.CO , Riyadh:Raja Abdullah yang meninggal pekan lalu merupakan raja keenam Saudi Arabia dan dianggap sebagai tokoh reformis penting di Saudi. Ia membuat banyak perubahan positif di kerajaannya dalam bidang pendidikan, ekonomi maupun kesehatan. Tetapi, di balik rezim modernisasinya, terdapat beberapa fakta menyedihkan semasa kepemimpinannya. Berikut fakta menyedihkan seperti dikutip dari Russia Today, Selasa, 27 Januari 2015.
Pertama, dalam masa kepemimpinannya Raja Abdullah menolak adanya pemilihan umum, partai, parlemen.Tidak ada kebebasan berpendapat.
Hanya ada ruang penasihat simbolik yang dikenal sebagai Majlis al-shura di Arab Saudi, tetapi tetap tidak bisa mewakilkan kebebasan berpendapat di Arab Saudi. Setahun yang lalu, seorang aktivis oposisi Abd Al-Kareem-al-khoder dipenjara karena telah mengkritik masa kepemimpinan Raja Abdullah dan meminta untuk mengganti sistem kerajaan di Arab Saudi. Hal tersebut sesuai dengan ranking pada Freedom House tahun 2014 bahwa Arab Saudi menempati ranking terbawah sebagai negara yang mempunyai kebebasan, sama seperti pada dekade sebelumnya.
Kedua, menyamakan semua pekerjaan pria berdasarkan keturunan.
Dalam masa kepemimpinan Raja Abdullah, setiap pria harus melakukan pekerjaan sesuai dengan garis keturunannya, tidak boleh menyimpang. Walaupun terdapat seseorang yang berbakat di bidangnya dan mendapat kedudukan sesuai bakatnya, tetapi menyimpang dengan garis keturunannya, ia akan dikucilkan. (Baca:Forbes: Raja Abdullah Paling Berkuasa di Timur Tengah)
Ketiga, Arab Saudi masih menggunakan sistem kerajaan yang dianggap ketinggalan zaman untuk masa sekarang.
Di Arab, kekuasaan tidak berikan kepada anak pertama dari seorang raja melainkan kepada adik dari raja tersebut. Raja Abdullah yang baru saja meninggal pada usia 90 tahun digantikan oleh saudara tirinya Salman yang berusia 79 tahun. Ketika Salman meninggal, maka ia akan digantikan oleh Pangeran Muqrin yang saat ini berumur 70 tahun. Artinya, pemimpin dari Saudi Arabia relatif sudah tua. Hal ini tidak jelas bagaimana sistem tersebut dapat menjamin peningkatan kesejahteraan dan stabilitas negara atau tidak.
Keempat, hukum tradisional.
Di Arab Saudi hukum tradisional masih dipertahankan. Mereka menghukum seseorang dengan melakukan hukum rajam, cambuk dan qishas--sesuai intepretasi mereka pada Al-Qur'an, terlepas memberikan sanksi menggunakan hukum formal. Ketika seseorang tertangkap mencuri maka ia akan dipotong tangannya, ketika seseorang tertangkap sedang mengintip maka dia akan dicongkel matanya dan hukuman lainnya yang sesuai dengan interpretasi mereka terhadap kita suci. Pada tahun 2014, sebanyak 87 orang telah dijatuhi hukuman penggal kepala di Arab Saudi.
Kelima, pelanggaran HAM.
Karena hukum di Arab Saudi masih sesuai dengan interpretasi mereka atas kitab suci Islam. Hal ini membuat mereka semena-mena dan hukuman di Arab Saudi dianggap sebagai hukum yang paling tidak konsisten di seluruh dunia. selain tidak konsisten, hukuman yang berlaku dianggap telah melanggar HAM. salah satu bentuk pelanggaran HAM pada hukum di Arab Saudi adalah ketika seorang narapidana mendapat hukuman, ia tidak diizinkan untuk mengajukan banding.
Walaupun Raja Abdullah telah berusaha merasionalisasikan sistem--menciptakan banding kepada narapidana, tetapi ia tidak mempertanyakan nilai sistem hukum secara keseluruhan.
Keenam, ketidaksetaraan gender sangat jelas.
Negara yang terkenal konservatif ini tidak mengenal kesetaraan gender. Perempuan dianggap lebih rendah dibandingkan pria. Tetapi, ketidaksetaraan yang terjadi di Arab Saudi terlalu berlebihan, bahkan perempuan tidak diizinkan untuk menyetir mobil. Jika seorang perempuan tertangkap sedang menyetir mobil, maka dia akan di cambuk. (Baca:Anak Raja Abdullah Ini Ungkap Kekejaman Ayahnya )
Walaupun pada tahun 2011 Raja Abdullah telah membebaskan satu kasus hukuman cambuk perihal perempuan menyetir, tetapi seorang wanita menyetir masih dianggap sebagai hal yang sangat bermasalah.
Ketujuh, terorisme, teman atau musuh?
Tahun lalu, Arab Saudi menyumbang US$ 100 juta atau sekitar Rp 1 triliun ke pusat kontra-terorisme Perserikatan Bangsa-Bangsa sebagai bentuk dari ketidaksetujuan Arab Saudi terhadap aksi terorisme. Tetapi, merujuk kepada surat diplomatis yang dipublikasikan di Wikileaks pada tahun 2010, Amerika meyakini bahwa Arab Saudi merupakan sumber terbesar dari pendanaan terorisme Sunni di dunia.
Selain kelompok Sunni, Arab Saudi telah menjadi celengan babi bagi al-Qaeda maupun kelompok radikal lainnya. Sumbangan tersebut berasal dari perorangan mereka--identitas mereka pasti diketahui oleh Raja Abdullah. Hal ini membuat dunia bertanya-tanya, apakah Saudi Arabia mengecam aksi terorisme atau justru sebaliknya.
RT | CININTYA SYAKYAKIRTI
TEMPE (www.tempo.co)
masih banyak kebiadaban disana
Link: http://adf.ly/wiwTx