HANIBAL HAMIDI
Link isue strategis Hak Sehat;
story_fbid=10203813729617015&id=1632969314″>story_fbid=10203813729617015&id=1632969314
Jumat, 22 Agustus 2014 | 20:31
Tenaga Kesehatan Asing Harus
Bisa Bahasa Indonesia
Kepala Pusat Perencanaan dan Pendayagunaan SDM Kesehatan, drg. Tritaraya i, SH. MHkes (kiri) dan Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kesehatan, drg. Usman Sumantri saat memberi keterangan pers di kantor Kementerian Kesehatan RI di Jakarta, Jum'at (22/8).
(sumber: Herman/Beritasatu.com)
beritasatu-Jakarta – Untuk menghadapi ASEAN Economic Community (AEC) pada 2015
mendatang, pemerintah Indonesia telah melakukan penguatan domestic regulation bagi
tenaga kesehatan asing yang ingin bekerja di Indonesia. Salah satunya adalah mensyaratkan
harus bisa berbahasa Indonesia.
"Regulasi yang kita buat salah satunya mereka harus bisa berbahasa Indonesia. Perawat- perawat kita yang sudah bekerja di Jepang juga
diwajibkan untuk menguasai bahasa lokal. Jadi nanti akan ada semacam TOEFL yang bekerja
sama dengan pusat bahasa," kata drg. Tritarayati selaku Kepala Pusat Perencanaan dan
Pendayagunaan SDM Kesehatan di Jakarta, Jum'at (22/8)
Menurutnya, aturan yang lebih lengkap mengenai pendayagunaan tenaga kesehatan asing ini sudah tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) RI Nomor 67 Tahun 2013.
Dalam Permenkes itu disebutkan, pendayagunaan tenaga kesehatan asing dalam kegiatan
pelayanan kesehatan hanya dapat dilakukan apabila kompetensi yang dimiliki mereka belum dimiliki oleh tenaga kesehatan Indonesia, atau telah dimiliki namun dalam jumlah sedikit.
Sehingga nantinya tenaga kesehatan asing tersebut juga harus memiliki sertifikat
kompetensi.
"Tenaga kesehatan asing boleh saja ke daerah, tapi tipe rumah sakitnya harus kelas A dan kelas
B yang telah terakreditasi, atau fasilitas pelayanan kesehatan tertentu yang ditetapkan Menteri," jelas dia. Karena itu, fasilitas kesehatan yang akan mendayagunakan tenaga kesehatan asing harus melakukan permohonan dan memenuhi persyaratan-persyaratan yang ditentukan. Selain memperketat aturan masuknya tenaga kesehatan asing, lanjut Tritarayati, pemerintah juga telah melakukan upaya strategis dalam mempersiapkan tenaga kesehatan Indonesia menghadapi AEC.
"Yang kita lakukan adalah meningkatkan mutu
dan kompetensi tenaga kesehatan agar berdaya saing global, meningkatkan akses pelayanan
kesehatan dan distribusi SDM kesehatan, serta mengembangkan kurikulum pendidikan dan
pelatihan yang berstandar internasional," terang dia.
Penulis: Herman/YUD
MerDesa Institute, Jakarta 24 Juni 2014
PERDESAAN SEHAT
Penetapan Kebijakan Perdesaan Sehat sebagai pilihan pendekatan penajaman bagi upaya
percepatan pembangunan kualitas kesehatan berbasis perdesaan di Daerah Tertinggal dalam kerangka pelaksanaan Prioritas Nasional (PN) 3 Kesehatan, PN 5 Ketahanan Pangan, PN 6 Infrastruktur, MDGs dan SJSN Bidang Kesehatan
terutama di PN 10, diwujudkan melalui Permen PDT no 1 tahun 2013 tentang Pedoman
Pembangunan Perdesaan Sehat. Permen tsb walau tidak secara eksplisit memuat tentang fungsi Instrumen fasilitasi pelaksanaan koordinasi, monitoring, evaluasi dan pelaporan Pembangunan
Perdesaan sehat di daerah tertinggal, sebagai satu kesatuan penting bagi efektifitas kebijakan.
Peraturan Menteri ini berfungsi sebagai Strategi Nasional (STRANAS Pembangunan Perdesaan Sehat) untuk menjadi acuan seluruh pemangku
kepentingan bagi upaya Percepatan Pembangunan
kualitas kesehatan berbasis perdesaan di daerah
tertinggal. Kebijakan Pembangunan Perdesaan Sehat
diarahkan pada fokus intervensi bagi percepatan ketersediaan dan berfungsinya 5 determinan
faktor kualitas kesehatan di wilayah kerja Puskesmas; 1)Jabatan Fungsional "Dokter Puskesmas" bagi seluruh Puskesmas, 2Jabatan
Fungsional) "Bidan Desa" Bagi Seluruh Desa, 3)Air Bersih, dan 4)Sanitasi bagi seluruh rumah tangga
serta 5)Gizi seimbang bagi setiap ibu hamil, ibu menyusui, bayi dan balita di daerah tertinggal.
Hal ini akan memastikan pencapaian 1)misi Percepatan keterjangkauan pelayanan 6 kegiatan dasar Puskesmas yang berkualitas (Domain
Pemerintah) sebagai hasil kinerja dari "Dokter Puskesmas dan Bidan Desa", sekaligus tercapainya 2)misi Percepatan keberdayaan masyarakat dalam pembangunan kesehatan (Domain Masyarakat) di seluruh wilayah perdesaan melaui indikator cakupan sarana air bersih dan sanitasi bagi seluruh rumah tangga serta Gizi seimbang bagi seluruh ibu hamil, ibu menyusui, bayi dan balita. Pencapaian kondisi tersebut di atas membutuhkan kebijakan
revitalisasi Puskesmas dan Poskesdes/Polindes (Lembaga Kesehatan Masyarakat yang diinisiasi
oleh Pemerintah) yang mana pada saat ini terjebak pada prioritas pelayanan kesehatan
individual (Individual Madecine) melalui pelayanan kesehatan pengobatan dan rehabilatasi
dibandingkan dengan tugas dan fungsi sebagai Pusat Kesehatan Masyarakat (Public Health)
sebagai mana design Pelayan Kesehatan Dasar yang menitikberatkan pada upaya promotif dan preventif.
Dengan terwujudnya 5 Pilar Perdesaan Sehat di satu wilayah kerja Puskesmas, maka akan dapat dipastikan peningkatan status kesehatan baik
Angka Kematian Bayi (AKB), Angka Kematian ibu
(AKI) dan Penurunan Kasus Gizi Buruk di perdesaan. Dengan demikian dapat dipastikan
akan terwujudnya derajat kesehatan yang setinggi-tingginya yang dapat di capai melalui
alat ukur Angka Harapan Hidup (AHH) sesuai tujuan pembangunan kesehatan sebagai amanah UU No 36 tahun 2009 Tentang Kesehatan. Apabila seluruh perdesaan tercapai derajat kesehatan yang menjadi sasaran dan target pembangunan nasional, maka dapat dipastikan seluruh kabupaten dan kota, Provinsi dan
Nasional akan dapat mancapai sasaran dan target kinerja pembangunan kesehatan. Kebijakan ini sekaligus diharapkan akan menjadi pintu
masuk untuk mewujudkan pembangunan nasional berwawasan kesehatan berbasis perdesaan yang selama ini sangat sulit terwujud akibat kuatnya ego sektoral serta rendahnya efektifitas
koordinasi dalam semua proses perencanaan serta pelaksanaan pembangunan nasional.
Lokus Prioritas Pembangunan Perdesaan Sehat pada 158 Kabupaten daerah tertinggal yang
kualitas SDM (IPM) sekaligus Kualitas Kesehatan (AHH) sangat rendah (BPS 2010), dimana apabila tidak dilakukan upaya percepatan pencapaian sasaran dan target AHH yang ditetapkan melalui pencapaian sasaran pembangunan kesehatan
pada tahun 2025 secara bertahap dan berkelanjutan, maka akan dapat dipastikan visi
Indonesia sejahtera pada tahun 2025 tidak akan tercapai akibat sasaran kinerja pembangunan
kesehatan yang buruk.
Untuk pencapaian kondisi "Tersedia dan Berfungsinya Determinan Faktor "Dokter Puskesmas" di setiap Puskesmas, "Bidan Desa" disetiap Desa serta Air Bersih dan Sanitasi Bagi setiap Rumah Tangga dan Gizi seimbang bagi
setiap Ibu Hamil, Ibu Menyusui, Bayi dan Balita pada 158 , maka instrumen fasilitasi koordinasi
pelaksanaan Permen PS ditujukan pada komitmen dan kebijakan rencana aksi keberpihakan seluruh
pemangku kepentingan Perdesaan Sehat setiap tahun pada tingkat Pusat, yang dituangkan dalam
dokumen Rencana Aksi Sektor (RAS) dan Rencana Aksi PPDT dalam pembangunan
Perdesaan Sehat melalui Regulasi K/L terkait yang Berpihak pada Daerah Tertinggal. Untuk
mendukung terbitnya Regulasi K/L baik Peraturan atau Surat Kepuutusan Menteri dan atau Dirjen Kementerian atau Lembaga terkait maka di tingkat pusat dibentuk Kelompok Kerja
Pembangunan Perdesaan Sehat. Pada tahun 2014 diharapakan tersusun draft STRANAS (Strategi
Nasional) dan RAN (Rencana Aksi Nasional)
PEMBANGUNAN PERDESAAN SEHAT TAHUN 2015-2019.
Demikian juga untuk untuk mengkoordinasikan
pelaksanaan pembangunan Perdesaan Sehat pada
158 Kabupaten daerah tertinggal, maka dibentuk
7 Manajemen Wilayah pembangunan Perdesaan
Sehat di 7 regional pulau besar; 1)Sumatera 2)Jawa, 3)Nusa Tenggara, 4)Maluku, 5)Sulawesi,
6)Kalimantan, 7)Papua . Manajemen Pelaksanaan
pembangunan Perdesaan Sehat di tingkat Provinsi.dan Kabupaten dikoordinasikan oleh Perguruan
Tinggi Mitra Pembangunan Perdesaan Sehat;
Universitas Andalas, Universitas Airlangga, Universitas Mataram, Universitas Patimura,
Universitas Hasanudin, Universitas Tanjungpura
dan Universitas Cenderawasih . Hal ini didukung dengan distribusi 200 Sarjana Kesehatan sebagai
Relawan Pembangunan Perdesaan Sehat di 200 Wilayah Kerja Puskesmas di 22 Propinsi pada 84
Kabupaten Sasaran Prioritas PS tahun 2014.
Selain itu juga akan dibentuk Forum Multi Stake
Holder di setiap Propinsi, Kabupaten dan Perdesaan oleh 7 mitra pembangunan PS
bersama-sama Pemerintah Daerah melalui Surat
Keputusan dan atau Peraturan Bupati dan Atau Gubernur dan atau Peraturan Daerah tentang
Pembangunan Perdesaan Sehat.
Fungsi instrumen fasilitasi koordinasi pelaksanaan
pembangunan Perdesaan Sehat pada tingkat Pusat dan Daerah tersebut didukung oleh
Konsultan Manajemen Perdesaan Sehat pada semua jenjang pemerintahan yang dikendalikan
oleh Sekretariat Pokja Perdesaan Sehat KPDT melalui Asdep Urusan Sumber Daya Kesehatan
KPDT.
Untuk mempercepat capaian sasaran Angka.Harapan Hidup melalui Inisiasi Kebijakan
Perdesaan Sehat untuk mewujudkan paradigma
Pembangunan Nasional Berwawasan Kesehatan
Berbasis Perdesaan (wilayah kerja puskesmas) sesuai amanah UU No 17 tahun 2007 tentang
RPJPN 2005-2025, telah didistribusikan Stimulan
Pembangunan Daerah Tertinggal sejak tahun.2011-2013 serta sedang dilakasanakan pada
tahun 2014 yang ditujukan pada peningkatan.kapasitas lembaga kesehatan pemerintah dan masyarakat berupa; Jamban Keluarga bagi 200
Tumah Tangga, Alat Kesehatan bagi 39 RSUD,
Alat Kesehatan bagi 196 Puskesmas, Pusling Air
bagi 11 Puskesmas Kepulauan, Alat Kesehatan Bidan Desa bagi 2620 Poskesdes/Poskestren, Biaya operasional dan Bantuan Sosial peningkatan Gizi berkualitas bagi 82 Paskesdes/ Poskestren, Distribusi Bidan Desa PTT pada 120 Desa yang terdapat pada 156 Kabupaten Daerah.Tertinggal di 22 Propinsi. Selain itu juga dilaksanakan kegiatan Jambore Perdesaan Sehat.untuk meningkatkan komitmen keberpihakan seluruh pemangku kepentingan percepatan
pembangunan bidang kesehatan di daerah tertinggal, terluar, terdepan dan pasca konflik.
Bagi daerah tertinggal di wilayah kepulauan, sedang disusun suatu pilihan pendekatan percepatan pembangunan kualitas kesehatan berbasis perdesaan kepulauan bersama Universitas Patimura dan Kementerian Kesehatan.
Untuk pelaksanaan konsepsi pendekatan tersebut,
KPDT bersama Dewan Kelauatan Indonesia akan meluncurkan kapal yang berfungsi melayani upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif bagi masyarakat di daerah kepulauan. Kesuluruhan kegiatan tersebut sebagai penjabaran dari konsepsi kebijakan Perdesaan Sehat Bahari Nusantara (PSBN).
Hanibal Hamidi Pengurus Pusat Harian Lembaga Kesehatan NU
Link: http://adf.ly/rmr9w