EMPO.CO, Jakarta -Direktur Eksekutif Indo Barometer M. Qodari mengatakan Presiden Joko Widodo tak bisa bergerak bebas dalam 100 hari masa pemerintahannya. Jokowi terjebak dalam tarikan internal partai pengusung. "Aspirasi dia sebagai presiden berbeda dengan aspirasi pimpinan partai, jadi tarik menarik," kata Qodari saat dihubungi Tempo, Kamis, 29 Januari 2015.
Jokowi sempat mendapat serangan dari para partai lawan ketika awal pemerintahannya. Wacana interpelasi sempat bergulir ketika Jokowi mengeluarkan kebijakan menaikkan harga bahan bakar minyak. Kini Presiden Jokowi juga dalam posisi yang rentan saat muncul konflik Polri lawan Komisi Pemberantasan Korupsi. "Untuk sekarang, saya lihat dia rentan karena lagi-lagi dia tak pegang kekuatan partai. Ada tekanan dari internal partai," kata Qodari.
Sebelumnya, Effendi Simbolon mengkritik kinerja Jokowi dalam seratus hari. Menurut Effendi, Jokowi tidak menghasilkan prestasi apa pun. Dengan prestasi yang buruk itu, Effendi kemudian mengingatkan Jokowi akan bahaya pemakzulan.
Apakah Presiden Jokowi bisa dimakzulkan atau akan tumbang di tengah jalan? Berikut berbagai pendapat yang selama ini muncul:
1. Kekuatan Jokowi Masih Lumayan
Pengamat Politik dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah mengatakan Jokowi sebenarnya memiliki dukungan publik sangat besar yang harus dijaga. " Jokowi bisa menang dari jebakan politik kalau dia mengutamakan kepentingan publik, bukan elit politik," kata dia, 29 Januari 2015.
Kendati sikap Jokowi mungkin kurang diterima di PDIP Perjuangan, partai ini juga sulit meninggalkan Jokowi. "Kami tetap akan mendukung Presiden Joko Widodo, tak ada istilah menarik dukungan," ujar Eva ketika dihubungi, Rabu, 28 Januari 2015.
Menurut Eva, meskipun para kader terlihat beda ekspresi, PDIP dijamin solid. "Itu adalah salah satu karakter PDIP. Ketua Umum PDI Megawati Soekarnputri punya strong political leadership," ujarnya. (Baca: Jokowi Bisa Game Over: Begini Reaksi Kader PDIP)
2. Tak Mudah Pecat Presiden
Pakar hukum tata negara sekaligus Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu, Jimly Asshiddiqie, mengatakan masyarakat tak perlu risau dengan isu pemakzulan presiden terpilih Joko Widodo meski parlemen dikuasai koalisi Prabowo Subianto.
Menurut dia, lebih sulit memakzulkan Jokowi daripada mengubah Undang-Undang Dasar 1945. "Impeachment (pemakzulan) membutuhkan persetujuan 3/4 anggota MPR," kata Jimly kepada Tempo, Jumat, 10 Oktober 2014. ( Baca: Jimly Lebih Sulit Pecat-Jokowi daripada Ubah UUD)
3. Harus Ada Pelanggaran Hukum
Ketua Mahkamah Konstitusi Hamdan Zoelva pernah mengatakan Mahkamah tidak akan mengabulkan permintaan pemakzulan presiden oleh Dewan Perwakilan Rakyat jika argumentasi permohonannya hanya sebatas alasan politik. "Jika DPR minta pendapat ke Mahkamah, harus terkait dengan unsur hukum," kata Hamdan di Jakarta, Kamis, 27 November 2014.
"Kalau hanya ada unsur politik dan tidak ada alasan hukumnya, ya, selesai di sini," ujar Hamdan. Saat itu ai menanggapi isu pemakzulkan ketiga Jokowi menaikkan harga BBM. (Baca: Pertimbangan-MK-Jika-Jokowi-Dimakzulkan)
Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Ikrar Nusa Bakti baru-baru ini juga mengatakan bahwa DPR bukan satu-satunya pihak yang memutus apakah presiden akan dimakzulkan atau tidak. Ia berkata, DPR harus mengajukan permintaan pemakzulan kepada Mahkamah Konstitusi dahulu yang didukung dua per tiga jumlah anggota DPR. (Baca: Jokowi Tak Bisa Dimakzulkan Begini Alasannya)
"Jadi tidak semudah yang dibayangkan. Syarat itu dibuat setelah Presiden Gus Dur dimakzulkan," ujar Ikrar, 28 Januari, 2015. Ia menjelaskan, aturan UUD 1945 yang menjadi dasar pemakzulan tak menyebut kinerja sebagai syarat pemakzulan. Syarat pemakzulan, kata dia, hanyalah pelanggaran terhadap konstitusi dan melakukan tindak pidana.
sumber : http://www.tempo.co/read/news/2015/0...Ini-Peluangnya
MASIH PADA MAU MENJATUHKAN JOKOWI ??????? UDAH DEH MENDING KITA BERSATU PADU MEMBANGUN INDONESIA YANG KUAT
Link: http://adf.ly/woHrE
Jokowi sempat mendapat serangan dari para partai lawan ketika awal pemerintahannya. Wacana interpelasi sempat bergulir ketika Jokowi mengeluarkan kebijakan menaikkan harga bahan bakar minyak. Kini Presiden Jokowi juga dalam posisi yang rentan saat muncul konflik Polri lawan Komisi Pemberantasan Korupsi. "Untuk sekarang, saya lihat dia rentan karena lagi-lagi dia tak pegang kekuatan partai. Ada tekanan dari internal partai," kata Qodari.
Sebelumnya, Effendi Simbolon mengkritik kinerja Jokowi dalam seratus hari. Menurut Effendi, Jokowi tidak menghasilkan prestasi apa pun. Dengan prestasi yang buruk itu, Effendi kemudian mengingatkan Jokowi akan bahaya pemakzulan.
Apakah Presiden Jokowi bisa dimakzulkan atau akan tumbang di tengah jalan? Berikut berbagai pendapat yang selama ini muncul:
1. Kekuatan Jokowi Masih Lumayan
Pengamat Politik dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah mengatakan Jokowi sebenarnya memiliki dukungan publik sangat besar yang harus dijaga. " Jokowi bisa menang dari jebakan politik kalau dia mengutamakan kepentingan publik, bukan elit politik," kata dia, 29 Januari 2015.
Kendati sikap Jokowi mungkin kurang diterima di PDIP Perjuangan, partai ini juga sulit meninggalkan Jokowi. "Kami tetap akan mendukung Presiden Joko Widodo, tak ada istilah menarik dukungan," ujar Eva ketika dihubungi, Rabu, 28 Januari 2015.
Menurut Eva, meskipun para kader terlihat beda ekspresi, PDIP dijamin solid. "Itu adalah salah satu karakter PDIP. Ketua Umum PDI Megawati Soekarnputri punya strong political leadership," ujarnya. (Baca: Jokowi Bisa Game Over: Begini Reaksi Kader PDIP)
2. Tak Mudah Pecat Presiden
Pakar hukum tata negara sekaligus Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu, Jimly Asshiddiqie, mengatakan masyarakat tak perlu risau dengan isu pemakzulan presiden terpilih Joko Widodo meski parlemen dikuasai koalisi Prabowo Subianto.
Menurut dia, lebih sulit memakzulkan Jokowi daripada mengubah Undang-Undang Dasar 1945. "Impeachment (pemakzulan) membutuhkan persetujuan 3/4 anggota MPR," kata Jimly kepada Tempo, Jumat, 10 Oktober 2014. ( Baca: Jimly Lebih Sulit Pecat-Jokowi daripada Ubah UUD)
3. Harus Ada Pelanggaran Hukum
Ketua Mahkamah Konstitusi Hamdan Zoelva pernah mengatakan Mahkamah tidak akan mengabulkan permintaan pemakzulan presiden oleh Dewan Perwakilan Rakyat jika argumentasi permohonannya hanya sebatas alasan politik. "Jika DPR minta pendapat ke Mahkamah, harus terkait dengan unsur hukum," kata Hamdan di Jakarta, Kamis, 27 November 2014.
"Kalau hanya ada unsur politik dan tidak ada alasan hukumnya, ya, selesai di sini," ujar Hamdan. Saat itu ai menanggapi isu pemakzulkan ketiga Jokowi menaikkan harga BBM. (Baca: Pertimbangan-MK-Jika-Jokowi-Dimakzulkan)
Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Ikrar Nusa Bakti baru-baru ini juga mengatakan bahwa DPR bukan satu-satunya pihak yang memutus apakah presiden akan dimakzulkan atau tidak. Ia berkata, DPR harus mengajukan permintaan pemakzulan kepada Mahkamah Konstitusi dahulu yang didukung dua per tiga jumlah anggota DPR. (Baca: Jokowi Tak Bisa Dimakzulkan Begini Alasannya)
"Jadi tidak semudah yang dibayangkan. Syarat itu dibuat setelah Presiden Gus Dur dimakzulkan," ujar Ikrar, 28 Januari, 2015. Ia menjelaskan, aturan UUD 1945 yang menjadi dasar pemakzulan tak menyebut kinerja sebagai syarat pemakzulan. Syarat pemakzulan, kata dia, hanyalah pelanggaran terhadap konstitusi dan melakukan tindak pidana.
sumber : http://www.tempo.co/read/news/2015/0...Ini-Peluangnya
MASIH PADA MAU MENJATUHKAN JOKOWI ??????? UDAH DEH MENDING KITA BERSATU PADU MEMBANGUN INDONESIA YANG KUAT
Link: http://adf.ly/woHrE