SITUS BERITA TERBARU

UU Pilkada Baru Masih Timbulkan Perdebatan Politis dan Yuridis

Wednesday, January 21, 2015
Selasa 20 Januari 2015, DPR RI menyetujui dan mengesahkan Peraturan Pemerintah Pengganti Perundang-Undangan  (news.merahputih.com) (Perppu) No. 1 tahun 2014 tentang pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota menjadi Undang-Undang.

Banyak pihak mengapresiasi keputusan DPR RI, mulai dari pengamat politik penggiat demokrasi hingga Presiden Republik Indonesia keenam Susilo Bambang Yudhyono (SBY). DPR sendiri dianggap sudah taubat dan kembali ke jalan benar dengan mengesahkan Perppu No. 1 tahun 2014 menjadi Undang-Undang.

Mantan Presiden SBY sendiri mengucapkan terima kasih kepada kubu Koalisi Merah Putih (KMP) dan Koalisi Indonesia Hebat (KIH) serta fraksi Partai Demokrat di DPR RI yang sudah berjuang keras memperjuangkan Perppu menjadi Undang-Undang. Ucapan terima kasih SBY disampaikan melalui video Youtube. Dalam tayangan yang berdurasi 4 menit 14 detik, SBY mengaku mempunyai tanggung jawab moral atas disahkannya Perppu menjadi Undang-Undang.

"Saya bersyukur dan mengucapkan terima kasih kepada semua fraksi baik KIH dan KMP dan juga fraksi Partai Demokrat atas persetujuan yang diberikan. Artinya Dewan mendengarkan aspirasi rakyat," kata SBY dalam video tersebut.

Meski sudah disahkan menjadi Undang-Undang, bukan berarti persoalan pemilihan kepala daerah secara langsung bebas masalah.

Pemikir politik dan tata Negara asal Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (Sigma) Said Salahuddin menilai ada sejumlah persoalan yang masih menimbulkan perdebatan dari aspek politik dan hukum. Sebut saja soal kepala daerah yang tidak dipilih secara paket dengan wakil kepala daerah, kemudian mekanisme uji publik calon kepala daerah yang hingga kini belum tuntas format dan efektifitasnya.

BACA JUGA: Penetapan UU Pilkada Bermasalah

"Belum lagi soal penentuan lembaga mana yang akan mengadili hasil Pilkada. Itu kan hingga kini belum jelas," kata Said dalam keterangan tertulisnya kepada redaksi, Rabu (21/1).

Ditepi lain pemikir politik The Political Literacy Institute Adi Prayitno juga membenarkan adanya persoalan yang masih menimbulkan perdebatan dalam UU Pilkada, baik dari sisi politik maupun yuridis.

Dalam Bab 23 Pasal 167 ayat 1 UU Pilkada dijelaskan bahwa yang dipilih rakyat adalah Kepala Daerah yaitu Gubernur, Bupati dan Walikota sedangkan Wakil ditunjuk oleh kepala daerah terpilih dengan memperhatikan jumlah penduduk diwilayah masing-masing.

Selanjutnya dalam pasal 168 ayat 1 dijelaskan Wakil Gubernur tidak ada jika jumlah penduduk dibawah 1 juta jiwa. Untuk jumlah penduduk sekitar 1 sampai dengan 3 juta jiwa maka jumlah wakil gubernur adalah 1 orang. Jika jumlah penduduk diatas 3 juta jiwa hingga 10 juta jiwa maka jumlah wakil Gubernur sebanyak 2 orang. Jumlah wakil Gubernur bisa mencapai 3 orang jika jumlah penduduk di suatu provinsi diatas 10 juta jiwa. Wakil Gubernur juga berasal dari latar belakang Pegawai Negeri Sipil (PNS) dengan kepangkatan paling rendah adalah IV C.

"Ini kan masih timbulkan polemic terutama dari sisi teknisnya," kata Adi saat dihubungi terpisah.

Adi yang juga mantan aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) menambahkan untuk posisi wakil Bupati dan wakil Walikota juga disesuaikan dengan jumlah penduduk setempat.

Dalam pasal 168 ayat 2 dijelaskan wakil Bupati atau Walikota tidak ada jika jumlah penduduk hanya 100 ribu jiwa. Sebaliknya jumlah wakil Bupati dan Walikota sebanyak 1 orang jika jumlah penduduk diatas 100 ribu sampai dengan 250 ribu jiwa.

Jika jumlah penduduk diatas 250 ribu jiwa maka jumlah Wakil Bupati atau walikota sebanyak 2 orang. Selain itu Wakil Gubernur atau Walikota minimal berpangkat paling rendah IV B dan berasal dari Pegawai Negeri Sipil.

Sumber: http://news.merahputih.com/nasional/...is-dan-yuridis

Link: http://adf.ly/wUYCs
SHARE THIS POST:
FB Share Twitter Share

Blog Archive