Kepala BNP2TKI baru, Nusron Wahid, mengaku bahwa dirinya masih awam dalam isu TKI. Hal itu dikatakan Nusron saat memberikan sambutan dalam acara serah terima jabatan Kepala BNP2TKI (Jumat, 28/11/2014). Jujur diakuinya bahwa jabatan yang diembannya hari ini adalah ujian yang tidak disangka-sangka. selama kurang lebih sepuluh tahun menjabat sebagai anggota DPR, ia menghindari dari urusan TKI, karena urusan ini ribut, bising dan banyak menghadapi aksi demontrasi.
Maka ia lebih memilih bertugas di komisi VI DPR RI yang bertugas sebagai pengawas kebijakan-kebijakan yang berhubungan dengan perdagangan, perindustrian, investasi, koperasi, UKM dan BUMN, dan Standardisasi Nasional. "Tiba-tiba Tuhan menguji saya untuk mengurus TKI, ini sangat tidak terbayangkan, tapi terinspirasi kata-kata Bung Subhan bahwa tidak ada sesuatu yang baru dibawah terik matahari," ujarnya.
Diteruskan Nusron bahwa jika parameter kesuksesan anggota DPR adalah keberanian untuk berbicara. Maka di BNP2TKI ia tidak harus banyak bicara, tetapi akan banyak belajar dan bekerja. Oleh karena itu ia akan melakukan komunikasi intensif dengan pendahulu kepala BNP2TKI dan stake holder lainnya.
Menanggapi hal tersebut Erna Murniaty, Ketua Umum SBMI, mengatakan bahwa untuk melakukan perubahan di internal kelembagaan BNP2TKI yang mengarah kepada perlindungan TKI, sangat bergantung kepada kerja kerasnya. Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa dalam kebijakan TKI ada beberapa kementerian dan lembaga terkait yang bekerja. Dalam menjalankan kerja-kerjanya seringkali terjadi tumpang tindih antar instansi tersebut.
"Ini menjadi persoalan tersendiri disamping persoalan-persoalan pokok perlindungan TKI. Ini harus dibenahi, tidak boleh lagi adanya ego kelembagaan atau berebut anggaran, sementara kewajibannya saling lempar tanggungjawab," tegasnya.
Sudah menjadi pengetahuan umum pula di internal BNP2TKI, ada pejabat-pejabat yang menyalahgunakan kekuasaannya untuk kepentingan pribadi. Misalnya dalam hal penempatan masih terdapat mafia penggelembungan struktur biaya ke Korea Selatan. Hingga saat ini masih saja terjadi cerita calon TKI Korea Selatan membayar hingga 60 juta. Jauh melampaui ketetapan peraturan Menteri Tenaga Kerja, yang besarannya kurang lebih 10 juta.
"Beranikah Nusron Wahid memecat pejabatnya yang masih bermain mata dengan pengusaha?," tanya Erna.
Terkait dengan hal tersebut, tambah Erna, mekanisme whistle blower yang dikembangkan oleh Gatot Abdullah Mansyur harus dikuatkan dengan menjalin kerjasama dengan masyarakat sipil, organisasi buruh migran, ataupun NGO/LSM. Begitu pula dalam hal layanan perlindungan. Memang sudah bagus ada layanan pengaduan Crisis Center, tapi tindak lanjutnya masih belum memberikan kepuasan bagi perlindungan hak-hak dan keadilan bagi TKI.
Sumber : www.buruhmigran.or.id
Link: http://adf.ly/uqQxK
Maka ia lebih memilih bertugas di komisi VI DPR RI yang bertugas sebagai pengawas kebijakan-kebijakan yang berhubungan dengan perdagangan, perindustrian, investasi, koperasi, UKM dan BUMN, dan Standardisasi Nasional. "Tiba-tiba Tuhan menguji saya untuk mengurus TKI, ini sangat tidak terbayangkan, tapi terinspirasi kata-kata Bung Subhan bahwa tidak ada sesuatu yang baru dibawah terik matahari," ujarnya.
Diteruskan Nusron bahwa jika parameter kesuksesan anggota DPR adalah keberanian untuk berbicara. Maka di BNP2TKI ia tidak harus banyak bicara, tetapi akan banyak belajar dan bekerja. Oleh karena itu ia akan melakukan komunikasi intensif dengan pendahulu kepala BNP2TKI dan stake holder lainnya.
Menanggapi hal tersebut Erna Murniaty, Ketua Umum SBMI, mengatakan bahwa untuk melakukan perubahan di internal kelembagaan BNP2TKI yang mengarah kepada perlindungan TKI, sangat bergantung kepada kerja kerasnya. Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa dalam kebijakan TKI ada beberapa kementerian dan lembaga terkait yang bekerja. Dalam menjalankan kerja-kerjanya seringkali terjadi tumpang tindih antar instansi tersebut.
"Ini menjadi persoalan tersendiri disamping persoalan-persoalan pokok perlindungan TKI. Ini harus dibenahi, tidak boleh lagi adanya ego kelembagaan atau berebut anggaran, sementara kewajibannya saling lempar tanggungjawab," tegasnya.
Sudah menjadi pengetahuan umum pula di internal BNP2TKI, ada pejabat-pejabat yang menyalahgunakan kekuasaannya untuk kepentingan pribadi. Misalnya dalam hal penempatan masih terdapat mafia penggelembungan struktur biaya ke Korea Selatan. Hingga saat ini masih saja terjadi cerita calon TKI Korea Selatan membayar hingga 60 juta. Jauh melampaui ketetapan peraturan Menteri Tenaga Kerja, yang besarannya kurang lebih 10 juta.
"Beranikah Nusron Wahid memecat pejabatnya yang masih bermain mata dengan pengusaha?," tanya Erna.
Terkait dengan hal tersebut, tambah Erna, mekanisme whistle blower yang dikembangkan oleh Gatot Abdullah Mansyur harus dikuatkan dengan menjalin kerjasama dengan masyarakat sipil, organisasi buruh migran, ataupun NGO/LSM. Begitu pula dalam hal layanan perlindungan. Memang sudah bagus ada layanan pengaduan Crisis Center, tapi tindak lanjutnya masih belum memberikan kepuasan bagi perlindungan hak-hak dan keadilan bagi TKI.
Sumber : www.buruhmigran.or.id
Link: http://adf.ly/uqQxK