Ketika mulai menetap di Surabaya pada pertengahan 2013, salah satu hal yang ingin diketahui lebih lanjut adalah mengenai pemukiman kumuh yang ada di dekat pintu air Jagir Wonokromo. Beberapa tahun sebelumnya, kawasan tersebut belum sepadat sekarang, hingga kemudian muncul pemukiman kumuh di sepanjang bantaran Sungai Jagir. Saya ingin mengetahui tentang keberadaan permukiman kumuh tersebut di sana.
Di sana saya bertemu dengan ketua paguyuban warga stren Kali Jagir, beliau bertutur bahwa sebelumnya warga yang menghuni daerah ini kebanyakan adalah warga pendatang yang kebanyakan berprofesi sebagai pekerja serabutan, cleaning service, supir taksi, dan lain-lain. Daerah ini juga merupakan rumah bagi para PSK yang sering saya lihat mangkal di sekitar area Stasiun Wonokromo.
Warga di daerah ini tahu kalau dareah yang mereka bangun ini illegal, tapi mereka memutuskan untuk tetap tinggal di daerah ini karena tidak punya pilihan lagi. Karena keterbatasan biaya hidup, mereka tinggal di temapt yang "seadanya saja". Karena warga yang tinggal di dareha ini kebanyakan adalah pendatang, saya mulia melihat dampak dari urbanisasi yang berlebihan yang berimplikasi pada permasalahan kependudukan. Suatu hal yang memang sering kali menjadi masalah bagi kota-kota besar di Indonesia dan beberapa negara berkembang.
Sebuah kota yang memiliki kehidupan yang modern, terkesan mewah, dan dinamis kerap kali menjadi magnet bagi penduduk desa untuk pidah ke kota, khususnya pada kaum pemuda. Mereka umumnya tidak tahan dengan kehidupan desa yang dianggap keras, kuno, dan tidak layak. Ditambah lagi dengan infrastruktur yang tidak memadai mendorong hasrat penduduk yang tinggal di desa untuk meninggalkan kehidupan desa yang kuno ke perkotaan yang lebih modern. Banyak yang berharap agar kehidupan mereka membaik dengan tinggal di kota
Namun kebanyakan mereka yang datang di kota tidak dilengkapi oleh keahlian ataupun latar pendidikan yang mumpuni. Umumnya banyak yang hanya berpendidikan sampai rendah, yang tentunya sangat susah untuk mendapatkan pekerjaan yang mumpuni di sebuha kota. Sebagian dari mereka mungkin bisa saja bekerja di sector formal seperti buruh atau pramuniaga, namun kebanyakan mungkin akan bekerja di sector informal seperti kuli bangunan, supir, pembantu, dan lain-lain. Mereka yang berkerja di sector informal inilah yang menjadi permasalahan kependudukan bagi kota-kota besar di Indonesia.
Masalah apa saja yang ditimbulkan dari urbanisasi yang tidak diimbangi oleh kualitas? Pertama. Terjadi persaingan dalam meraih pekerjaan yang "mumpuni" untuk mereka yang berkualitas rendah. Pekerjaan seperting tukang pembersih jalan, pemulung, dan pekerja serabutan lainnya akan menjadi rebutan bagi warga yang memiliki skill yang pas-pasan ataupun tidak memadai untuk bisa hidup dalam suatu kota.
Pekerjaan ini tentu saja akan menghasilkan pendapatan yang rendah yang akan menjadi permasalahan kedua. Pekerjaan yang bersifat tidak mengikat (apalagi berstatus sebagai outsourcing) tentunya akan digaji dengan gaji standard Upah Minimum Daerah. Seperti yang kita tahu gaji dengan standard UMP seringkali tidak bisa memenuhi kehidupan dasar mereka karena keterbatasa ruang fiskal mereka dalam menjalani kehidupan selama satu bulan (Jawa Pos 16 November 2014). Hal ini diperparah jika mereka sudah berkeluarga dan harus membagi keuangan mereka untuk menghidupi keluarga.
Gaji yang tidak bisa sepenuhnya memenuhi kehidupan berujung perrmasalahan ketiga yaitu kualitas hidup yang tidak layak. Konsep pembelian papan, pangan, sandang tetap mereka pegang, namun dengan kualitas hidup yang dibawah kelayakan. Hal ini dilihat dengan kondisi rumah yang tak layak huni, berada di tengan pemukiman kumuh, kulitan sandang yang tak mumpuni, serta asupan gizi yang tidak mencukupi.
Oleh karena itu, pemberdayaan sumber daya manusia bagi masyarakat yang tinggal di desa merupakan salah satu solusi terbaik untuk mengatasi urbanisasi. Hal ini bisa dilihat dengan keberadaan SMK yang sudah mulai bertebaran di desa-desa (meski dirasa belum cukup), adanya pusat ketrampilan yang memberdayakan ekonomi kreatif masayarakat setempat, serta pelatihan-pelatihan yang diselenggarakan oleh LSM.
Cara lain dalam mengatasi urbanisasi adalah pembangunan dan pemberdayaan infrastruktur yang berkelanjutan. Pada pembahasan sebelumnya saya sudah menekankan akan dorongan urbanisasi yang disebabkan oleh timpangnya kondisi infrastruktur antara desa dengan kota. Kita juga sering kali mendengar kerusakan atau ketiadaan infrastruktur yang ada di desa akibat kecauhan pemerintah setempat akan kondisi di desa. Kedepannya infrastruktur yang memadai, seperti jalan, puskesmas, balai pertemuan warga, serta fasilita penunjang lainnya, harus bisa dibangun secara merata di di seluruh desa di Indonesia. Hal ini juga harus didukung dengan perawatan infrastruktur serta perencanaan infrastruktu yang berkelanjutan agar kehidupan di desa kedepannya tidak lagi kuno, melainkan sudah modern seperti di kota.
Kedepannya inilah yang akan menjadi pekerjaan rumah bagai pemerintahan baru kita di tangan presiden Joko Widodo dan Jusuf Kalla, yang selama ini pernah berjanji akan memberdayakan keberadaan masayarakat yang tinggal di luar kota, khusussnya di desa maupun di dekat pantai. Kedepannya pemerintah harus bisa menekan arus laju urbanisasi untuk mengatasi permasalahan ketimpangan kependudukan di kota dan desa dan untuk mensejahterakan masyarakat Indonesia yang madani ini.
Link: http://adf.ly/vf0xg
Di sana saya bertemu dengan ketua paguyuban warga stren Kali Jagir, beliau bertutur bahwa sebelumnya warga yang menghuni daerah ini kebanyakan adalah warga pendatang yang kebanyakan berprofesi sebagai pekerja serabutan, cleaning service, supir taksi, dan lain-lain. Daerah ini juga merupakan rumah bagi para PSK yang sering saya lihat mangkal di sekitar area Stasiun Wonokromo.
Warga di daerah ini tahu kalau dareah yang mereka bangun ini illegal, tapi mereka memutuskan untuk tetap tinggal di daerah ini karena tidak punya pilihan lagi. Karena keterbatasan biaya hidup, mereka tinggal di temapt yang "seadanya saja". Karena warga yang tinggal di dareha ini kebanyakan adalah pendatang, saya mulia melihat dampak dari urbanisasi yang berlebihan yang berimplikasi pada permasalahan kependudukan. Suatu hal yang memang sering kali menjadi masalah bagi kota-kota besar di Indonesia dan beberapa negara berkembang.
Sebuah kota yang memiliki kehidupan yang modern, terkesan mewah, dan dinamis kerap kali menjadi magnet bagi penduduk desa untuk pidah ke kota, khususnya pada kaum pemuda. Mereka umumnya tidak tahan dengan kehidupan desa yang dianggap keras, kuno, dan tidak layak. Ditambah lagi dengan infrastruktur yang tidak memadai mendorong hasrat penduduk yang tinggal di desa untuk meninggalkan kehidupan desa yang kuno ke perkotaan yang lebih modern. Banyak yang berharap agar kehidupan mereka membaik dengan tinggal di kota
Namun kebanyakan mereka yang datang di kota tidak dilengkapi oleh keahlian ataupun latar pendidikan yang mumpuni. Umumnya banyak yang hanya berpendidikan sampai rendah, yang tentunya sangat susah untuk mendapatkan pekerjaan yang mumpuni di sebuha kota. Sebagian dari mereka mungkin bisa saja bekerja di sector formal seperti buruh atau pramuniaga, namun kebanyakan mungkin akan bekerja di sector informal seperti kuli bangunan, supir, pembantu, dan lain-lain. Mereka yang berkerja di sector informal inilah yang menjadi permasalahan kependudukan bagi kota-kota besar di Indonesia.
Masalah apa saja yang ditimbulkan dari urbanisasi yang tidak diimbangi oleh kualitas? Pertama. Terjadi persaingan dalam meraih pekerjaan yang "mumpuni" untuk mereka yang berkualitas rendah. Pekerjaan seperting tukang pembersih jalan, pemulung, dan pekerja serabutan lainnya akan menjadi rebutan bagi warga yang memiliki skill yang pas-pasan ataupun tidak memadai untuk bisa hidup dalam suatu kota.
Pekerjaan ini tentu saja akan menghasilkan pendapatan yang rendah yang akan menjadi permasalahan kedua. Pekerjaan yang bersifat tidak mengikat (apalagi berstatus sebagai outsourcing) tentunya akan digaji dengan gaji standard Upah Minimum Daerah. Seperti yang kita tahu gaji dengan standard UMP seringkali tidak bisa memenuhi kehidupan dasar mereka karena keterbatasa ruang fiskal mereka dalam menjalani kehidupan selama satu bulan (Jawa Pos 16 November 2014). Hal ini diperparah jika mereka sudah berkeluarga dan harus membagi keuangan mereka untuk menghidupi keluarga.
Gaji yang tidak bisa sepenuhnya memenuhi kehidupan berujung perrmasalahan ketiga yaitu kualitas hidup yang tidak layak. Konsep pembelian papan, pangan, sandang tetap mereka pegang, namun dengan kualitas hidup yang dibawah kelayakan. Hal ini dilihat dengan kondisi rumah yang tak layak huni, berada di tengan pemukiman kumuh, kulitan sandang yang tak mumpuni, serta asupan gizi yang tidak mencukupi.
Oleh karena itu, pemberdayaan sumber daya manusia bagi masyarakat yang tinggal di desa merupakan salah satu solusi terbaik untuk mengatasi urbanisasi. Hal ini bisa dilihat dengan keberadaan SMK yang sudah mulai bertebaran di desa-desa (meski dirasa belum cukup), adanya pusat ketrampilan yang memberdayakan ekonomi kreatif masayarakat setempat, serta pelatihan-pelatihan yang diselenggarakan oleh LSM.
Cara lain dalam mengatasi urbanisasi adalah pembangunan dan pemberdayaan infrastruktur yang berkelanjutan. Pada pembahasan sebelumnya saya sudah menekankan akan dorongan urbanisasi yang disebabkan oleh timpangnya kondisi infrastruktur antara desa dengan kota. Kita juga sering kali mendengar kerusakan atau ketiadaan infrastruktur yang ada di desa akibat kecauhan pemerintah setempat akan kondisi di desa. Kedepannya infrastruktur yang memadai, seperti jalan, puskesmas, balai pertemuan warga, serta fasilita penunjang lainnya, harus bisa dibangun secara merata di di seluruh desa di Indonesia. Hal ini juga harus didukung dengan perawatan infrastruktur serta perencanaan infrastruktu yang berkelanjutan agar kehidupan di desa kedepannya tidak lagi kuno, melainkan sudah modern seperti di kota.
Kedepannya inilah yang akan menjadi pekerjaan rumah bagai pemerintahan baru kita di tangan presiden Joko Widodo dan Jusuf Kalla, yang selama ini pernah berjanji akan memberdayakan keberadaan masayarakat yang tinggal di luar kota, khusussnya di desa maupun di dekat pantai. Kedepannya pemerintah harus bisa menekan arus laju urbanisasi untuk mengatasi permasalahan ketimpangan kependudukan di kota dan desa dan untuk mensejahterakan masyarakat Indonesia yang madani ini.
Link: http://adf.ly/vf0xg