Jokowi Kirim Komandan Paspampres Jemput Samad KPK
TEMPO.CO, Jakarta - Telepon hotline Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad berdering Jumat siang pekan lalu. Penelponnya, Presiden Joko Widodo, yang meminta Samad ke Istana Bogor. Penting!
Awalnya Samad menolak permintaan itu. "Kalau tidak begitu penting, kita bicara di telepon saja," kata Samad seperti ditirukan seseorang yang mengetahui percakapan itu.
Bukan tanpa alasan Samad lebih memilih tak meninggalkan kantor. Pagi harinya, Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto dicokok polisi ketika mengantarkan anaknya sekolah dan dijadikan tersangka terkait kasus yang terjadi pada 2010, ketika Bambang menjadi pengacara. "Apa yang bisa menjamin saya selamat ke sana hingga kembali ke kantor? Saya bisa ditangkap di tengah jalan," kata Samad.(Baca: 2 Sinyal Kasus Bambang KPK Direkayasa) Jokowi lalu memerintahkan Komandan Pasukan Pengaman Presiden Mayor Jenderal TNI Andhika Perkasa untuk menjemput Samad. Pukul 13.50 WIB, Andhika yang mengenakan mobil Toyota Fortuner berangkat dari kantor KPK diikuti Samad yang menumpang mobil Toyota Nav. Tiga mobil lain termasuk dua Mercedes Benz G Klasse yang biasanya dipakai tim pengawal Kepresidenan mengikuti. (Baca: Penghancuran KPK: Tiga Indikasi PDIP-Mega Bermain)
Menembus kemacetan Jakarta-Bogor, para pejabat KPK tiba. Samad turut membawa Deputi Penindakan Warih Sadono, Deputi Pengawas Internal dan Pengaduan Masyarakat Ary Widyatmoko dan Kepala Bagian Keamanan Abdul Jalil. Berikut rentetan cerita selanjutnya yang dikisahkan kembali oleh nara sumber Tempo.
EKSKLUSIF: Samad KPK-Tedjo Gesekan di Istana Bogor
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua KPK Abraham Samad sendirian masuk ke ruangan rapat di Istana Bogor. Di sana, sudah ada Presiden Joko Widodo, Wakil Presiden Jusuf Kalla, Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Jaksa Agung Prasetyo, Plt Kepala Kepolisian Komisaris Jenderal Badrodin Haiti, dan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Tedjo Edhi Purdijanto.
Lantaran rapat itu membahas soal penangkapan Bambang, Samad langsung bertanya kepada Badrodin. "Mengapa tadi pagi Bapak menyampaikan kepada pihak KPK bahwa Pak BW tidak ditangkap?" kata Samad seperti ditirukan seseorang yang mengetahui rapat itu. Sebelum Badrodin buka suara, Tedjo memotong. "Mungkin belum koordinasi, itu kan biasa dan tak usah dibesar-besarkan," kata Tedjo.
Beredar kabar, penangkapan BW terkait dengan Jokowi dan berbagai pihak lainnya (baca: Bambang Widjojanto Ditangkap karena Jokowi). Ada indikasi PDI Perjuangan dan Mega ikut bermain. (Baca: Penghancuran KPK: Tiga Indikasi PDIP-Mega Bermain)
Tedjo adalah orang yang paling dibicarakan di antara netizen terkait dengan penangkapan Bambang KPK dan kisruh KPK-Polri. Pernyataannya dinilai mengeruhkan suasana, bukan mendinginkan. Menteri yang berasal dari Partai NasDem itu menyesalkan adanya pergerakan massa di Komisi Pemberantasan Korupsi yang juga diliput berbagai media massa nasional. Menurut Tedjo, KPK akan kuat bila justru didukung konstitusi yang berlaku. "Bukan dukungan rakyat yang enggak jelas itu," kata Tedjo di kompleks Istana Negara, Sabtu, 24 Januari 2015.
Menurut peserta itu, rapat berjalan sangat alot. Samad berkali-kali bertanya apa sesungguhnya hasil konkret rapat ini. Jokowi juga berkali-kali menjawab, agar proses hukum jalan terus dan jangan terjadi gesekan antara polisi dan KPK. "Saya memerintahkan seperti itu," kata Jokowi. (Baca: Mudah Disetir, Jokowi Itu Presiden RI atau PDIP?) TEMPO.CO, Jakarta - Ketua KPK Abraham Samad sendirian masuk ke ruangan rapat di Istana Bogor. Di sana, sudah ada Presiden Joko Widodo, Wakil Presiden Jusuf Kalla, Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Jaksa Agung Prasetyo, Plt Kepala Kepolisian Komisaris Jenderal Badrodin Haiti, dan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Tedjo Edhi Purdijanto.
Lantaran rapat itu membahas soal penangkapan Bambang, Samad langsung bertanya kepada Badrodin. "Mengapa tadi pagi Bapak menyampaikan kepada pihak KPK bahwa Pak BW tidak ditangkap?" kata Samad seperti ditirukan seseorang yang mengetahui rapat itu. Sebelum Badrodin buka suara, Tedjo memotong. "Mungkin belum koordinasi, itu kan biasa dan tak usah dibesar-besarkan," kata Tedjo.
Beredar kabar, penangkapan BW terkait dengan Jokowi dan berbagai pihak lainnya (baca: Bambang Widjojanto Ditangkap karena Jokowi). Ada indikasi PDI Perjuangan dan Mega ikut bermain. (Baca: Penghancuran KPK: Tiga Indikasi PDIP-Mega Bermain)
Tedjo adalah orang yang paling dibicarakan di antara netizen terkait dengan penangkapan Bambang KPK dan kisruh KPK-Polri. Pernyataannya dinilai mengeruhkan suasana, bukan mendinginkan. Menteri yang berasal dari Partai NasDem itu menyesalkan adanya pergerakan massa di Komisi Pemberantasan Korupsi yang juga diliput berbagai media massa nasional. Menurut Tedjo, KPK akan kuat bila justru didukung konstitusi yang berlaku. "Bukan dukungan rakyat yang enggak jelas itu," kata Tedjo di kompleks Istana Negara, Sabtu, 24 Januari 2015.
Menurut peserta itu, rapat berjalan sangat alot. Samad berkali-kali bertanya apa sesungguhnya hasil konkret rapat ini. Jokowi juga berkali-kali menjawab, agar proses hukum jalan terus dan jangan terjadi gesekan antara polisi dan KPK. "Saya memerintahkan seperti itu," kata Jokowi. (Baca: Mudah Disetir, Jokowi Itu Presiden RI atau PDIP?)
EKSKLUSIF: Jokowi 'Paksa' Samad-Badrodin Konpers
TEMPO.CO, Jakarta - Kesempatan setelah rapat itu digunakan oleh Samad untuk bertanya lagi ke Jokowi. "Pak Presiden, ini kan belum selesai," kata Samad. "Lho kan tadi sudah selesai. Ya begitu," ujar Jokowi. (Baca: 2 Sinyal Kasus Bambang KPK Direkayasa)
Putus asa, Samad pamit ke Jokowi. "Kalau tidak ada jalan keluar begini, saya pulang saja, Pak Presiden," kata Samad. Tapi Jokowi menyergah. Dia ingin Samad dan Badrodin berdiri di sebelahnya saat konferensi pers. Supaya, kesan KPK-polisi akur bisa ditonjolkan. "Biar kelihatannya adem," pungkas Jokowi. (Baca: Ribut KPK, KontraS: Mega Jangan Kayak Lagu Dangdut)
Bukannya dibebaskan, pada malam hari polisi malah berencana menahan Bambang. Untungnya, polisi tak bisa berargumen saat Bambang menuntut penjelasan soal Pasal 242 juncto Pasal 55 KUHP yang digunakan polisi untuk menjerat Bambang sebagai tersangka. Bambang pun menolak menandatangani Surat Perintah Penahanan. (Baca: Bambang Widjojanto Ditangkap, Denny: Ini Berbahaya)
Sabtu dinihari, penahanan Bambang ditangguhkan setelah dua Wakil Ketua KPK Adnan Pandu Praja dan Zulkarnain, menjamin Bambang tak bakal kabur. Bambang pulang ke KPK disambut tepuk tangan riuh relawan KPK. (Baca: Bambang Tersangka, KPK: Kami Tak Butuh Plt, tapi...)
Opini : Jokowi mode on: "yah sebenernya masalah itu simple, tinggal kemauan pemimpinnya mau apa ndak" Seperti itu kurang lebih seperti itu.
Apa susahnya tinggal copot Jendral BG.... pasti ada sesuatu ini teh...... Gak bakal sampe sehoboh ini... dan ane percaya Kpk. klo dilihat dari pengalaman yang lalu. Pertama, Ketahuan lewat rekaman ada kriminalisasi pas didengarkan di Mk. Kedua, djoko ketauan nilep duit nunjuk PT... abal2 buat proyek SIM. Ketiga, Jendral BG, kredit 57 milyar buat anak 19 tahun !!!!1!.... terlalu susah dicerna pake akal.
Link: http://adf.ly/wfhCd
TEMPO.CO, Jakarta - Telepon hotline Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad berdering Jumat siang pekan lalu. Penelponnya, Presiden Joko Widodo, yang meminta Samad ke Istana Bogor. Penting!
Awalnya Samad menolak permintaan itu. "Kalau tidak begitu penting, kita bicara di telepon saja," kata Samad seperti ditirukan seseorang yang mengetahui percakapan itu.
Bukan tanpa alasan Samad lebih memilih tak meninggalkan kantor. Pagi harinya, Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto dicokok polisi ketika mengantarkan anaknya sekolah dan dijadikan tersangka terkait kasus yang terjadi pada 2010, ketika Bambang menjadi pengacara. "Apa yang bisa menjamin saya selamat ke sana hingga kembali ke kantor? Saya bisa ditangkap di tengah jalan," kata Samad.(Baca: 2 Sinyal Kasus Bambang KPK Direkayasa) Jokowi lalu memerintahkan Komandan Pasukan Pengaman Presiden Mayor Jenderal TNI Andhika Perkasa untuk menjemput Samad. Pukul 13.50 WIB, Andhika yang mengenakan mobil Toyota Fortuner berangkat dari kantor KPK diikuti Samad yang menumpang mobil Toyota Nav. Tiga mobil lain termasuk dua Mercedes Benz G Klasse yang biasanya dipakai tim pengawal Kepresidenan mengikuti. (Baca: Penghancuran KPK: Tiga Indikasi PDIP-Mega Bermain)
Menembus kemacetan Jakarta-Bogor, para pejabat KPK tiba. Samad turut membawa Deputi Penindakan Warih Sadono, Deputi Pengawas Internal dan Pengaduan Masyarakat Ary Widyatmoko dan Kepala Bagian Keamanan Abdul Jalil. Berikut rentetan cerita selanjutnya yang dikisahkan kembali oleh nara sumber Tempo.
EKSKLUSIF: Samad KPK-Tedjo Gesekan di Istana Bogor
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua KPK Abraham Samad sendirian masuk ke ruangan rapat di Istana Bogor. Di sana, sudah ada Presiden Joko Widodo, Wakil Presiden Jusuf Kalla, Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Jaksa Agung Prasetyo, Plt Kepala Kepolisian Komisaris Jenderal Badrodin Haiti, dan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Tedjo Edhi Purdijanto.
Lantaran rapat itu membahas soal penangkapan Bambang, Samad langsung bertanya kepada Badrodin. "Mengapa tadi pagi Bapak menyampaikan kepada pihak KPK bahwa Pak BW tidak ditangkap?" kata Samad seperti ditirukan seseorang yang mengetahui rapat itu. Sebelum Badrodin buka suara, Tedjo memotong. "Mungkin belum koordinasi, itu kan biasa dan tak usah dibesar-besarkan," kata Tedjo.
Beredar kabar, penangkapan BW terkait dengan Jokowi dan berbagai pihak lainnya (baca: Bambang Widjojanto Ditangkap karena Jokowi). Ada indikasi PDI Perjuangan dan Mega ikut bermain. (Baca: Penghancuran KPK: Tiga Indikasi PDIP-Mega Bermain)
Tedjo adalah orang yang paling dibicarakan di antara netizen terkait dengan penangkapan Bambang KPK dan kisruh KPK-Polri. Pernyataannya dinilai mengeruhkan suasana, bukan mendinginkan. Menteri yang berasal dari Partai NasDem itu menyesalkan adanya pergerakan massa di Komisi Pemberantasan Korupsi yang juga diliput berbagai media massa nasional. Menurut Tedjo, KPK akan kuat bila justru didukung konstitusi yang berlaku. "Bukan dukungan rakyat yang enggak jelas itu," kata Tedjo di kompleks Istana Negara, Sabtu, 24 Januari 2015.
Menurut peserta itu, rapat berjalan sangat alot. Samad berkali-kali bertanya apa sesungguhnya hasil konkret rapat ini. Jokowi juga berkali-kali menjawab, agar proses hukum jalan terus dan jangan terjadi gesekan antara polisi dan KPK. "Saya memerintahkan seperti itu," kata Jokowi. (Baca: Mudah Disetir, Jokowi Itu Presiden RI atau PDIP?) TEMPO.CO, Jakarta - Ketua KPK Abraham Samad sendirian masuk ke ruangan rapat di Istana Bogor. Di sana, sudah ada Presiden Joko Widodo, Wakil Presiden Jusuf Kalla, Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Jaksa Agung Prasetyo, Plt Kepala Kepolisian Komisaris Jenderal Badrodin Haiti, dan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Tedjo Edhi Purdijanto.
Lantaran rapat itu membahas soal penangkapan Bambang, Samad langsung bertanya kepada Badrodin. "Mengapa tadi pagi Bapak menyampaikan kepada pihak KPK bahwa Pak BW tidak ditangkap?" kata Samad seperti ditirukan seseorang yang mengetahui rapat itu. Sebelum Badrodin buka suara, Tedjo memotong. "Mungkin belum koordinasi, itu kan biasa dan tak usah dibesar-besarkan," kata Tedjo.
Beredar kabar, penangkapan BW terkait dengan Jokowi dan berbagai pihak lainnya (baca: Bambang Widjojanto Ditangkap karena Jokowi). Ada indikasi PDI Perjuangan dan Mega ikut bermain. (Baca: Penghancuran KPK: Tiga Indikasi PDIP-Mega Bermain)
Tedjo adalah orang yang paling dibicarakan di antara netizen terkait dengan penangkapan Bambang KPK dan kisruh KPK-Polri. Pernyataannya dinilai mengeruhkan suasana, bukan mendinginkan. Menteri yang berasal dari Partai NasDem itu menyesalkan adanya pergerakan massa di Komisi Pemberantasan Korupsi yang juga diliput berbagai media massa nasional. Menurut Tedjo, KPK akan kuat bila justru didukung konstitusi yang berlaku. "Bukan dukungan rakyat yang enggak jelas itu," kata Tedjo di kompleks Istana Negara, Sabtu, 24 Januari 2015.
Menurut peserta itu, rapat berjalan sangat alot. Samad berkali-kali bertanya apa sesungguhnya hasil konkret rapat ini. Jokowi juga berkali-kali menjawab, agar proses hukum jalan terus dan jangan terjadi gesekan antara polisi dan KPK. "Saya memerintahkan seperti itu," kata Jokowi. (Baca: Mudah Disetir, Jokowi Itu Presiden RI atau PDIP?)
EKSKLUSIF: Jokowi 'Paksa' Samad-Badrodin Konpers
TEMPO.CO, Jakarta - Kesempatan setelah rapat itu digunakan oleh Samad untuk bertanya lagi ke Jokowi. "Pak Presiden, ini kan belum selesai," kata Samad. "Lho kan tadi sudah selesai. Ya begitu," ujar Jokowi. (Baca: 2 Sinyal Kasus Bambang KPK Direkayasa)
Putus asa, Samad pamit ke Jokowi. "Kalau tidak ada jalan keluar begini, saya pulang saja, Pak Presiden," kata Samad. Tapi Jokowi menyergah. Dia ingin Samad dan Badrodin berdiri di sebelahnya saat konferensi pers. Supaya, kesan KPK-polisi akur bisa ditonjolkan. "Biar kelihatannya adem," pungkas Jokowi. (Baca: Ribut KPK, KontraS: Mega Jangan Kayak Lagu Dangdut)
Bukannya dibebaskan, pada malam hari polisi malah berencana menahan Bambang. Untungnya, polisi tak bisa berargumen saat Bambang menuntut penjelasan soal Pasal 242 juncto Pasal 55 KUHP yang digunakan polisi untuk menjerat Bambang sebagai tersangka. Bambang pun menolak menandatangani Surat Perintah Penahanan. (Baca: Bambang Widjojanto Ditangkap, Denny: Ini Berbahaya)
Sabtu dinihari, penahanan Bambang ditangguhkan setelah dua Wakil Ketua KPK Adnan Pandu Praja dan Zulkarnain, menjamin Bambang tak bakal kabur. Bambang pulang ke KPK disambut tepuk tangan riuh relawan KPK. (Baca: Bambang Tersangka, KPK: Kami Tak Butuh Plt, tapi...)
Opini : Jokowi mode on: "yah sebenernya masalah itu simple, tinggal kemauan pemimpinnya mau apa ndak" Seperti itu kurang lebih seperti itu.
Apa susahnya tinggal copot Jendral BG.... pasti ada sesuatu ini teh...... Gak bakal sampe sehoboh ini... dan ane percaya Kpk. klo dilihat dari pengalaman yang lalu. Pertama, Ketahuan lewat rekaman ada kriminalisasi pas didengarkan di Mk. Kedua, djoko ketauan nilep duit nunjuk PT... abal2 buat proyek SIM. Ketiga, Jendral BG, kredit 57 milyar buat anak 19 tahun !!!!1!.... terlalu susah dicerna pake akal.
Link: http://adf.ly/wfhCd