Nasib malang menimpa tiga Buruh Migran Indonesia (BMI) yang saat ini bekerja di Arab Saudi. Ketiga BMI tersebut mengalami ketidaksesuaian pekerjaan. Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS) Yanbu Al Bahar, telah menjanjikan ketiga BMI untuk bekerja di sebuah hotel berbintang empat. Namun sesampainya di Arab Saudi, mereka justru harus bekerja di sebuah losmen.
Ketiga BMI tersebut bernama Muhammad Jaelani Ismatlah, Asep Fazrul Rahman, dan Lutfu Ardiansah yang sama-sama berasal dari Cianjur Jawa Barat. Selain ketidaksesuaian pekerjaan, para buruh migran tersebut juga tidak mendapatkan gaji yang lancar. Gaji yang diberikan tergantung pada pendapatan losmen. Sejak datang di bulan Mei 2014 sampai saat ini, mereka belum juga dibuatkan IQOMAH/ KTP Arab Saudi sehingga mereka tidak bisa kemana-mana.
Kasus tersebut saat ini sedang ditangani oleh Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Jakarta. SBMI sempat menyarankan untuk menelpon KBRI atau KJRI dan meminta bantuan perlindungan terkait apa yang sudah dialami BMI tersebut. Perlindungan yang dimaksud SBMI adalah meminta bantuan untuk dipulangkan karena pekerjaan tidak sesuai dengan yang dijanjikan PPTKIS ketika hendak berangkat ke Arab Saudi.
Pihak KBRI atau KJRI yang diharap bisa membantu, justru memberikan masukan yang tidak memecahkan masalah. Menurut penuturan Haryanto, pegiat buruh migran SBMI, ada tiga jawaban yang diberikan oleh perwakilan KBRI dalam menanggapi aduan dari ketiga BMI:
Petugas KBRI mengatakan kasus semacam itu sudah biasa terjadi dan seolah-olah mereka disuruh bertahan hingga kontrak berakhir.
Petugas KBRI kembali memberikan penjelasan yang seolah-olah menolak aduan dari ketiga BMI dengan penjelasan yang halus. Pihak KBRI menyatakan bila para BMI minta dipulangkan sebelum kontrak berakhir, maka mereka akan dikenai denda.
Pihak KBRI tak terlalu memberi perhatian, karena BMI berargumen bahwa permasalahannya sudah melanggar aturan dan merugikan pihak BMI itu sendiri.
Jawaban dari pihak KBRI di atas, adalah kisah yang diungkapkan oleh ketiga BMI. Haryanto juga kecewa karena petugas KBRI tidak melihat sebab-sebab mengapa BMI minta dipulangkan. Pihak KBRI tidak memperhatikan pelanggaran yang dilakukan oleh majikan atau jasa pengirimnya, melainkan lebih melihat pada sisi konsekuensi yang harus ditanggung BMI ketika minta pulang sebelum kontrak selesai.
Saat dihungi via pesan teks telepon, Haryanto menyatakan bahwa SBMI saat ini sedang melengkapi dokumen seperti fotokopi paspor. Dokumen tersebut nantinya akan digunakan untuk mengurus kasus pelanggaran kontrak kerja yang dialami ketiga BMI asal Cianjur Jawa Barat tersebut.
Sumber : http://pantaupjtki.buruhmigran.or.id...i-janji-pptkis
Link: http://adf.ly/usd7K
Ketiga BMI tersebut bernama Muhammad Jaelani Ismatlah, Asep Fazrul Rahman, dan Lutfu Ardiansah yang sama-sama berasal dari Cianjur Jawa Barat. Selain ketidaksesuaian pekerjaan, para buruh migran tersebut juga tidak mendapatkan gaji yang lancar. Gaji yang diberikan tergantung pada pendapatan losmen. Sejak datang di bulan Mei 2014 sampai saat ini, mereka belum juga dibuatkan IQOMAH/ KTP Arab Saudi sehingga mereka tidak bisa kemana-mana.
Kasus tersebut saat ini sedang ditangani oleh Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Jakarta. SBMI sempat menyarankan untuk menelpon KBRI atau KJRI dan meminta bantuan perlindungan terkait apa yang sudah dialami BMI tersebut. Perlindungan yang dimaksud SBMI adalah meminta bantuan untuk dipulangkan karena pekerjaan tidak sesuai dengan yang dijanjikan PPTKIS ketika hendak berangkat ke Arab Saudi.
Pihak KBRI atau KJRI yang diharap bisa membantu, justru memberikan masukan yang tidak memecahkan masalah. Menurut penuturan Haryanto, pegiat buruh migran SBMI, ada tiga jawaban yang diberikan oleh perwakilan KBRI dalam menanggapi aduan dari ketiga BMI:
Petugas KBRI mengatakan kasus semacam itu sudah biasa terjadi dan seolah-olah mereka disuruh bertahan hingga kontrak berakhir.
Petugas KBRI kembali memberikan penjelasan yang seolah-olah menolak aduan dari ketiga BMI dengan penjelasan yang halus. Pihak KBRI menyatakan bila para BMI minta dipulangkan sebelum kontrak berakhir, maka mereka akan dikenai denda.
Pihak KBRI tak terlalu memberi perhatian, karena BMI berargumen bahwa permasalahannya sudah melanggar aturan dan merugikan pihak BMI itu sendiri.
Jawaban dari pihak KBRI di atas, adalah kisah yang diungkapkan oleh ketiga BMI. Haryanto juga kecewa karena petugas KBRI tidak melihat sebab-sebab mengapa BMI minta dipulangkan. Pihak KBRI tidak memperhatikan pelanggaran yang dilakukan oleh majikan atau jasa pengirimnya, melainkan lebih melihat pada sisi konsekuensi yang harus ditanggung BMI ketika minta pulang sebelum kontrak selesai.
Saat dihungi via pesan teks telepon, Haryanto menyatakan bahwa SBMI saat ini sedang melengkapi dokumen seperti fotokopi paspor. Dokumen tersebut nantinya akan digunakan untuk mengurus kasus pelanggaran kontrak kerja yang dialami ketiga BMI asal Cianjur Jawa Barat tersebut.
Sumber : http://pantaupjtki.buruhmigran.or.id...i-janji-pptkis
Link: http://adf.ly/usd7K